72. To the watch shop

365 25 17
                                    

"Hai!,"

Gadis dengan kuncir kuda itu tersentak saat pundaknya ditepuk tiba-tiba bersamaan dengan pekikan tepat di belakangnya.

"Lo kenapa?,"

Hazel yang ditanya seperti itu justru terbengong, sampai cewek disampingnya mengikuti arah pandangnya.

"Yaelah, udahlah zel nggak penting sampah masyarakat kek mereka," dengus Naya sungguh muak.

"Mulut lo astaga," Hazel melirik temannya itu yang kini menyandarkan siku ke bahu kirinya.

"Yeuh lagian bengong mulu liatin mereka, move on bray! Come on lah masih banyak cowok yang suka sama lo,"

"Idih, lo kenapa sih nay?,"

"Sensi aja sama itu kakel!," cetus Naya memberengut kesal mengingat sikap Tami padanya seminggu lalu.

"Gue udah baikan sama Aiden,"

"Hah?! Your really Hazel?," Naya membelalakkan matanya terkejut tapi respon Hazel hanya mengangguk samar dengan ekspresi datar.

"Mau-mauan lo sama dia?,"

"Dalam waktu dekat dia bakal cari cara buat batalin tunangannya sama Tami,"

"Yaampun zel, gue kira lo udah putus beneran,"

"Putus sih enggak pernah, kalo enggak jelas baru iya," lontar Hazel sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan Naya.

Pada kenyataannya memang seperti itu, hubungannya dengan Aiden tak ada kejelasan akhir-akhir ini. Sebab Hazel sendiri yang menghindari cowok itu, tapi kejadian kemarin membuat keadaan kembali lagi meski tak seperti awal mula.

"Woi Hazelnut! Tiati dijalan say!,"

Tanpa menjawab teriakan Naya, Hazel mengacungkan jempolnya ke atas masih dengan membelakangi gadis itu.

Cewek berhoodie Doraemon itu berjalan keluar dan berhenti tepat di depan gerbang Hanlim International High School, disana bola matanya berpendar mengamati tiap bangunan disekitar sekolahnya. Hazel melepas ranselnya lalu membuka resleting bagian paling kecil disana, dirasa tidak ada yang janggal gadis itu kembali menutupnya dan memakainya dengan benar, lalu kakinya mendekat ke tepi jalan raya.

Hazel bukan ingin mencari kendaraan umum, melainkan menyebrang. Sebuah toko bernuansa elegant di depannya menjadi objek pandangnya, Hazel mengulas senyum tipis.

Setelah berhasil menyebrang, cewek itu melangkahkan kaki jenjangnya ke salah satu toko. Lalu dia mendorong pintu toko yang didatanginya dengan perlahan.

"Selamat datang kak,"

Dia sudah lama menanti waktu ini, dimana dia datang ke toko Inka Collection untuk membeli jam tangan yang diincarnya sejak kali pertama dia melewati toko ini.

"Eh Hazel, apa kabar?,"

Hazel tersenyum tulus menanggapi Kak Inka si pemilik toko itu yang menyapanya akrab begitu menyadari kalau dirinya yang berkunjung.

Perempuan yang terpaut usia lumayan jauh dengan Hazel itu memang terkenal sangat ramah hingga membuat mereka langsung akrab, makanya Hazel tak sungkan meminta kak Inka untuk menyimpan jam tangan keinginannya. Terlebih jam tangan itu harganya lumayan mahal untuk dirinya yang pelajar dan hanya mendapat uang saku pas-pasan.

Karenanya, Hazel memang sengaja menyisihkan uang sakunya untuk ditabung. Kalau dihitung mungkin ini tahun kedua dia mencapai target nominal yang dia butuhkan.

Sebenarnya uangnya itu bisa untuk menggantikan handphone-nya, tapi Hazel tak ingin mengubur impiannya terlalu lama untuk membeli jam tangan itu.

"Kak jam tangan yang dulu aku mau, masih ada kan ya?,"

"Ada dong, bentar yaa..,"

Hazel mengangguk antusias, sembari menunggu, cewek itu memainkan jemarinya diatas etalase kaca dan sibuk melihat-lihat jam tangan lainnya yang terpampang.

"Naksir yang lain nih?,"

Hazel dengan cepat menoleh, dia hanya tertawa ringan menanggapi ucapan Kak Inka. Lalu gadis itu menerima sebuah kotak berwarna hitam, dia mengamatinya sebentar sebelum akhirnya mendongak,"Kak ini bisa dibungkusin nggak ya?,"

"Oh buat give gitu ya?,"

"Iya, bisa?,"

"Bisa, sekalian mau dibuatin kartu ucapannya juga?," tawar perempuan berambut sepunggung itu.

"Iya, dan..," Hazel menggantungkan kalimatnya sembari menunduk membuka ransel birunya,"Aku titip ini juga, taro aja didalemnya," pinta gadis yang masih duduk dibangku sekolah menengah atas itu, sambil mengulurkan sepucuk surat yang diterima oleh Inka.

"Surat? Buat pacar ya?," Inka tersenyum menggoda menatap Hazel.

"Bukan, tapi buat papa,"

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang