Pesta yang sangat membosankan, Hazel terbengong dengan segelas sirup ditangannya yang baru dia minum sedikit saking sedikitnya bahkan hampir tidak terlihat kalau minumannya sudah berkurang.
Dia lebih memilih untuk menemani para pramusaji dengan berdiri didekat meja hidangan tak berminat bergabung bersama para manusia ditengah aula sana.
Uhuk uhuk
Hazel tersedak ludahnya sendiri kala bola matanya tak sengaja melihat pemandangan yang sangat menyebalkan.
Aiden berdansa dengan Tami, kedua orang itu berada ditengah-tengah antara banyaknya pasangan yang juga sedang berdansa. Hazel melihat jelas kalau tadi Aiden duluan yang menadahkan tangannya didepan Tami dan cewek itu langsung menyambutnya dengan senyum lebar.
Dengan gerakan kasar Hazel meletakkan gelasnya keatas meja yang ada dibelakang tubuhnya, membuat salah seorang pramusaji yang tengah menaruh minuman tamu ikut menatapnya.
Dadanya naik turun menahan emosi, Hazel bersedekap dada masih setia berdiri disana.
Tapi tiba-tiba seseorang datang mengulurkan tangan kehadapannya membuat Hazel sedikit kaget,"Apa?," tanya Hazel polos.
"Dansa," ucap Mark.
"Ogah!," tolak Hazel memalingkan mukanya angkuh.
Mark menarik sudut bibirnya membentuk segaris senyum yang terlihat dibawah topengnya,"Nggak mau bales dendam? Buat dia juga cemburu,"
Hazel menurunkan kedua tangannya dan kembali menatap Mark, memikirkan ucapan cowok itu yang ada benarnya. Mengetahui kalau Aiden tidak suka Hazel dekat dengan Mark, cowok itu bisa marah besar seperti yang sudah sering terjadi. Rasanya tidak adil kalau hanya dia yang sakit hati, setidaknya kali ini Aiden juga merasakan apa yang Hazel rasakan.
Maka Hazel mengangguki ajakan Mark. Gadis itu mengulurkan telapak tangannya diatas telapak tangan Mark yang sejak tadi masih setia menunggunya.
Dengan ragu Hazel memegangi bahu Mark saat mereka mengatur posisi setelah mengambil tempat yang nyaman untuk berdansa, kiranya Mark memang sengaja memilih didekat Aiden dan Tami berdansa.
Sebenarnya Hazel takut, dia mau menolak tapi Mark tetap membawanya kesana, dia pun berusaha keras untuk tak sekalipun menatap Aiden melainkan fokus ke Mark.
Agak risih sebenarnya saat pinggang rampingnya dipegang oleh orang lain, terlebih itu Mark. Tapi demi membalas rasa sakit hatinya, Hazel berusaha keras untuk menahan diri agar tak kelepasan meninju perut cowok dihadapannya yang kini hanya berjarak beberapa senti saja.
Sama-sama diam dan saling pandang, mereka berdua berdansa mengikuti irama musik. Hazel berusaha menghindari kontak matanya dengan Aiden dan Tami, tetapi kini dia malah terjebak eye contact dengan lelaki bermask hitam.
Tatapan Mark begitu dalam, Hazel kikuk sendiri sampai mati gaya,"Matanya biasa aja!," tegur Hazel jutek.
Cowok berkemeja putih itu langsung tersadar dan berdehem menetralkan kegugupannya, dia merasa canggung sampai akhirnya memilih bungkam cukup lama.
"Lo kenal sama Tami?," pertanyaan Hazel berhasil menyadarkan Mark dari keterdiamannya membuat cowok itu langsung mengangguk mengiyakannya.
"Tami satu sekolah sama gue sebelum dia pindah,"
Hazel sampai melotot saking tak menyangkanya,"Itu sebabnya lo diundang?,"
"Semua satu sekolah gue juga diundang kali, lo nggak liat serame apa ini acara?,"
Ternyata Tami memang sekaya itu sehingga bisa menyewa hotel besar dengan tamu undangan yang hampir ribuan. Hazel hanya mengangguk tanda sudah paham.
Apa ini salah satu alasan Aiden meninggalkannya? Katanya cowok itu punya alasan mengapa dia mau menerima pertunangannya dengan Tami dan menjauhi Hazel.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...