Sudah sejak sore tadi Vania dan Zhiva datang bertamu dirumah keluarga Mahanta. Tak memungkiri kalau Vania memang adik kandung dari Kai, jadi hal itu sudah biasa.
Sore harinya tadi juga seperti biasa Zhiva mengajak kakaknya jalan-jalan, kecuali Jarrel yang dari sore sampai malam ini belum juga pulang. So, cewek yang Hazel juluki kang caper itu hanya pergi berdua dengan Jevano.
Dan kini makan malam sedang terlaksana dengan tambahan dua manusia. Manusia jadi-jadian kalau kata Hazel.
"Gimana kantor mas?,"
"Baik,"
Diiringi perbincangan mereka, Hazel hanya diam fokus dengan makanannya.
"Permisi pak, ada paket,"
Semua pasang mata menatap bi Mina yang barusan datang dengan membawa sebuah paket. Kai mengangguk, menerima paket itu membuat bi Mina langsung membungkuk pamit pergi kembali ke dapur.
Seperginya bi Mina, Vania kembali membuka suara,"Dari siapa mas?,"
"Tidak ada nama pengirimnya," balas Kai setelah melihat paket yang dipegangnya tanpa ada keterangan apapun, lalu pria itu memilih untuk meletakkannya diatas meja makan.
"Nggak dibuka sekarang aja mas? Siapa tau penting kan?,"
"Nanti aja mas, nggak baik masih waktunya makan," balas Nadia cepat.
"Mbak gimana sih? Kalo penting gimana? Siapa tau dari rekan kerjanya mas Kai, penting loh itu,"
"Iya, Vania benar. Lagipula kalian masih bisa lanjutkan makan,"
Hazel hanya mampu memutar bola matanya jengah melihat kelakuan adik dari papanya, Hazel lihat juga sepertinya mamanya sedikit tidak senang dengan Vania.
Merasa ada yang mengawasinya, Hazel mendongak disambut tatapan sarkas Zhiva yang tengah makan diseberang tempatnya. Hazel membuang muka malas dan lebih memilih menunduk melihat makanannya.
Prakk
Kai tiba-tiba berdiri dan memukul meja makan berbahan dasar kaca itu, membuat semua orang menatapnya terkejut.
"Kurang ajar!," umpatnya mengepalkan tangannya diatas meja hingga buku-buku jarinya terlihat memutih.
"Kenapa?," Nadia meraih lengan suaminya bertanya dengan lembut.
Vania menampilkan senyuman miringnya, perempuan berdress merah itu lantas berdiri menghampiri Kai dan mengambil kotak paket yang tadi sempat dilempar oleh Kai.
"Astaga, yaampun mbakk..," Vania menatap Nadia dan menutup mulutnya dengan ekspresi terkejutnya yang dibuat-buat.
Nadia penasaran dengan apa yang barusan membuat Vania terkejut dan suaminya marah, dia pun merebut kotak paket itu dari tangan adik iparnya.
Perempuan itu mengambil sesuatu didalam sana, beberapa foto dan sebuah testpack dengan dua garis merah. Sama halnya dengan Vania, Nadia juga shock sampai-sampai tubuhnya langsung jatuh diatas kursi kembali karena kehilangan keseimbangan.
"LIHAT! MAU SAMPAI KAPAN KAMU MEMBELA ANAK HARAM ITU! HAH?!,"
Teriakan Kai yang begitu keras membuat Jevano ingin bergerak tapi saat mengingat suatu hal cowok itu langsung kembali duduk dengan perasaan waswas.
"Semua itu bohong..," gumam Nadia menggelengkan kepalanya bersamaan dengan air matanya yang menetes perlahan. Tatapannya masih menunduk tapi suaminya itu bergerak mencengkeram kedua pipinya dan otomatis membuatnya mendongak.
"PENGKHIANAT MURAHAN!," bentak Kai dan langsung menghempaskan kasar wajah sang istri.
"CUKUP PA!," tak lagi tinggal diam, Jevano berdiri. Cowok itu menghampiri Nadia dan menarik mamanya masuk kedalam pelukannya.
"Kenapa papa kasar ke mama? Mama salah apa?," tanya Jevano menatap papanya tak menyangka.
Selama ini mungkin Jevano seringkali mendengar keributan orangtuanya tapi lama-lama dia tak tahan dengan sikap kasar papanya ke mamanya. Terlebih kali ini dia menyaksikannya langsung.
"Sudah waktunya untuk kalian semua tahu!," bentak Kai,"Lihat! Lihat ini!," pria menyodorkan beberapa foto yang diambilnya dari kotak paket itu, tapi karena putranya yang tak kunjung menerima, Kai jadi memaksa tangan Jevano dengan menaruhnya paksa.
Jevano yang masih setia mendekap mamanya itu seketika mendelik melihat foto-foto ditangannya. Dia lalu beralih mengambil sebuah testpack yang masih berada digenggaman mamanya.
"Sudah lihat kan?," tanyanya puas menatap Jevano, lalu Kai melangkah cepat kearah Hazel yang masih duduk dengan perasaan bingung,"Dia ini memang anak haram dan bukan bagian dari keluarga Mahanta!," pria itu menarik bahu Hazel hingga gadis itu berdiri.
"SEKARANG SAATNYA KAMU PERGI DARI RUMAH SAYA!,"
"PA!," Jarrel menjauhkan tangan Kai dari Hazel. Kedatangan cowok itu membuat semua orang terkejut termasuk Hazel sendiri.
Dan Hazel sungguh tak menyangka kalau Jarrel akan membelanya didepan Kai sekarang. Dia merasa sedikit lega dan terlindungi.
"Rel udah, biarin papa bawa dia," ucap Jevano dengan intonasi rendah.
Mata Jarrel menajam dengan kedua tangan yang mengepal erat,"Apa maksud lo? Dia ini adek lo bangsat!," sarkasnya pada Jevano. Jarrel ingin maju tapi tangannya ditahan cepat oleh Hazel.
"Lo yakin? Gue kira lo bakal benci dia setelah lo liat ini," dengan mata berkaca-kaca Jevano berjalan mendekat kearah kembarannya setelah menuntun Nadia untuk duduk kembali. Cowok yang berpakaian ala kadarnya itu menyerahkan sesuatu yang masih dipeganggnya kepada kembarannya.
Dengan ragu Jarrel menerimanya dan hal itu sukses membuat Hazel takut. Dia memang tidak tahu apa isi kotak itu tapi melihat kemarahan semua orang jadi membuatnya takut kalau Jarrel juga akan marah.
"SIALAN!,"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...