64. Express emotions in the lake

332 20 0
                                    

Sekolah bukan tempat ternyaman untuk Hazel, seharian dia banyak mendapat ucapan buruk. Semua siswa-siswi tak luput memandanginya dengan rendah, Hazel seakan sudah tak memiliki harga diri di depan mereka.

Dia mencoba untuk tak terkecoh tapi telinganya masih berfungsi baik, jadi mustahil kalau dia tidak dengar dan tidak sakit hati. Mau membantah, lawannya bukan satu dua orang.

Sekarang gadis itu berjalan sendirian di pinggir jalan raya, pandangannya terus menunduk. Dia terus berjalan dengan bahu yang merosot lesu dan tak jarang lalulalang manusia yang ikut keheranan melihatnya.

Sudah sejak sepuluh menit lamanya dia berjalan kaki dari sekolahnya, di siang hari yang terik begini. Sampai akhirnya langkahnya itu berbelok ke jalan yang cukup sepi, disana suasana cukup teduh lantaran banyak pohon rindang tepatnya ada sebuah taman mini. Namun, bukan kesana tujuan Hazel melainkan masih ke dalam, tepatnya terdapat sebuah danau kecil yang terletak didalam sana diantara pohon rindang yang menghalanginya. Kalau disebut hutan juga bukan, sebab halamannya luas dan pohonnya hanya tumbuh beberapa saja.

Seulas senyum terbit dibibirnya, begitu melihat pemandangan yang sangat ia rindukan. Ilusi memenuhi otaknya, dimana dulu dia dan Aiden seringkali kesana dan duduk pada batang pohon roboh menghadap ke danau kecil itu.

Hazel tidak ingin pulang dia malas bertemu manusia-manusia brengsek yang semakin menambah lukanya.

Gadis itu duduk disana sendirian, dia memandangi danau kecil nan asri di depannya. Tempatnya yang lumayan dekat dengan sekolah membuatnya ingin berjalan kaki saja, lagipula dia harus menghemat uang.

Saat ekor matanya tak sengaja menangkap sebuah kerikil, ide cemerlang muncul diotaknya. Hazel membungkuk mengambil bebatuan kecil dibawah kakinya lalu tersenyum simpul.

Plung

Satu batu berhasil di lemparkannya ke danau dan itu membuatnya sedikit lebih tenang.

Plung

Plung

Kegiatannya itu membuatnya otomatis teringat dengan semua hal yang sudah dialaminya, Hazel menggeram kesal. Masih terus melempari air danau yang jernih itu sambil misuh-misuh.

"BRENGSEK!,"

"GUE CAPEK DIPAKSA SEMPURNA!,"

"KAI SETRESS!,"

"AIDENANJING!,"

"LO SEMUA GILA! GUE BENCII!!,"

"BODOH BANGET HAZEL! LO BODOH!,"

"ARRGGHH!,"

Plung

Terdengar lemparan batu ke danau disaat Hazel menjambak rambutnya frustasi, seketika dia diam.

Hening sejenak.

"Seru ya?,"

Hazel memiringkan kepalanya melihat sosok yang barusan bersuara tepat didekatnya. Dia bernapas lega begitu melihat wujud manusianya, tapi sayangnya itu Mark. Raut muka Hazel semakin terlihat tak ramah, suasana hatinya semakin buruk.

"Kok lo disini?," sarkas Hazel tak senang.

"Takdir mempertemukan kita,"

"Nggak lucu," Hazel melengos malas.

"Iya, karena cuma lo yang lucu,"

"Apa sih lo?,"

"Gapapa,"

Keduanya saling diam, Hazel enggan berinteraksi dengan Mark apalagi berdekatan dengan cowok itu, maka dia menggeser tubuhnya dan duduk dipaling ujung sambil memangku ranselnya untuk menutupi rok selututnya.

"Kenapa lo selalu jauhin gue?,"

Hazel menoleh dengan alis menukik, menatap Mark selama beberapa saat sampai cowok itu tertawa dan mengalihkan pandangannya merasa terintimidasi.

"Kenapa lo selalu deketin gue?," gantian Hazel yang balik bertanya, masih dengan menatap cowok berjaket denim yang tengah menatap lurus itu.

"Karena gue suka,"

Keduanya saling pandang dengan tatapan masing-masing, entah apa yang sedang kedua orang itu pikirkan.

"Apa yang lo suka?,"

"Apapun tentang lo,"

Dengan cepat Hazel mengalihkan tatapannya, dia hanya diam tak bisa membalas ucapan Mark yang rasanya tak perlu ia jawab.

Mark kan memang seperti itu, kalimat yang keluar dari mulutnya selalu setengah-setengah. Mark jelas sama saja dengan laki-laki buaya kebanyakan, tapi kalau dipikir-pikir cowok itu kenapa masih mengejarnya padahal jelas banyak cewek yang mengantri untuk mendapatkannya.

"Gue heran kenapa akhir-akhir ini lo baik sama gue," kelakar Hazel berharap seseorang di sebelahnya mendengar dan mau menjawab.

"Emang selama ini gue jahat?,"

"Apa lo pikir dengan culik gue waktu itu perbuatan yang baik?,"

Mark terkekeh pelan,"Gue nggak tau, mungkin karena waktu kita ketemu yang tinggal bentar. Emang lo nggak mau jadi pacar gue? Kan sekarang lo udah jomblo,"

"Jangan kejar sesuatu yang nggak lari. Lo nggak bakal dapet, karena mau seberapa keras pun lo kejar, lo cuma bakal dapet sakitnya,"

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang