55. Stress relief breakroom

537 33 6
                                    

Hazel aneh, bisa-bisanya dia tak menolak ajakan Mark malah justru dia sendiri yang ikut. Ya sebenarnya tidak ada maksud apa-apa, Hazel hanya terbawa keadaan, mengingat Mark seringkali menolongnya membuatnya berkeinginan untuk membela Mark didepan Aiden. Padahal sebelumnya Hazel sangat takut untuk sekadar menatap Mark di depan Aiden, tapi kini semuanya sudah berbeda.

Hazel dan Aiden bukan lagi apa-apa.

Jadi, tidak ada hak untuk Aiden marah padanya dan tidak ada yang bisa melarang kemauannya, anggap saja kalau Hazel sudah bebas.

Tapi lihatlah Mark belum juga mengantarkannya pulang, malah membawanya ke tempat asing yang sama sekali belum pernah Hazel datangi.

Turun dari atas motor, dihadapannya Hazel disuguhi pemandangan gedung besar berlantai dua yang mana dilantai pertamanya merupakan sebuah restaurant.

"Ayo masuk!," ajak cowok yang tiba-tiba sudah berdiri disampingnya.

Memiringkan kepalanya ke kiri menatap cowok yang tadi sempat dia obati lukanya ah tepatnya Hazel hanya menemani, karena dia sendiri tidak mau menatap darah yang keluar dari beberapa kulit cowok itu tadi. Meski begitu dia sudah cukup membantu bukan?

"Eh?," Hazel terkejut begitu Mark menarik tangannya tanpa izin. Hazel terlalu lama berpikir membuat Mark yang memiliki jiwa tak sabaran itu jadi gemas sendiri.

"Lepasin! Lo mau ajak gue makan?,"

Ocehan gadis berkuncir kuda itu sama sekali tak direspon oleh Mark, cowok itu terus menarik tangannya sampai hampir mencapai anak tangga tapi sebelum itu terjadi Hazel menahannya.

"Lo mau bawa gue kemana?! Jangan aneh-aneh deh!," tahannya memicingkan mata curiga.

Mark menghela napas,"Baca!," pintahnya mengedikkan dagu menunjukkan sebuah plang yang terpasang disana.

"Breakroom?," monolog Hazel membaca tulisan dipapan yang lumayan besar,"Tempat apaan nih?!,"

"Udah ikut aja!," ajak Mark ingin kembali memegang tangan Hazel, tapi sebelum itu Hazel lebih dulu menepisnya.

"Enggak gue nggak mau!,"

"Ini bukan kayak yang ada diotak lo zel, ayo!," tak mengindahkan penolakan Hazel, Mark tetap menarik tangan Hazel menaiki lantai dua tempat tujuannya datang kesana.

Sekarang Hazel mengerti begitu cowok itu membawanya masuk, mereka diminta memakai alat pelindung diri yang terlihat sangat mirip seperti seragam pemadam kebakaran. Sambil mendengarkan arahan mereka berdua masuk ke salah satu Anger room, di dalam sana mereka sudah disuguhi botol kaca dan beberapa barang bekas yang bisa dihancurkan lainnya.

"Nih," Mark menyodorkan sebuah alat pemukul mirip tongkat bisbol tapi ukurannya sedikit lebih kecil, tapi Hazel hanya memandanginya saja.

"Lo lagi kesel kan? Luapin amarah lo disini, ngerti?,"

Seakan baru diyakinkan Hazel mengangguk dan menerima tongkat pemukul itu dari tangan Mark.

Disatu ruang sempit ber AC ini hanya ada Hazel dan Mark. Seketika kedua tangan Hazel berkeringat dingin begitu memegang tongkat pemukulnya, dia agak ragu-ragu. Berusaha mengatur napas, perlahan Hazel mulai mengangkat tongkat pemukulnya dan--

Pyarr

Pyarr

Prok prok prok

"Bagus! Ayo terus!," sorak Mark sambil bertepuk tangan.

Hazel menarik sudut bibirnya merasa lega, sejenak bebannya terasa lebih ringan setelah berhasil memukul beberapa botol kaca dihadapannya. Rasanya Hazel ingin melakukannya lagi dan lagi, dia belum cukup puas.

"Gue tau lo sulit luapin emosi dan gue rasa ini cara tepat buat lo stress relieve Hazel,"

Tbc.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang