Bukan sebuah kebetulan Wren bertemu dengan putra sulungnya.
Kai yang duduk diam dan terus menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi sampai membuat Wren tiba di negara aslinya tanpa memberinya kabar.
Dua cangkir americano ikut mendingin seperti cuaca dan suasana yang tercipta diantara ayah dan anak yang bertahun-tahun lamanya tak jumpa.
Wren menegapkan posisinya menatap sang anak yang terus menatap lurus ke meja yang menjadi penghalang mereka.
"Apa ada hal yang ingin kamu sampaikan sebelum saya bicara?,"
Kai terpaku sekejap dan tangannya juga berkeringat, dia jadi kepikiran soal Hazel. Haruskah dia memberitahu Wren?
Pada akhirnya Kai memilih opsi keduanya yaitu, diam. Dia hanya menggeleng tanda tak ada hal penting yang ingin disampaikan pada papanya.
"Saya pikir kamu memang belum pantas berkeluarga Kai,"
"Maksud papa?," Kai menatap papanya terheran. Pertanyaan yang semula ia lenyapkan dari otaknya kini kembali bermunculan.
"Kamu egois dan kekanakan, tidak bisa membedakan mana yang harus kamu percaya dan mana yang tidak, saya kira kesalahpahaman itu bisa kamu atasi sendiri tapi ternyata saya salah besar, bahkan peringatan dari orang-orang saya disini tetap kamu acuhkan. Saya kecewa,"
Kai membuka mulutnya tapi belum sempat mengeluarkan suara, Wren keburu menyela.
"Saya tau semuanya, kamu punya putri tapi kamu tidak sekalipun memberitahu kami disana,"
"Dia bukan putri kandungku," spontan Kai meski dia terkejut mendengar Wren menyebut kata 'putri' yang berarti Hazel kan?
Tapi mengingat kekuasaan Wren, yang mungkin bisa membuatnya tahu semua hal tentang keluarganya, Kai jadi tidak seterkejut itu lagi.
"Bagaimana kamu bisa tau kalau dia bukan putrimu? Apa hanya dengan bukti yang kamu dapatkan itu?,"
"Istriku sudah mengkhianati pernikahan kita, jadi apa yang harus aku beritahukan ke papa? Aib itu? Aku bahkan berusaha menjaga nama baik keluarga besar kita,"
"Kai, kamu itu pria pandai dan berpendidikan, seharusnya kamu memastikan semua bukti itu dan bukannya langsung menyimpulkan semuanya sendiri," pembawaan Wren yang tegas tapi tetap tenang membuat siapapun lawan bicaranya sulit untuk mengelak dari fakta.
Selang beberapa detik berbicara, Wren memanggil salah satu asistennya yang langsung memberinya sebuah kotak hitam.
Lantas kakek berumur itu lekas membuka kotaknya dan mendorongnya sedikit untuk Kai lihat,"Saya hanya ingin memberitahu kalau Hazel akan saya ambil, dia akan ikut dengan kakeknya,"
Kai nampak shock mendengar perkataan papanya, berbagai dugaan tentang Hazel langsung muncul dibenak. Apa itu artinya Hazel masih hidup? Tapi bagaimana bisa?
Tanpa mengindahkan reaksi tak berarti dari putra sulungnya, Wren mengangkat sedikit dagunya meminta Kai segera melihat isi kotak itu.
Tak lama dari itu seorang wanita dengan hak tinggi berjalan anggun kearah meja mereka.
Vania datang dan langsung bergabung dengan mereka setelah sempat menyapa rindu dengan sang papa, namun tanggapan Wren hanya tersenyum tipis.
"Mas Kai tau papa di Indo tapi nggak kasih tau aku? Curang banget,"
Wanita yang masih terlihat cukup muda itu terus saja berbicara padahal tidak ada yang berniat menjawab pertanyaannya.
Kai pun terlihat serius dengan urusannya.
"Vania," sebut Wren dengan tujuan agar Vania diam.
"Papa tau ulah kamu," katanya.
"Maksudnya? Aku nggak ngerti," Vania mengernyit disertai senyuman khas dirinya.
"Kamu adalah orang dibalik hancurnya keluarga kakakmu," ungkap Wren memperjelas agar Vania tidak lagi berpura-pura tidak tahu apapun.
Sontak sorot Kai juga tertuju pada Vania yang kini rautnya terlihat sedikit cemas, mungkin?
"Apa sih pa, aku nggak ngerti maksudnya papa,"
"Papa minta kamu jujur,"
"Jujur apa? Aku aja nggak ngerti apa yang papa omongin,"
"Jujur sekarang sebelum papa bertindak tegas Vania," ketus Wren entah sudah yang keberapa kalinya dia menghela.
Vania terkekeh remeh,"Masih nggak ngerti sama pemikiran papa," wanita itu justru beralih ingin memanggil pelayan berniat memesan minuman serta makanan.
Namun saat tangannya dia angkat, tiba-tiba satu tangan kekar langsung melingkar dilengan putihnya dan detik itu juga tangan Vania langsung dihempaskan dengan kasar.
Prak!
"Akh!,"
Vania memekik kesakitan begitu lengannya terbentur dengan meja berbahan dasar kaca. Ada goresan lumayan panjang yang mengeluarkan darah segar disana.
Bunyi gaduh itu jelas menyita atensi seluruh pengunjung.
Kalau kalian pikir itu ulah Wren maka kalian salah.
"BAJINGAN!,"
PLAK!
Semua orang ikut terkejut, kebanyakan dari mereka memilih pergi dari restaurant. Para pegawai restaurant ikut tegang melihat perselisihan itu, meski sebelumnya mereka sudah diwanti-wanti bila akan terjadi sedikit keributan. Tapi tetap saja semua terlalu mengejutkan.
"Kamu berani tampar aku mas?," untuk pertama kalinya Vania tak menyangka kakaknya akan menampar dirinya, terlebih didepan umum. Ini sungguh menurunkan citra dirinya sebagai seorang wanita dari keluarga terpandang.
Tapi lebih tega mana dengan semua perbuatan Vania pada Kai selama belasan tahun ini?
"Keterlaluan kamu Vania! GILA HAH?!,"
Tenggorokan Kai tercekat rasanya tak mampu berbicara panjang untuk menyuarakan semuanya, usai dari apa yang baru saja dia dapatkan dari kotak yang diberikan oleh Wren.
"Kalian mau tau alasan kenapa aku kayak gini?," Vania menatap satu persatu orang dihadapannya,"Ini semua karena papa dan mama nggak pernah adil sama aku!,"
Ketiganya saling diam sesaat dan tertelan waktu yang semakin lama membawa hawa dingin yang menyergap.
Vania beralih menatap Kai dengan tangan terkepal dikedua sisi tubuhnya,"Dia selalu dapetin apapun itu yang dia mau, bahkan papa kasih hampir semuanya buat dia dan keluarganya! Sedangkan aku?!," Detik berikutnya Vania melirih,"Aku udah kayak anak pungut yang sekarang papa buang! Sejak kecil pun papa dan mama selalu pilih kasih, ngutamain putra sulung papa dan terus manjain putri bungsu kesayangan papa itu!,"
"Tadinya aku pikir papa dateng karena kangen sama aku tapi ternyata enggak, papa kesini cuma buat salahin aku,"
"Kamu tau kesalahan kamu tapi kamu tetap membiarkan kesalahpaham itu, kalau kamu membenci papa dan mama kenapa harus melimpahkan semuanya kepada Hazel?!,"
"Karena aku mau anak dia rasain apa yang aku rasain!,"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...