Malam gelap diterangi bulan sabit yang cantik, sangat indah.
Gadis yang memakai piyama bergambar doraemon itu mengukir senyum menatap hamparan langit malam tanpa bintang.
"Hazel, meskipun gue bukan senja yang lo tunggu, gue bisa jadi langit yang selalu ada buat nemenin lo tiap waktu,"
"Aiden lo dimana?," gumam Hazel menatap langit malam kala itu.
Kalimat Aiden selalu Hazel rekam dengan jelas didalam otaknya, jadi tak heran dalam keadaan apapun Hazel hanya mengingat Aiden, Aiden, dan Aiden. Ya itulah Aidennya.
Hazel merindukan Aidennya. Dia selalu membutuhkan cowok itu tapi Hazel juga tak bisa memaksa Aiden untuk terus berada disampingnya.
Dia tidak tahu kapan semua ini berakhir. Hidupnya dipenuhi drama. Hazel lelah tapi apa bisa semua orang membiarkannya tenang barang sebentar saja?
Hatinya sangat hancur mendapat kemarahan dari semua orang. Satu fakta yang sekarang Hazel tahu, dia bukan anak dari pria bernama Kai Mahanta.
Sudut matanya berair tanpa gadis itu sadari. Semua orang membencinya, Hazel tidak tahu dia harus berlari kemana.
Kedua tangannya bertumpu pada railing balkon sejak setengah jam lamanya, Hazel tidak berminat untuk beranjak dari sana.
Dari atas sini, Hazel bisa melihat rumah megah keluarga Mahanta. Disana kamarnya gelap, begitu juga dengan kamar Jarrel dan Jevano.
Namun sebuah siluet berhasil mencuri pandangannya, tepat dikamar utama yang masih diterangi lampu. Pintu balkon full kaca dikamar itu tertutup gorden putih, dari sini Hazel bisa melihat Kai menunjuk-nunjuk Nadia dan Nadia yang duduk menangis, sepertinya lelaki itu marah.
"Sorry ya, gue sering liat mereka berantem,"
Hazel menolehkan kepalanya, gadis itu terkejut melihat kehadiran Aluna yang tiba-tiba.
"Sering?," Hazel mengernyit. Bahkan orang lain tahu kalau Kai dan Nadia sering bertengkar, kenapa Hazel baru tahu akhir-akhir ini?
"Iya, gue suka liat bintang dari sini terus sering liat mereka berantem malem-malem. Tapi gue diem aja kok nggak bilang siapa-siapa, suer deh," Aluna buru-buru mengangkat tangannya keudara memberi peace berusaha meyakinkan Hazel kalau dirinya tidak aneh-aneh.
Hazel terkekeh kecil melihat tingkah Aluna yang seperti orang takut kepergok menguntit. Padahal Hazel tidak apa-apa.
"Santai aja lun, lagian emang bener kok keluarga Mahanta nggak seharmonis keliatannya. Keluarga Mahanta itu sama aja kayak keluarga lainnya," kata Hazel dengan pandangan lurusnya kearah rumah keluarga Mahanta yang kini sudah gelap semua.
Aluna mengangguk-ngangguk,"Yaa iya sih, tapi lo jangan bilang ke meraka ya?,"
Hazel menatap Aluna,"Enggak Alunaa.. lo sendiri tau gue diusir kan? Gue justru bingung mau kemana lagi setelah ini," lalu kembali menatap kearah lain berusaha menahan lelehan air matanya agar Aluna tak melihatnya.
"Hazeell lo disini aja yaa?," cewek berlesung pipi dua itu menatap Hazel dari samping, dia tahu Hazel sedih dan Aluna kasihan padanya.
Setelah berhasil mengusap air matanya, Hazel kembali menghadap tubuh Aluna,"Nggak bisa Aluna, gue orang lain dirumah lo," gadis itu memegang kedua pundak Aluna penuh pengertian.
"Gapapa biar gue bilang papi buat adopsi lo," kata Aluna dengan antusias.
Hazel menunduk beralih menggenggam kedua tangan Aluna,"Makasih ya lun, tapi gue nggak mau ngerepotin siapapun," kata gadis itu lalu kembali mendongak menatap wajah Aluna yang seperti prihatin melihatnya.
"Aluna? Hazel?,"
Keduanya kompak menoleh kesumber suara, diambang pintu balkon terlihat seorang wanita anggun yang berjalan semakin mendekat. Hazel melepaskan tangannya dari tangan Aluna begitu juga dengan Aluna yang langsung beralih menghadap seorang wanita paruh baya itu.
"Tante," sapa Hazel yang diangguki wanita yang merupakan ibu dari Aluna.
Suasana keluarga Aluna lebih hangat dari keluarga Mahanta, semua yang ada dirumah ini bersikap natural dan saling menunjukkan kasih sayang. Hazel iri melihatnya.
"Mami buatin Hazel juga kaann?," tanya Aluna dengan binar matanya yang membuat Hazel mengernyitkan dahi bingung.
"Iya dong sayang,"
Erina, Mami Aluna itu mengusap lengan Hazel lembut,"Ayo masuk, tante juga buatin Hazel susu, kalian minum terus langsung tidur ya?,"
Aluna dan Hazel sama-sama putri bungsu dikeluarga mereka, bedanya Aluna disayang dan dimanja sedangkan Hazel tidak. Bahkan mau tidur saja, tante Erina begitu perhatian pada putrinya. Kalau Hazel mana mungkin, dia dibolehkan tidur jam sepuluh saja sudah senang.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...