30. Survive or leave

652 33 0
                                    

"Pergi Aiden!,"

Hazel terus memukul-mukuli dada bidang Aiden. Cowok itu tak membiarkan Hazel untuk melepas pelukan mereka.

Dia menangis, menangis dalam dekapan Aidennya. Hazel kecewa, kesal, sakit, semua bercampur menjadi satu. Tak ada kenangan manis yang tersisa bersama Aiden, sebab rasa sakit yang cowok itu ciptakan jauh lebih besar. Aiden sudah memberinya luka, luka yang terus menganga semakin lebar tanpa ada satu pun penangkalnya.

Dunia Hazel terlalu jahat, dia sejak kecil tidak pernah merasakan yang namanya bahagia. Rumahnya sudah menghancurkaan diri Hazel, lalu setelah dia mendapatkan seseorang yang dia kira bisa memberinya kebahagiaan itu justru malah mengkhianatinya?

Apa lagi yang Hazel harapkan? Kesalahan apa yang membuatnya mendapatkan hukuman sekejam ini?

Ini memang salah Hazel, salah Hazel karena sudah menganggap Aiden sebagai rumah ternyamannya.

"Gue benci lo! Lo jahat Aiden!,"

Masih belum berhenti Aiden berusaha menahan tangan Hazel dengan mendekapnya lebih erat lagi agar Hazel tak lagi bisa memukulinya.

"Hazel tenangin diri lo," bisik Aiden tepat disamping telinga Hazel.

Bukannya tenang, Hazel justru semakin dibuat marah,"Lepas!," dengan sekuat tenaga Hazel berhasil lepas dari pelukan Aiden, mendorong cowok itu sampai mundur beberapa langkah kebelakang.

"Pergi lo! Cowok brengsek!,"

Tangan Hazel meraih benda apapun diatas nakas untuk dilemparkannya kearah Aiden. Tapi bukannya menghindar Aiden justru semakin mendekat, cowok itu menahan tangan Hazel agar berhenti berulah.

"HAZEL CUKUP!," bentak Aiden spontan karena Hazel terus memberontaknya.

Lantas hal itu membuat pergerakan Hazel terhenti dan Aiden mengambil kesempatan untuk merebut vas bunga kecil yang Hazel genggam.

Hazel tertawa keras membuat Aiden terheran,"Apa? Lo mau nyakitin gue den?,"

"Den? Zeell please," pinta Aiden tak suka mendengar Hazel memanggilnya dengan sebutan, Den.

Sekejap Aiden semakin mendekatkan dirinya, tapi dengan cepat Hazel memperingatinya dengan satu tangannya berada didepan.

Masih dengan posisinya Hazel menunduk,"Cukup! Gue udah cukup hancur sama semua kelakuan lo," Hazel mendongak dan ditatapnya Aiden tajam,"Pergi lo, anjing! Pergi!," teriak Hazel memukul brankar.

"Hazeell gue bisa jelasin semuanya," pinta Aiden memohon dengan mengulurkan tangannya.

Gadis dengan handuk yang ada dibahunya itu menggeleng,"Enggak den, kalo lo niat jelasin udah dari kemarin lo kejar gue buat jelasin semuanya! Now it's too late Aiden," katanya diakhiri senyuman miris, miris melihat nasib buruknya.

"Zel,"

"Kita cukup sampai sini ya? Gue capek," kata Hazel lelah.

"Lo cewek labil Hazel!,"

"Iya! Gue emang cewek labil! Dan cewek labil ini nggak pantes buat cowok sesempurna lo!,"

"HAZELICA!,"

Lagi-lagi Aiden membentaknya, Aiden pikir cowok itu merasa hebat dengan membentaknya? Disisi lain mungkin Hazel memang takut, tapi dilain sisi Hazel tidak boleh kelihatan lemah. Bisa-bisa Aiden semakin berlaku seenaknya.

"Gue nggak akan pernah lepasin lo Hazel, enggak..," Aiden menggelengkan kepalanya lemah, menolak semua ucapan buruk Hazel termasuk permintaan Hazel selesai.

"Heran semua orang kenapa suka banget nyakitin gue," Hazel tertawa hambar, menertawakan kesialannya. Bahkan disaat keadaannya sudah seperti ini, Aiden masih belum mau melepaskannya? Lelucon apalagi coba.

"Gue nggak bisa hidup tanpa lo Hazel, gue mohon jangan gini. Gue cuma mau lo Hazel, sampai kapanpun,"

Hazel mendecih,"Bullshit!,"

"Aiden,"

Aiden menoleh kesamping, melihat siapa yang memanggilnya.

"Gue cariin taunya lo disini," kata cewek berambut sebahu dengan warna sedikit pirang diambang pintu ruang uks yang dibuka.

Aiden mengusap wajahnya frustrasi mendapati cewek yang sejak pagi tadi terus mengikutinya. Bahkan untuk Aiden menghampiri Hazel tadi saja, dia harus berbohong sampai akhirnya bisa kabur dari cewek itu. Tadi Aiden benar-benar kalut begitu ada yang mengabarinya kalau Hazel tenggelam dikolam.

Cewek itu mendekat kearah Hazel dan berdiri tepat disamping Aiden,"Lo yang kemarin kan? Kenalin gue Tami tunangannya Aiden," cewek bernama Tami itu mengulurkan jemari-jemari lentiknya berniat memberi salam perkenalan.

Aiden sedikit menjauhkan tubuhnya dari Tami, sedangkan Hazel diam saja tak membalas ataupun menjawab ucapan Tami.

Merasa canggung Tami menurunkan tangannya tak lupa meniup telapak tangannya, seakan mengusir debu yang menempel disana, sungguh sikap yang sangat angkuh membuat Hazel semakin muak melihatnya.

Dengan bola mata yang bergulir, Tami mengamati setiap inci penampilan Hazel lalu cewek itu mengangguk-ngangguk seakan selesai menilai sesuatu,"Nama lo Hazel? Mantannya Aiden?," tekan Tami pada kata Mantannya.

"Tam?," Aiden langsung menatap Tami penuh peringatan.

"Lo mau gue aduin papa den?,"

"Jangan mulai, tam. Hazel masih cewek gue dan lo belum jadi tunangan gue!,"

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang