Terlalu banyak kejadian seharian ini disekolah, Hazel lelah. Lelah dalam artian segalanya.
Seperti biasa suasana rumah selalu dingin, bukan karena ac-nya tapi penghuninya. Tanpa memberi pamit, Hazel beranjak dari ruang makan menuju kamarnya. Gadis itu tidak betah dengan suasana seperti itu lebih baik juga dia menyendiri, bicara sendiri dalam hatinnya jauh lebih seru.
"Tidak sopan!," ketus Kai pelan namun masih jelas Hazel dengar.
Tak mempedulikan hal itu, Hazel tetap melangkah meninggalkan perkumpulan manusia dimeja makan.
Sebelum memulai belajar, gadis itu membuka ponselnya sebentar sembari berjalan dan mendudukkan bokongnya ke bibir ranjang setelah dia menutup pintu kamarnya.
Ada banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Aiden, terakhir kali baru lima menit yang lalu hingga tak lama kemudian ponselnya berdering dan tertera nama Aiden dilayar ponselnya.
Tanpa pikir panjang Hazel menolak panggilan itu dan langsung memblokir nomor Aiden. Sejak tadi Hazel memang menyalakan mode silent pada ponselnya, bukannya apa dia hanya malas diganggu. Ya Hazel memang sudah menebak kalau hal itu akan terjadi dan benar saja kan?
Tiba-tiba Hazel jadi teringat perkataan Kai kemarin, saat dia menanyakan alasan mengapa dirinya diminta kembali kerumah ini.
"Saya hanya tidak ingin ada berita buruk tentang keluarga saya, sebab ada rekan kerja saya yang sempat melihat kamu dipinggir jalan seperti anak terlantar,"
"Ya kenapa nggak bilang aja kalo Hazel bukan anaknya papa, bereskan?,"
"Siapa lagi yang akan saya banggakan prestasinya?,"
"Terus apa gunanya dua anak cowok papa itu?,"
"Kamu tenang saja, karena saya juga tidak akan lama-lama menampung kamu dirumah ini dan jangan berusaha kabur kalau kamu memang ingin tahu siapa orangtua kandung kamu,"
Kalimat Kai kala itu terus menyita pikirannya. Alasan Hazel tetap berada dirumah ini ya karena Kai sudah menjanjikannya untuk memberitahu siapa orangtua kandungnya. Tepatnya mungkin ayahnya, karena ibunya sudah jelas adalah Nadia.
Hazel harusnya kecewa pada mereka semua karena fakta mengejutkan yang baru diketahuinya. Mereka bilang Hazel anak dari hasil hubungan gelap Nadia dan selingkuhannya.
Bagaimana perasaan Hazel saat tahu semua itu? Dia benar-benar hancur dan kecewa tapi semua seolah menjadi salahnya. Hazel tak mendapat keadilan, dia salah, dia terus saja disudutkan seakan dia adalah manusia yang tak pantas ada.
Hazel ada hanya untuk disiksa
Mungkin kalimat rancangan Hazel itu lebih cocok untuknya?
Lantas apa yang harus Hazel syukuri dari semua yang didapatkannya? Bersyukur atas siksaan yang Kai beri? Atau bersyukur atas rasa sakit yang Aiden beri? Ah ya! Masih banyak juga orang lain yang membencinya dan terus memberinya luka sekalipun lewat perantara, misal seperti Zhiva dan mamanya? Dua saudaranya? Mark Skyler? Dan satu lagi.. Tami? Apa semua itu harus Hazel syukuri?
Mungkin juga iya, dengan adanya semua orang yang membencinya membuat mentalnya kuat. Awalnya mungkin dipaksa, tapi setelah lama ternyata semakin terbiasa. Untung Hazel tidak sampai gila.
Tanpa sadar, ternyata rasa sakit Hazel datang dari orang-orang terdekatnya, terdekat dalam artian status bukan hubungan.
"Kamu sudah mulai membangkang? Sudah tidak mau belajar? Hah?!,"
Gadis dengan kaos hitam kebesarannya itu terkejut begitu ponselnya dirampas oleh Kai yang tiba-tiba ada dikamarnya tanpa Hazel sadari, karena gadis itu sejak tadi sibuk melamun.
"Minggu depan kamu sudah ujian kenaikan kelas! Kalau sampai peringkat kamu dibawah Zhiva kamu akan dapat akibatnya!,"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 Schmerz _________________________________________ 'Skenario itu takdir' "Anak tidak tahu diri seperti kamu memangnya bisa apa selain menyusahkan saya?!," "Lo bener bener ya! Minta ma'af sekarang atau lo bakal dap...