Bab 17

43 3 0
                                    

Anya masih memperhatikan Abian di pantulan kaca, cowok itu ternyata masih memakai seragam sekolah.

Kenapa?

Lagi, pertanyaan itu yang keluar dalam hatinya.

"Udah beres.." Ucap Abian meletakan pengering rambut di meja rias Anya, tak lupa mencabut colokan nya juga.

Abian memandang Anya, mata mereka bertemu di pantulan kaca. Terlihat jelas mata Anya yang memerah dan bengkak, tak lupa dengan bibir dan wajah yang pucat.

Hatinya terluka.

Abian tersenyum pada Anya, lalu memutar kursi yang di duduki Anya agar menghadapnya.

"Belum makan kan?" Pertanyaan Abian membuat Anya membulatkan matanya.

Anya kira Abian akan bertanya apa yang terjadi, namun ternyata tidak.

Abian merendahkan tubuhnya dengan kedua lutut menjadi tumpuannya, kini Anya yang awalnya mendongang menjadi sejajar.

Se jangkung itu kah Abian.
🤨

"Mau makan sekarang?" Tanya Abian lagi, kedua tangannya memegang siku Anya. Memberikan usapan lembut disana.

Kini Anya merasakan matanya berair, seolah akan menangis lagi. Rasa sakit di hatinya tiba-tiba muncul lagi, otaknya kembali mengingat semua perkataan Dito padanya tadi.

Air mata itu lolos jatuh membasahi pipi Anya, dengan lembut Abian mengusapnya dengan ibu jarinya.

"Gak papa.. Lo masih ada gue." Ucap Abian seolah tau apa permasalahannya.

Anya semakin terisak, lalu tanpa Abian duga. Anya memeluknya.
Memeluk sambil menangis.

Abian memejamkan matanya, lalu membalas pelukan Anya. Meski awalnya ragu, tapi Abian membalas pelukan Anya.

"Huaaaa... Hiks.. Hikss.." Anya kembali berteriak.

Apa sesakit itu?

Apa seterluka itu?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Abian ingin sekali menanyakan semua pertanyaan yang sudah dia tahan sedari tadi, tapi tidak bisa.

Tangan Abian mengusap pelan kepala belakang Anya, memberikan ketenangan yang dia bisa.

"Anya.." Panggil Abian.

"..."

Tidak ada jawaban, namun tangisannya mulai memelan.

"Makan yuk? Gue temenin ya.." Sekali lagi Abian mencoba mengajak Anya.

Tubuh Anya terasa panas di pelukannya, Anya pasti demam karena hujan-hujanan tadi. Dan Abian tidak tau sudah berapa lama Anya dibawah air hujan.

Abian mendorong pelan tubuh Anya, setelah dirasa pelukan Anya melonggar.
Matanya sembab.

Abian mengusap sisa air mata dipipi Anya, menangkup kedua pipi gadis didepannya. Membiarkan Anya menatapnya juga.

"Mau ya?" Kini Anya mengangguk pelan, Abian tersenyum.

Abian mengusap kening Anya pelan, lalu membantunya berdiri juga membantu memapah menuju dapur.

Saat tiba di dapur ternyata bibi sudah membuatkan bubur untuk Anya dan nasi goreng untuk Abian, tapi Abian langsung mengambil mangkuk berisi bubur.

Anya duduk di kursi meja makan berhadapan dengan Abian, lalu Abian menyuapi Anya bubur.

Gadis itu terdiam sebentar lalu membuka mulutnya, menerima suapan demi suapan dari Abian.

Kenapa?

Masih dengan pertanyaan itu yang di pikirkan Anya.

Kenapa Abian?

Anya menutup mulut dengan tangannya, karena sudah cukup kenyang. Abian tidak memaksa dan meletakan mangkuknya di meja, masih ada sisa sedikit lagi. Tapi tidak apa-apa.

Abian memberikan gelas yang berisi air hangat untuk Anya, setelah Anya menerima gelasnya. Abian membuka bungkus obat dan memberikan nya pada Anya.

"Gak mau.." Tolak Anya.

"Lo demam, jadi minum ya.." Bujuk Abian.

Anya menghela nafasnya, lalu menerima obat itu dan meminumnya. Meski hampir muntah tapi Anya sebisa mungkin menelannya.

"Arggg..." Anya memejamkan matanya merasakan pahit di lidah dan tenggorokannya.

Abian mengusap pelan pipi Anya.

Ada rasa yang aneh di dalam diri Anya, namun Anya tidak tau apa itu.

"Lo juga makan.." Anya menyeret piring yang berisi nasi goreng untuk Abian.

Abian tidak menolak, karena memang kan belum makan malam.
"Makasih ya.. Gue makan.. Lo mau gue anter dulu ke kamar?" Sebelum Abian menyuap dia bertanya pada Anya.

Anya menggelengkan kepalanya, "Gue mau nemenin lo.." Jawab Anya.

Abian mengangguk, "gue makan ya.." Lalu Abian pun menikmati nasi goreng buatan bibi

Enak..

Serasa makan buatan ibu.

Hening,

Sampai Abian selesai makan, cowok itu membawa piring dan mangkuk kotor ke wastafel lalu mencucinya.

"Gak usah di cuci, gak papa simpen aja.." Ucap Anya berjalan menghampiri Abian yang sedang mencuci piring kotor tadi.

"Gak papa.." Jawab Abian sambil tersenyum menoleh pada Anya yang sekarang ada di sampingnya.

"Tuh udah beres kan? Gak susah kok.." Lanjut Abian sambil mengeringkan tangannya dengan lap.

"Ke kamar ya istirahat.." Ucap Abian lagi.

Mereka pun kembali ke kamar Anya.

Sekarang Anya berbaring di tempat tidurnya, Abian membantu menutupi Anya dengan selimut.

"Tidur ya.. Kalo besok lo masih pusing gak usah sekolah.. Gue besok pulang sekolah kesini.." Ucap Abian mengusap puncuk kepala, "Gue balik ya.." Lanjut Abian.

"Lo pulang nya gimana? Motor lo juga dimana?" Anya baru teringat sekarang, jika Abian tidak bersama motornya.

"Motor gue? Ada tadi gue titip di parkiran umum.. Ya udah lo istrahat aja, kalo ada apa-apa lo telpon gue ya.." Pamit Abian yang di angguki Anya.

Sebelum menutup pintu kamar Anya, Abian menatap gadis itu sebentar.

"Den, mau kemana?" Tanya bibi.

"Saya mau pulang bi, besok masih harus sekolah.." Jawab Abian saat berpapasan dengan bibi, setelah turun dari tangga.

"Gak nginep disini den? Ada kamar tamu kok.."

"Gak usah bi, saya pulang aja.. Kalo ada apa-apa sama Anya tolong hubungi saya ya bi.. Kalau gitu saya pamit pulang bi.."

"Ya atuh hati-hati den pulangnya."

"Iya bi.."

Setelah berpamitan, Abian keluar dari rumah Anya.
Hujan sudah mulai mereda, namun hawa dingin munusuk di kulitnya.

Abian memesan ojek online menuju tempat parkir umum, untuk membawa motornya kembali.

Dan setelah itu Abian pun pulang.

☘️☘️

Anya Oktaviani (SLOW UP) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang