41. Conditional value

459 23 1
                                    

Keluar dari ruang guru setelah mengerjakan ulangan harian kimia yang kemarin Hazel lewatkan, gadis itu berjalan menyusuri koridor sendirian. Dia akan kembali lagi kesana nanti sebelum pulang sekolah, mengambil nilai hasil koreksiannya untuk ditunjukkan pada Kai seperti biasa dan seperti biasa pula Hazel selalu berharap nilainya sempurna.

Sejak tadi Hazel terus berusaha menghubungi Aiden tapi nomor cowok itu tidak aktif, saat dia tanya pada salah satu kakak kelasnya yang merupakan teman sekelas Aiden sekaligus teman mainnya itu, katanya Aiden tidak masuk sekolah lagi. Sayangnya kakak kelasnya itu tidak tahu bagaimana kabar Aiden sekarang, mengingat Aiden akhir-akhir ini sering absen sekolah.

Jadi, Hazel putuskan untuk menjenguk Aiden dirumah sakit, kali aja cowok itu masih berada disana. Kalaupun tidak, Hazel akan nekat datang kerumah Aiden.

Selain ingin melihat keadaan Aiden, Hazel juga ingin menanyakan suatu hal pada keluarga Aiden atau setidaknya Aiden sendiri mengenai papanya yang kemarin dipanggil ke kantor polisi.

"Ups? Aduh sorry yaa..,"

"Sengaja," imbuhnya pelan.

Hazel mengepalkan tangannya kuat sembari menggertakkan giginya diam-diam, gadis itu mengambil napas perlahan berusaha meredam kekesalan. Saat pandangannya terangkat ternyata yang didapatinya adalah Tami.

Ditangan cewek yang merupakan murid baru sekaligus kakak kelasnya itu ada sebotol minuman berasa yang sengaja ditumpahkan ke seragam Hazel.

Karena sangat malas berurusan dengan manusia jenis satu ini, Hazel memilih untuk mengabaikannya tapi seperti keadaan tak menyukainya berada dalam ketenangan Tami menarik lengan Hazel agar tak pergi.

"Mau kemana?,"

"Lepas!," ucap Hazel dingin.

Saat lengannya bebas Hazel kembali berjalan melalui tubuh dua cewek yang berdiri beriringan ditengah koridor.

"Songong banget tu cewek,"

Hazel menggeleng tak peduli mendengar ucapan Tami, dia semakin mempercepat langkahnya supaya cepat sampai dikelasnya.

Hari ini rasanya Hazel tak bersemangat belajar, dari awal sampai akhir jam pelajaran, dia sama sekali tidak bisa fokus, mengingat dia juga sedang tidak enak badan.

Beberapa guru tadi juga sempat menegurnya karena Hazel terus melamun, tidak aktif menjawab seperti biasanya. Untuk itu dia meminta ma'af pada gurunya, bahkan teman sekelasnya ikut menatapnya heran begitu juga dengan Zhiva yang terang-terangan menatapnya remeh.

Selesai jam terakhir, Hazel buru-buru keruang guru ingin mengambil nilai hasil ulangan hariannya. Setelah mendapatkan apa yang dinanti Hazel segera melihat kertas hasil nilainya dengan jantung berdebar cepat.

Cewek itu melunturkan senyumnya seketika saat nilainya tak memuaskan, dia bilang apa nanti pada papanya? Hazel meluruhkan bahunya lemah.

"Hazel!,"

Hazel menoleh saat seseorang memanggil namanya,"Kenapa?," sahutnya dengan mengangkat satu alisnya.

"Gapapa, itu kertas ulangan harian punya lo?," tebak Naya yang tepat sasaran.

Hazel buru-buru menyembunyikan kertasnya kebelakang tubuhnya lantaran Naya ingin melihat nilainya. Masih tidak menyerah, Naya terus berusaha meraih selembar kertas putih yang membuatnya kepo itu, sayangnya tidak berhasil karena Hazel terlalu lincah dalam menghindari gerakannya.

"Jangaann nayy nggak boleh,"

"Ihh boleh dongg kan gue juga pengen tau nilai lo,"

"Enggak pokoknya enggak!,"

"Gue kasih tau nilai gue deh yaa.. yayaya?," mohon Naya menangkupkan kedua tangan didepan dada dan menampilkan puppy eyes-nya.

Dengan amat terpaksa Hazel mengangguk pasrah, dia paling tidak bisa menolak permintaan tulus seseorang. Dan orang itu salah satunya adalah Naya, meski mereka tidak begitu dekat tapi Hazel merasa Naya lebih baik dari temannya yang lain.

Lagipun Naya anaknya mau berteman dengan siapapun, lingkup pertemanan cewek itu sangat luas dan tidak peduli dengan siapapun itu. Intinya Naya selalu berpihak pada siapa yang menurutnya benar, kalaupun tengah dalam perselisihan.

Tapi cukup heran juga, mengapa Naya tetap mau berteman dengannya disaat semua anak disekolahnya menjauhinya?

"Bagus nilainya," balas Hazel tersenyum tulus, usai Naya membisikinya berapa nilai ulangan harian kimia yang cewek itu dapat kemarin.

"Lo berapa? Gue yakin pasti seratus kan?,"

Hazel menggeleng kecil dan menampakkan tangannya kembali, lalu menyerahkan kertas miliknya pada Naya. Naya langsung menerimanya dengan tak sabaran cewek itu buru-buru melihat nilai Hazel yang pastinya always sempurna.

"Wah gilak! Lo emang selalu keren Hazel, lo pinter banget gue iri tau!," adu Naya merasa takjub sedangkan Hazel sendiri justru tersenyum masam.

Harusnya Hazel bisa bersyukur atas nilai yang didapatnya, seperti teman-temannya yang lain. Meski mereka nilainya rendah mereka tetap happy happy saja, sedangkan dirinya? Mana bisa seperti itu. Itulah, tidak heran kenapa teman-temannya menjulukinya cewek yang sangat ambis nilai.

Disaat nilainya tidak sempurna disitulah penyiksaannya.

"Oh iya, lo tau nilai siapa yang paling tinggi?,"

"Iya, si Zhiva! Dia dapet seratus, yaa biasalah kalo nilainya tinggi dia bakalan sombong. Coba kalo ada lo dan nilai dia lebih rendah, pasti nggak bakalan tu pamer sana-sini,"

Oh Zhiva? Oke, sepertinya Hazel harus siap fisik mentalnya.

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang