"Nabila, Nayla, Nadia, Nadhifa, Nadine, Nasywa, terakhir Gaza." Paul melafalkan nama saudara-saudara Nabila, "bener gak nab?"
"Nadia dulu kak baru Nayla." ralat Nabila membenarkan.
"oh salah yaa?" kekeh Paul menggaruk tengkuknya.
"lagian kak Paul kenapa tiba-tiba mau hafalin nama adik-adik aku? random banget." ujar Nabila.
Paul nyengir, "keluarga lu seru soalnya nab."
Nabila mengangguk setuju, keluarga nya memang se-menyenangkan itu, meski banyak saudara mereka tak pernah bertengkar hebat, orang tua Nabila mengajarkan agar selalu mengasihi satu sama lain.
Paul menatap langit jakarta dengan seutas senyum, "keluarga lo hangat, keluarga lo cemara. penuh kasih sayang, kalian saling mencintai satu sama lain. orang tua lo juga sangat hebat dalam mendidik lo dan adik-adik lo."
"andai keluarga gue kayak lo," gumam Paul, "utuh." sambungnya pelan.
"gue iri." lirih Paul menunduk.
Nabila menangkap kemurungan di wajah Paul, entah keberanian darimana tapi tangan Nabila bergerak untuk mengusap pundak Paul seraya tersenyum.
"kak Paul boleh kok main ke rumah kalau mau, orang tua dan adik-adik aku pasti terima kak Paul." Paul menoleh menatap Nabila mendengar itu.
"lo serius? gue boleh jadi bagian dari keluarga lo?" tanya Paul memastikan.
Nabila mengangguk, "kapanpun kak Paul mau, main aja ke rumah kalau kak Paul merasa kesepian."
Paul tak tahu terbuat dari apa hati Nabila, gadis itu seperti tak punya dendam pada siapapun, mungkinkah saat menciptakan nya Tuhan sedang berbahagia nya? Nabila nyaris sempurna jika hanya dikatakan sebagai manusia.
"lo malaikat nab." Paul berkata jujur dari hatinya.
Nabila tertawa kecil menanggapinya, "kak Paul berlebihan."
Paul tersenyum, "orang tua gue cerai waktu gue kecil, saat itu gue pikir punya banyak orang tua adalah hal yang normal." kekehnya disela ia bercerita.
Nabila diam mendengarkan, pandangan nya tak lepas dari Paul.
"tapi ternyata itu istimewa."
"gue di dewasakan sebelum umurnya, orang tua gue sibuk dengan keluarga baru mereka masing-masing, kurangnya kasih sayang waktu itu buat gue tumbuh sebagai anak yang menyukai kebebasan, waktu tinggal di Bali gue suka datang pagi pulang pagi, keluyuran gak jelas, mabuk sampai overdosis obat-obatan."
"semua itu gue lakukan buat lampiaskan kekesalan gue pada takdir. gue sengaja melakukan itu semua untuk mendapatkan perhatian dari mereka, sampai akhirnya gue sempat tinggal di Swedia ikut papa gue sebelum akhirnya gue kembali ke Bali terus mutusin tinggal ke Jakarta sendirian sampai sekarang."
"meski semuanya sudah membaik, seikhlas apapun gue, kejadian di masa lalu akan selamanya membekas."
"walaupun secara materi gue sangat berkecukupan, ternyata gue juga tetap butuh kasih sayang orang tua yang utuh."
Nabila menitikkan air matanya begitu saja, cerita Paul barusan sangat menyentuh perasaan nya. meski Nabila tak tahu bagaimana rasanya di posisi Paul, tapi Nabila bisa merasakan kesedihan yang selama ini dipendam sendirian oleh Paul. itu pasti sangat berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
serendipity
Teen Fictionapa yang pasti pernah di dapatkan manusia? keberuntungan. karena setiap pertemuan akan selalu ada keberuntungan yang menyertainya. bersama atau tidak bersama, memiliki atau tidak memiliki, dipendam atau dikatakan. semuanya tetap dinamakan cinta.