31. Still hoping

613 32 0
                                    

Selesai mengganti pakaian renang dan meletakkan baju olahraga kedalam loker, Hazel kembali ke kelasnya. Dia berjalan sendirian menyusuri koridor yang sudah sangat sepi hanya ada beberapa siswa siswi yang sedang ekskul.

Hazel kira dia sudah mati tenggelam tadi, tapi ternyata masih ada yang menyelamatkannya. Harusnya Hazel bersyukur untuk itu, tapi rasanya lebih baik dia tidak selamat saja.

Hazel ingin lari dari masalah, dia jujur, dia bilang. Tapi bukan dengan cara sengaja, misal seperti tadi?

Tapi kalau disuruh kembali menghadap kolam dan meminta orang untuk mendorongnya Hazel lebih baik tidak. Dia tidak akan datang kesana lagi, sudah cukup tiga kali dia tenggelam.

Hazel menoleh tepat kearah lapangan dimana ada Aiden yang memanggilnya dan berlari menyusulnya. Hazel buru-buru pergi dari sana, sangat malas bertemu cowok itu.

Namun lengannya dicekal cepat oleh Aiden yang tiba-tiba sudah ada dibelakangnya,"Ikut gue,"

"Nggak!,"

"Kali ini aja, kita bicarain soal hubungan kita Hazel,"

"Lo tuli ya? Gue bilang enggak ya enggak!," bentak Hazel kasar.

"Tapi--,"

"Aiden!,"

Hazel sedikit melongo melihat siapa yang memanggil Aiden,"Tuh ada tunangan lo, lepas!," titah Hazel membuat Aiden menurunkan pandangannya dan segera melepas cekalannya pada lengan cewek itu.

Melihat Tami yang berjalan semakin mendekat membuat Hazel malas dan langsung memilih untuk pergi begitu saja dari sana.

"Lo ngapain sih nyamperin dia terus? Itu temen lo pada nungguin,"

"Nggak usah gandeng gue, bisa?,"

Semakin Hazel lihat Aiden bersama Tami semakin membuat perasaannya sakit. Tapi dia tidak bisa menghapus Aiden dari pikiran dan perasaannya, disela keadaan buruknya itu Hazel masih saja memikirkan Aiden, kenapa cowok itu bersikap sedemikian dengannya?

Astaga Hazel! Lo masih berharap Aiden ngejar lo dan bujuk-bujuk lo?

Tidak mau bohong, Hazel memang masih berharap kalau Aiden akan memilih dirinya, mengejarnya, dan menahannya untuk menyuruhnya tetap bersama cowok itu.

Hazel kembali menitikkan air matanya, dia menoleh kebelakang melihat Aiden dan Tami berjalan beriringan menuju lapangan basket. Biasanya Hazel yang seringkali menemani Aiden latihan basket tapi sekarang? Posisinya sudah tersingkirkan begitu saja.

Sambil berlari Hazel mengusap pipinya yang terus menerus basah, gadis itu sampai hampir menabrak tubuh seorang cowok yang berlari berlawanan arah dengannya karena pandangannya yang memburam.

Sesampinya dikelas, gadis itu dengan cepat memakai hoodie doraemonnya setelah sempat memesan taxi online.

Menghapus air matanya, Hazel menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan. Dia berusaha meyakinkan dirinya untuk tetap kuat. Hazel tidak boleh terlihat lemah meski tanpa Aiden, meski Aiden sudah memiliki penggantinya.

Setelah dirasa cukup rileks Hazel menggendong tasnya disatu lengan, gadis itu berjalan keluar dari kelasnya. Namun, baru sampai diambang pintu lengan seseorang berhasil menghalangi langkahnya.

Hazel mengerutkan keningnya dalam melihat seseorang itu ternyata adalah Tami.

Tami menurunkan lengannya dan langsung menyilangkannya didepan dada,"Jauhin Aiden, karena lo! Nggak pantes buat dia!," dengan menekan setiap kata, Tami mendorong bahu Hazel kasar menggunakan telunjuknya.

Hazel masih diam menatap bahunya yang sedikit disentuh oleh Tami. Gadis itu menggeram menahan kesal, kedua tangannya sampai mengepal erat disisi tubuhnya, tapi Hazel berusaha keras untuk menahan emosinya agar tak meluap. Meski dia gadis yang cukup barbar, dia tetap tahu apa yang harus dihadapinya disetiap situasi yang berbeda. Ya mungkin karena pengalaman, pengalaman menghadapi emosi setiap manusia beda karakter. Termasuk yang karakternya seperti ular.

"Siapa yang deketin duluan siapa yang marah, sehat kak?,"

Dengan sigap Hazel menahan lengan Tami yang melayang diudara ingin menamparnya, lantas Hazel menurunkan lengan Tami perlahan.

"Ma'af ya kita nggak kenal, permisi,"

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang