Suara deburan ombak terasa seperti musik pengiring kegalauan. Dengan sanggahan kedua tangan yang berada dibelakang, Aiden terus memperhatikan setiap lekuk wajah Hazel yang berubah sepersekian detik. Gadis itu sibuk melihat banyaknya orang yang bermain air ataupun berenang dipantai, melihat keseruan itu Hazel jadi ingin. Tapi Hazel takut.
Tak tinggal diam Hazel menggeser duduknya ke tepi tikar membuat Aiden merubah posisi duduknya untuk kembali tegak.
Cewek itu ternyata bermain pasir pantai, membentuknya dengan kedua tangan mungilnya yang terlihat sangat lucu seperti seorang anak kecil bukan seorang remaja.
Aiden mendekat dan membantu Hazel untuk membentuk tembok tinggi yang entah ingin cewek itu jadikan apa.
"Buat apa?,"
"Buat penghalang hubungan kita," cetus Hazel.
Merasa lucu dan tak masuk akal Aiden tertawa pelan, cowok itu menyugar rambutnya yang tertiup-tiup angin kencang.
"Gue terpaksa Hazel,"
Pergerakan tangan Hazel berhenti lalu mendongak menatap Aiden yang berada tepat disampingnya. Tatapan Aiden meneduh seakan memohon suatu hal padanya dan Hazel jelas tak tega melihat itu, tapi dia tidak boleh luluh.
"Terpaksa harus tunangan sama Tami,"
Mendengar penjelasan itu Hazel merotasikan bola matanya malas dan kembali sibuk dengan pasir yang tadi sudah dibentuknya seperti sebuah benteng tinggi.
"Tami itu anak dari sahabatnya papa dan dia punya penyakit serius,"
"Urusan kamu?,"
"Gue udah tolak tapi papa malah ancem gue,"
"Hal apa yang nggak aku tau tentang kamu Aiden?," tanya Hazel tak menyangka.
"Lo yang paling tau gue Hazel," balas Aiden cepat.
"Tapi aku nggak tau tentang keluarga kamu sedangkan kamu tau semuanya tentang keluarga aku, itu nggak adil!,"
Bagi Hazel, Aiden selalu merasa dia butuhkan sedangkan untuk Aiden, Hazel merasa tidak dibutuhkan oleh cowok itu. Hazel tidak pernah tahu apapun tentang keluarga Aiden, yang Hazel tahu Aiden anak tunggal keluarga Biantara dan kedua orang tuanya yang lengkap. Sayangnya mama Aiden tak menyukai Hazel saat pertama kali Aiden mengajaknya makan siang dirumah cowok itu.
"Nggak semua hal harus lo tau--,"
"Iya! Karena aku emang nggak penting kan?,"
"Hazel?," peringat Aiden tak suka.
Cowok tinggi itu mengehela nafas menstabilkan emosinya yang gampang meluap,"Gue tau masalah lo seberat apa dan gue nggak mau lo mikirin apa yang nggak harus lo pikirin. Karena lo cuma perlu tau kalo gue cinta sama lo dari dulu, sekarang, dan selamanya,"
Bukan maksud Aiden menjadikan Hazel seperti itu, Aiden hanya tidak mau Hazelnya semakin sakit dengan tahu masalah keluarganya. Aiden tidak ingin menambah beban Hazel, cewek itu sudah cukup lelah diuji kehidupannya lebih dari yang Aiden dapat.
"Dengan kamu yang bakalan pergi dari aku kan?," kekeh Hazel ringan.
"Gue nggak akan pergi ninggalin lo Hazel, meskipun nantinya gue tunangan sama Tami, kita bakal tetep kayak gini,"
"Gampang ya ngomong gitu? Kamu nggak tau perasaan aku Aiden? Pura-pura bego apa emang bego sih?,"
Sekalipun dengan alasan yang serius, Hazel tetap sakit. Lagipula perempuan mana yang tidak sakit ketika laki-lakinya dengan terang-terangan menduakannya tanpa mau membiarkannya untuk pergi? Itu sakit.
Kalau disuruh memilih antara dilukai Aiden atau dikhianati, Hazel lebih memilih untuk dilukai Aiden. Buktinya Hazel bisa tahan sekalipun tubuhnya menjadi sasaran gila Aiden.
Lebih baik darah keluar dari kulitnya ketimbang lara yang menyayat hatinya.
"Dulu aku pernah bilang kan? Kalau ada orang lain yang datang buat kamu, aku bakal pergi Aiden,"
"Tapi situasinya beda Hazel,"
Tangan Hazel bergerak meremas pasir yang sudah dibentuknya barusan, dia menggertakan giginya diam-diam lantaran kesal.
"Sama kayak benteng pasir ini hati aku udah hancur Aiden," kata Hazel dengan menunjukkan pasir yang ia remas dan berada digenggamannya.
Seperti sebuah perumpamaan benteng pasir yang berdiri kokoh namun bisa hancur dengan mudah. Se-sensitive itu perasaan Hazel dengan yang namanya pengkhianatan, tidak hanya dirinya bahkan semua orang juga pasti benci pengkhianatan bukan?
"Kalau gitu biarin gue yang bangun lagi,"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...