Hazel memegangi kepalanya yang terasa pusing, dia kemudian duduk dengan bantuan satu tangannya yang bebas. Dan sebuah ruangan bernuansa putih menyambut penglihatannya
Hazel memekik menyadari sesuatu,"Astaga gue dimana?," buru-buru Hazel menyibak selimut putih yang menutupi separuh tubuhnya.
Bersamaan dengan pergerakan Hazel terdengar seseorang membuka pintu ruangan itu dari luar.
Mata Hazel melotot begitu melihat kalau Mark yang datang. Hazel berdiri, kaki jenjangnya bergerak mundur dengan kedua tangan yang berada dibelakang meraba benda apapun yang ada diatas nakas.
"Lo udah sadar?," Mark kembali menutup pintu dengan satu tangannya.
"Stop disana!," Hazel mengarahkan gelas kaca berisi air trasparan itu didepannya untuk berjaga-jaga.
"Zel?,"
"Gue bilang jangan gerak kalo nggak mau gue lempar ini!," kedua tangan gadis itu bergetar membuat air transparannya sedikit tumpah.
"Nggak usah aneh-aneh lo! Taro gelasnya," tak mempedulikan ancaman Hazel, cowok berhodie hitam itu maju meletakkan semangkuk makanan keatas nakas membuat Hazel ikut bergerak menjauh masih dengan gelas kaca ditangannya.
"Maksud lo apa bawa gue kesini hah?! Lo mau Aiden marah dan habisin lo? Cukup bertindak bodoh dengan culik gue, Mark Skyler!,"
"Dan cukup atas semua tuduhan lo itu!," Mark beralih tatap kearah Hazel yang berdiri jauh dibelakangnya. Dia terlihat tak suka mendapat tuduhan macam-macam dari gadis yang disukainya itu.
"Nggak ada yang culik lo, gue cuma bawa lo kesini karena tadi lo pingsan dihalte. Kalo lo gue tinggal bisa--,"
Tiba-tiba ponsel Mark berdering membuat kalimatnya terpotong, buru-buru cowok itu merogoh saku celana jeans hitamnya,"Makan, sorry cuma ada itu disini," kata cowok itu sebelum melangkah melewati tubuh Hazel
"Woi gue mau pulang!," Hazel berjalan mengikuti tapi Mark lebih dulu menguncinya dari luar sembari mengangkat telfonnya.
"Pulang aja! Tengah malem gini lo mau kemana?," teriak Mark dari luar sebelum langkahnya terdengar semakin menjauh.
Hazel terus menggedor-gedor pintu kamar itu,"MARK BUKA!! GUE MAU PULANG BANGSAT!,"
"Sialan!," umpatnya kesal.
Dengan terpaksa Hazel kembali berjalan ke tempat tidur dan duduk pada sisi ranjang. Cewek itu kembali meletakkan gelas yang sejak tadi dibawanya, dilihatnya diatas nakas sana ada semangkuk bubur instan yang dibawakan oleh Mark.
Hazel tak peduli dia tidak mau makan biarlah dia kelaparan itu sudah biasa Hazel alami, gadis itu menoleh kearah tempat tidur dimana tadi dia sempat melihat tasnya ada disana.
Setelah meraih tas ranselnya Hazel membukanya dan mencari sesuatu dengan gerakan tergesa dan perasaan tak karuan. Saat dapat benda pipih yang dicari, Hazel menyalakannya tapi batrai ponselnya sisa dua persen.
Banyak spam chat dan panggilan tak terjawab dari Aiden cowok itu pasti ingin memastikan keadaannya, Aidennya pasti khawatir. Selain itu tak ada panggilan masuk dari orang rumah, apa mereka sama sekali tak mencarinya? Cukup Hazel, mereka bukan siapa-siapa lagi. Hazel menghapus air matanya menghalau tangis dan berusaha menguatkan diri.
Lebih baik Hazel menelfon Aiden, semoga saja cowok itu menjawab panggilannya dan bisa menolongnya saat ini. Hazel lebih baik berada dijalanan ketimbang berada ditempat yang sama dengan cowok gila seperti Mark Skyler.
"Halo Ai--,"
Tutt tutt
"Aiden? Aideenn..,"
Namun sialnya handphone-nya mati saat panggilannya baru tersambung. Hazel berjalan mondar-mandir berusaha menyalakan ponselnya. Ponselnya mati sebab batrainya habis, sekarang Hazel tidak bisa menghubungi siapapun untuk bisa menolongnya.
"Gue harus gimana? Gimana caranya gue bisa pergi dari sini?,"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...