Masih belum ada kabar dari Aiden, sepertinya lelaki itu memang tidak masuk sekolah tadi. Untuk menghilangkan kegalauannya Hazel memilih belajar, jangan heran meskipun Hazel seringkali dipaksa belajar sebenarnya juga dia hoby belajar.
Dengan belajar dia bisa tahu banyak hal, Hazel bisa membuat teori berdasarkan apa yang dia dapat dari belajar. Hazel menyukai hal baru, rumus baru, dan tantangan baru.
Lama dia berkutat dengan rumus fisika dan buku-buku yang menemaninya tiba-tiba ada suatu hal yang terasa menggelitik kakinya.
Rasanya lembut dan berbulu, Hazel memundurkan kursinya karena terkejut.
Meow.. meow.. meow..
"Meow? Ihh lucu bangeett," Hazel berjongkok mengelus lembut kucing kecil berbulu putih bersih itu.
"Kok ada kucing dikamar gue? Kucing siapa? Dirumah nggak ada yang punya kucing, perasaan pintu kamar juga udah--Jarrel?," Hazel berdiri, dia sedikit merapikan pakaiannya.
Gadis yang tenggelam dengan kaos biru oversizenya itu mengernyit bingung mendapati Jarrel bersedekap dada dan bersandar diambang pintu kamarnya.
Cowok bersetelan hitam itu menegakkan tubuhnya lalu menutup pintu kamar Hazel sebelum melangkah menghampiri Hazel.
"Suka?," segaris senyum terukir dibibir Jarrel bahkan Hazel sampai mematung melihat pemandangan yang sempat ia kira mustahil itu.
"Punya lo?,"
Jarrel menggeleng kecil,"Buat lo," kata cowok itu mengusap lembut kepala Hazel.
Hazel melotot,"Beneran buat gue?," tanyanya masih belum percaya dan Jarrel langsung menganggukinya mantap.
Gadis itu meninju udara dengan riang,"YEESS! Maka--," Hazel merentangkan tangannya ingin memeluk Jarrel tapi urung dan segera dia turunkan.
"..si Jarrel," lanjutnya pelan. Hazel jadi canggung sekarang. Dia kelepasan, padahal Hazel tahu dia dan Jarrel tak sedekat itu sehingga dia bisa bebas memeluk Jarrel sesuka hati.
Lagipula Hazel senang, setidaknya Jarrel mau berbicara dengannya meski harus diam-diam tanpa ada seorang pun yang tahu.
Gadis yang rambutnya tergerai itu menunduk, dia merasa malu, tidak enak, semua bercampur menjadi satu. Namun didetik berikutnya tubuhnya langsung kaku saat seseorang mendekapnya erat.
Saking terkejutnya Hazel diam saja seperti patung dan tak membalas sedikitpun pelukan Jarrel yang sangat tiba-tiba.
"Gue kakak lo kan? Peluk gue sesuka lo, Hazel," bisik Jarrel pelan dan terdengar begitu tulus.
"Peluk gue selagi gue ada,"
Detik itu juga Hazel menitikkan air matanya tanpa sadar.
Merasa kaos hitamnya basa, Jarrel melepaskan pelukannya untuk menatap wajah adiknya.
Tubuhnya yang lebih tinggi itu sedikit menunduk, kedua tangannya menangkup pipi Hazel mengusap air mata yang menetes disana.
Jarrel beralih menepuk kedua pundak kecil Hazel, "Seberat apapun beban dipundak lo, lari ke gue, cari gue buat minta peluk, seenggaknya itu bisa buat lo sedikit tenang,"
"Kak--,"
"Hazel lo itu adik gue, gue sayang sama lo," potong Jarrel, cowok itu tahu Hazel mau berterima kasih padanya dan dia tidak mau Hazel mengucap itu lagi. Jarrel rasa ucapan itu tidak pantas dia dapatkan dari Hazel, mengingat perlakuan buruknya selama ini pada adik perempuan satu-satunya. Ya dia sudah sadar itu.
Tanpa aba-aba Hazel memeluk tubuh Jarrel membuat lelaki itu sempat terhuyung kaget tapi rasa senangnya jauh lebih besar.
Sekian lama Hazel menanti, akhirnya kakaknya itu bisa menyanyanginya. Bohong kalau Hazel tidak senang. Hazel tahu Jarrel itu sebenarnya peduli padanya tapi mengingat sikap Kai membuat Hazel memaklumi hal itu.
Waktu itu yang membawanya kerumah sakit juga Jarrel, kakaknya itu yang mencarinya sampai ketemu. Jadi itu memang bukan mimpi dan suster itu pun sengaja mengelak karena permintaan Jarrel.
Tapi semua sudah terungkap saat di pesta anniversary kantor keluarga Labhrainn. Malam itu, Hazel keluar dari gedung hotel dan dia bertemu Jarrel eh tepatnya Jarrel yang memanggilnya dan mengajaknya bicara diluar.
"Eh, kucingnya udah ada nama belum?," tanya Hazel begitu mengurai pelukannya. Dan Jarrel menggelengkan kepalanya dengan senyuman simpul sebagai jawaban.
Dengan telunjuk yang diketukan ke dagu, Hazel mencoba berpikir,"Gue panggil dia emon ya?,"
"Hm? Kenapa emon?," Jarrel mengangkat sebelah alisnya bertanya.
"Lucu aja kayak doraemon, jadi gue mau panggil emon, bolehkan?,"
Jarrel mengusak rambut Hazel gemas, membuat gadis itu cemberut karena rambutnya jadi berantakan.
Meow.. meow.. meow..
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...