Rintik hujan kian membasahi tanah bumi, membuat beberapa pengendara motor memilih untuk meneduh pun ada yang tetap menerobosnya demi ingin segera sampai ditujuan.
Melihat keramaian orang dibalik kaca mobil disaat hujan begini memang sedikit menenangkan. Malam ini udara terasa semakin dingin, lengan Hazel yang terekspos karena dress yang dipakainya berlengan sebahu membuatnya merasa kedinginan.
"Ada jaket gue dijok belakang,"
Cewek yang masih terus saja melamun itu sama sekali tak bergeming mendengar ucapan seseorang disampingnya yang tengah fokus menyetir.
Dia seakan sudah tak punya gairah hidup, disaat Mark menggandengnya sampai dimobil cowok itu dan mengajaknya meninggalkan acara yang sebenarnya belum selesai.
Air matanya mungkin sudah kering tapi dalam hatinya masih terus saja menjerit, sampai tanpa sadar sudut matanya kembali berair begitu kejadian beberapa menit lalu melintas diotaknya. Dimana seorang Aiden yang kissing dengan Tami ditengah kerumunan manusia yang menatap cengo. Ini sulit dipercaya tapi itu memang kenyataannya.
"Brengsek!," umpat Hazel tiba-tiba membuat Mark sontak memiringkan kepala terkejut.
Seakan tak peduli Hazel kembali diam tak sekalipun menatap sosok yang sejak tadi memperhatikannya. Hazel memang menyadari itu lewat ekor matanya, tapi apa dia peduli? Dia sungguh tidak peduli itu.
Mobil merah milik cowok berdarah Kannada-Indonesia itu berhenti tepat didepan pagar rumah besar yang menjulang tinggi.
Cowok itu memasangkan jaket denim ketubuh Hazel setelah mengambilnya dari jok belakang dan Hazel sama sekali tak menolak atau berkutik sedikit pun. Hazel segera melepaskan seatbeltnya, tangannya yang hampir meraih pintu ingin membuka itu langsung urung begitu mendengar suara berat milik lelaki berinisial M.
"Hujan, gue ada payung,"
Melihat dari sudut matanya, Mark beralih kejok belakang lagi, seperti berusaha meraih sesuatu disana. Saat cowok itu kembali berbalik ditangannya sudah ada sebuah payung berwarna silver,"Nih pake," ulurnya kedepan Hazel.
Selama beberapa detik Hazel diam saja, hanya memandangi payung itu sampai akhirnya dia menerimanya tanpa mengucap satu pun kata. Sekarang Hazel lebih mirip seperti patung hidup, dingin tak tersentuh.
Keluar dari mobil Mark gadis itu langsung masuk rumah begitu saja tanpa menunggu cowok yang barusan mengantarnya itu sampai berlalu pergi.
Dengan langkah lunglai Hazel menaiki anak tangga ingin cepat-cepat menuju kamarnya.
Begitu sampai kamar dia langsung membuang jaket Mark ke sembarang arah dan berjalan kedepan cermin rias. Memandang pantulan dirinya didepan cermin yang menampilkan separuh tubuhnya.
"Gue capek! Gue pengen balik!," ucapnya seakan berbicara dengan cermin.
Dia ini Azila! Bukan Hazelica. Lalu kenapa semua rasa sakit ini terasa begitu nyata?
"Semua orang disini jahat sama gue!,"
Keinginan Azila masuk kedalam novel itu berharap menjadi tokoh utama yang banyak mendapat cinta, bukan penyiksaan!
"Manusia-manusia brengsek! Lo semua bikin gue pengen mati!," lanjutnya lagi sambil mengepalkan kedua tangan dan meninjukannya kuat kemeja rias.
"Azila goblok! Harusnya lo bisa ubah alur Hazelica,"
Gadis malang yang menggantikan peran jiwa Hazelica memang tak bisa mengedalikan dirinya. Dia tahu semuanya, dia ingin melawan tapi pembayangannya tak sekuat kenyataannya, dia benar-benar tidak bisa berbuat apapun. Bisa beneran gila dia lama-lama.
"Dasar cewek lemah! Cantik-cantik bego!," makinya menatap lekuk wajah Hazelica, yang mana dia terlihat seakan berbicara sendiri dan marah tidak jelas layaknya orang gila. Namun, Azila benar-benar tidak peduli itu lagipula tidak ada yang melihatnya.
Tenaganya terkuras, dia menjatuhkan tubuhnya dikursi,"Azila kangen bunda.. Azila pengen balik," lirihnya menunduk pilu.
"Tapi gimana?,"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...