56. Live in confinement

427 32 9
                                    

Malam minggu biasanya identik dengan sepasang kekasih yang kencan atau bahasa gampangnya malam mingguan.

Namun, berbeda halnya dengan seorang cewek yang menghabiskan malam minggunya di kamar ditemani buku-buku ilmu pengetahuan. Bukannya dia tidak ingin, hanya saja dia memang tidak boleh.

Ya, apa yang dia harapkan dari nasib jomblonya saat ini?

Mendiamkan bukunya, Hazel terbengong dengan menyangga dagu, suasana membawa ingatan akan kenangannya bersama Aiden beberapa waktu lalu.

Saat dimana tidak ada cewek bernama Tami yang muncul dan menjadi mimpi buruk Hazel.

Hazel ingat betul kalau dirinya dulu sering kabur waktu malam minggu, berakhir dia kena marah dan pukul. Tapi seakan tak jerah Hazel terus saja mengulanginya, hingga dimana ada Aiden yang melindunginya dari Kai menyebabkan cowok itu terluka.

Jadi, memang bukan pertama kalinya bagi Aiden menghadapi sikap papa Hazel. Cowok itu seringkali tak terkontrol bila sudah berurusan dengan Kai, namun tak banyak yang bisa Aiden lakukan mengingat dirinya bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan Kai yang bisa berbuat apa saja.

Bohong kalau Hazel tak merindukan Aiden.

Perasaan Hazel masih sama, dia tidak bisa menghapus nama Aiden dari otak dan pikirannya begitu saja.

Mau beribu-ribu kalipun luka yang Aiden sematkan untuknya, Hazel tak bisa benar-benar membenci cowok itu. Cintanya mengalahkan rasa bencinya.

Baginya kata move on itu bohong.

Nyatanya dia hanya berpura-pura tak peduli.

Sebentar lagi cowok itu akan lulus, lalu apakah Aiden akan menikahi Tami setelahnya?

Hazel takut apa yang dia pikirkan akan benar-benar terjadi, dia sungguh tidak siap. Meski perasaan kecewanya lebih dominan saat ini.

Tapi tiba-tiba melintas satu percakapan singkat diotaknya.

"Iyalah dia kan mantan gue,"

"Hah? Serius?!,"

Cowok yang berdiri di sampingnya itu hanya mengangguk.

"Terus lo diputusin?,"

"Gue yang putusin,"

"Kenapa?,"

"Harus gue jelasin alasannya?,"

"Enggak,"

"Yang jelas dia playgirl,"

Lingkar kehidupan seakan hanya berputar pada titik itu-itu saja, dunia memang sempit. Fakta yang baru Hazel tahu, Tami adalah mantan kekasihnya Mark.

Kiranya itu sudah lewat beberapa jam lalu saat masih di breakroom dia bercakap-cakap dengan Mark. Sebenarnya ada pertanyaan yang dia lewatkan soal penyakit apa yang diderita oleh Tami, tapi hari sudah semakin petang jadi dia harus segera pulang.

Brak

Gadis yang larut dalam lamunan itu berjengit kaget saat pintu kamarnya dibuka kasar, selalu saja. Tidak ada yang bisa bersikap lembut padanya, sekalipun soal membuka pintu?

Hazel memutar tubuhnya melihat sosok pria tinggi yang berjalan kearahnya.

"Enak santai-santainya? Belajar!,"

Hazel berdiri, dia hanya mampu menunduk dengan menautkan jemari lentiknya mendengar segala omelan papanya.

"Tidak ada kata istirahat Hazel! Kamu harus terus belajar, belajar, dan belajar! Karena nilai kamu menentukan image keluarga saya!,"

Gadis dengan piyama hitam itu masih terus menunduk dalam dengan perasaan takut. Kai tak pernah main-main dengan bentakannya, pria itu sepertinya takut. Ini masih soal nilai ulangan harian kimianya yang lebih rendah dari milik Zhiva yang mendapat nilai sempurna.

"Kamu lihatkan Zhiva? Dia bisa mengalahkan kamu kapanpun dan saya tidak mau kalau sampai itu terjadi!,"

Hazel mendongak, melihat papanya yang marah-marah sambil menunjuk-nunjuknya tajam,"Yaudah Zhiva aja yang jadi anak papa, jangan Hazel! Hazel juga capek belajar terus pa!,"

"Oh melawan perintah saya?!,"

Kai maju selangkah, lalu menarik rambut Hazel kuat,"Akkhh--ssakit pa lepas!,"

Membuat gadis itu memekik kesakitan, memohon agar Kai melepaskan tautan tangan dirambutnya. Tapi hal itu tak berselang lama, karena Kai langsung menghempas kepala Hazel ke belakang hingga membentur dinding.

Rasa pusing menjalar seketika membuat tubuhnya tak seimbang serasa ingin roboh. Tangannya yang berada diatas meja, sebagai penyangga tubuhnya agar bisa tetap berdiri.

Dengan mata berkaca-kaca Hazel berucap,"Sedikitpun papa nggak kasih Hazel kebebasan sedangkan Zhiva? Om Michael nggak kayak papa yang selalu ngekang Hazel! Iya papa seneng bisa dipuji temen-temen papa, tapi temen Hazel? Hazel malu pa, mereka pada ngejelekin Hazel!,"

"Cukup!," peringat Kai mengangkat kelima jarinya,"Ingat Hazel! Kehadiran kamu itu sudah menghancurkan keluarga saya, jadi nikmati saja hidup kamu sekarang!,"

Sedang diluar pintu kamar Hazel, ada seseorang yang menguping keributan mereka dengan pipi yang sudah basah, namun tak ada suara isakannya.

"Ma'afin mama Hazel,"

Tbc.










Ada bintang nyempil di pojokan coba pencet, nah iya itu! Udah?

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧: 𝐒𝐜𝐡𝐦𝐞𝐫𝐳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang