19. Forced fine

708 38 2
                                    

Hazel merasakan tubuhnya menggigil kedinginan, meski kejadian dia tenggelam di kolam sudah sore tadi. Tapi rasa dingin itu masih menyiksanya. Kai tahu Hazel tidak bisa berenang, itu karena saat Hazel berusia lima tahun dia sudah pernah tenggelam dikolam renang dengan kedalaman dua meter.

Kejadiannya sama, papanya itu marah padanya dan menamparnya sampai membuatnya jatuh ke kolam, meski hal itu tak disengaja tetap saja rasa trauma terus menghantui Hazel sampai saat ini.

Jadi tidak heran alasan apa yang membuat Hazel selalu menghindari praktek renang disekolahnya, ya biarlah dia tidak dapat nilai disatu olahraga itu lagipula nilainya yang lain lebih dari cukup. Kai juga lebih peduli pada nilai akademiknya meski di non-akademik pun dia dituntut untuk tidak berada diposisi terendah. Menurut Hazel papanya masih punya sedikit sisi baik padanya. Hazel memang gadis labil yang masih terlalu naif.

Sebenarnya dia cukup heran kenapa dia masih saja selamat meski banyak kejadian yang hampir mengambil nyawanya. Disatu sisi Hazel bersyukur atas semua itu tapi disisi lain Hazel sudah benar-benar lelah dengan hidupnya.

Hazel bahkan sudah berkali-kali putus asa, dia menanggung beban yang begitu berat dipundak kecilnya sendirian selama hampir tujuh belas tahun hidup.

Hazel memposisikan dirinya untuk duduk dan bersandar dikepala ranjang saat terdengar suara bibi meminta izin untuk masuk.

"Non Hazel kedinginan?," salah satu bibi yang kerapkali disapa bi Mina itu meletakkan sepiring makanan ke atas nakas.

Hazel hanya mengangguk dengan bibir pucatnya dan tubuh gemetarnya. Gadis itu merangkul erat tubuhnya dengan selimut tebalnya, meski begitu tetap saja masih dingin.

Tanpa Hazel minta, bibi yang seringkali perhatian dengannya sejak dirinya masih kecil itu berjalan ke walk in closet dan kembali dengan membawakannya jaket tebal berwarna biru khas Hazel.

Dengan senang hati Hazel menerimanya dan memakainya dengan sedikit bantuan bi Mina.

"Bi Mina buatin teh anget ya non?,"

"Papa?,"

"Nanti bibi bilang ke papa non kalo non lagi sakit, bapak pasti bolehin kok non," ucap bi Mina berusaha meyakinkan putri dari majikannya itu.

Iya, apapun yang Hazel makan, yang Hazel dapat, yang Hazel punya, semuanya atas seizin dari Kai. Kalau pria itu bilang tidak ya tidak, sudah dibilangkan? Kai sudah mengklaim kalau hidup Hazel itu ada atas kemauannya, yang berarti dia bebas mengatur Hazel sesuka hati tanpa bisa gadis itu tolak.

Dirumah ini yang peduli dan menyayangi Hazel dengan tulus hanya bi Mina salah satu pekerja rumah yang paling dekat dengannya. Yang selalu merawat Hazel disaat Hazel sakit, yang memberi pelukan hangat layaknya seorang ibu. Hazel dapat semua itu dari bi Mina.

Sedangkan mamanya? Tidak sama sekali. Bahkan untuk sekadar menatapnya saja enggan. Tapi Hazel tetap menyayanginya lebih dari apapun.

"Tunggu ya non,"

Seperginya bi Mina, Hazel menitikkan air matanya haru. Dia masih terus mendekap tubuhnya dengan jaket juga selimut tebalnya. Tubuhnya sudah tak menggigil hebat seperti tadi, Hazel merasa suhunya perlahan membaik.

Tok tok tok

"Masuk aja bi,"

Saat knop pintunya mau dibuka Hazel kembali berbicara,"Kok cepet bi, kan ba--lo?,"

Hazel kira bi Mina yang datang ternyata malah cowok menyebalkan yang tak lain dan tak bukan adalah Jevano. Hazel mendengus sebal dengan bersedekap dada sok angkuh, itu salah satu kebiasaan Hazel setiap kali menghadapi Jevano.

"Gue kesini cuma mau bilang kalo besok ada acara anniversary kantornya om Michael dan lo harus ikut kayak biasa," tekan cowok itu diakhir kalimatnya.

Hazel mengangguk sudah terlalu mengerti,"Oke, udahkan?," cewek itu mengangkat satu alisnya bertanya sebab Jevano tak kunjung keluar dari kamarnya, ya meskipun cowok itu hanya berdiri diambang pintu yang hanya dibuka separuh tetap saja Hazel tak nyaman.

"Ada satu lagi, karena lo sekarang sakit besok lo harus sembuh total kalo perlu pake make up biar nggak pucet! Intinya jangan keliatan lemah kayak nggak keurus,"

'Buktinya gue emang nggak pernah diurus' batin Hazel.

"Gue udah terlalu muak sama semua itu, jadi cukup! Karena gue lebih tau apa yang harus gue lakuin buat diri gue sendiri," tegas Hazel dengan tatapan tajamnya.

"Jangan lo permaluin keluarga Mahanta, Hazel,"

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang