Bab 48

31 2 0
                                    

Sesuai ucapannya semalam, pagi ini Abian datang ke rumah Anya. Padahal semalaman Abian tidak bisa tidur karena memikirkan kondisi Anya dan keluarganya.

Bahkan Abian bisa tertidur jam dua malam, lalu pagi ini pergi ke rumah Anya.

Setelah tiba di rumah, Abian disambut oleh Alea.

"Pagi tante.." Sapa Abian.

"Pagi, Abian.. Sini masuk, duduk sini.. Anya sama Kala sebentar lagi juga bakal turun." Abian menurut duduk di sofa ruang tengah dan di temani oleh Alea.

"Boleh tante tanya sesuatu?" Tanya Alea, yang sudah Abian tebak pasti tentang keluarganya.

Abian mengangguk. "Saya benar-benar minta maaf tante.. Saya tidak akan membela diri jika ini bukan melibatkan saya.. Saya hanya tidak menduga jika Anya akan ikut terseret dalam masalah saya sendiri." Abian menundukkan, tanpa sadar Anya mendengarkan ucapan Abian.

Sebenarnya tak lama Abian duduk, Anya dan Kala keluar dari kamar. Menuruni anak tangga, dan mendengar percakapan Alea dan Abian.

"Jika tante ingin menuntut, saya akan terima apa pun itu." Lanjut Abian lalu mendongak untuk menatap Alea, tanpa sengaja matanya bertemu dengan Anya.

Anya berjalan menghampiri mereka berdua, Anya duduk di tengah-tengah mereka. Sedangkan Kala duduk di sebelah kanan Alea, Anya menatap Alea dengan senyuman nya.

"Tante tidak akan menuntut apapun sama kamu, tante juga tidak tau apa permasalahan diantara kalian.. Juga tante ingin mengucapkan terimakasih, karena kamu juga, Anya cepat ditemukan.. Juga teman kamu yang sangat menjaga kami.. Tante hanya berharap hal ini tidak akan terjadi lagi.. Tante hanya takut, tante menjadi sadar dan merasa bersalah pada anak tante.." Alea menggengam tangan kanan Anya, "karena mungkin ini juga tante bersalah, tidak punya banyak waktu untuk anak tante.. Tante merasakan takut kehilangan Anya dari kejadian kemarin.. Tante benar-benar takut.."

Anya memeluk Alea, air mata diantara keduanya menetes tanpa sadar. Kejadian kemarin memberi pukulan dalam hatinya, tersadar hal berbahaya bisa saja terjadi pada anaknya.

Alea yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, menjadi merasa bersalah dan ingin menebus semua waktu yang hilang bersama Anya.

"Maafin mama.." Lirih Alea dalam pelukan mereka.

Anya menggelengkan kepalanya, "Mama gak salah kok.."

Kala mengusap lengan Anya yang memeluk Alea, memberikan kekuatan untuk kedua wanita kuat ini.

Abian masih diam memperhatikan mereka, Abian jadi sadar. Tidak hanya dirinya sendiri yang memiliki masalah dalam hidupnya. Bahkan orang-orang terdekatnya pun memiliki masalahnya tersendiri, hanya saja terlalu disimpan dengan rapih.

Berpura-pura baik-baik saja, namun dibalik topeng itu ada luka yang tidak semua orang tau.

Anya dan Alea melepaskan pelukan mereka dan saling melontarkan kata sayang antara ibu dan anak, lalu bibi datang membawa minum dan camilan untuk mereka.

Sekarang Anya menghadap pada Abian yang sedari tadi diam, Anya memegang tangan Abian membuat cowok itu menatapnya.

"Maaf.." Lirih Abian.
Abian pun sama, merasa bersalah dengan kejadian kemarin. Anya-nya tidak tau apapun namun harus terlibat.

"Engga.. Jangan minta maaf lagi." Sekarang Anya membawa kedua tangan Abian untuk dia genggam. "Biar jadi pembelajaran, dan mungkin juga kita bisa saling terbuka dan saling membantu dari kejadian ini.."

Abian mengangguk.

Abian jadi teringat dengan perkataannya pada Anya, yang menyuruh gadis itu untuk percaya padanya. Namun dirinya sendiri tidak percaya pada diri sendiri dan juga Anya, dan dari kejadian ini.

Abian akan berusaha untuk selalu membicarakannya.

"Dan, gue juga.. Gue gak mau ada dinding lagi diantara kita." Sahut Kala tiba-tiba, membuat Anya dan Abian menatap Kala.

Alea sudah izin masuk ke kamarnya, memeriksa beberapa pekerjaannya.

Anya mengangguk, "Ya, gue bakal berusaha.. Terimakasih.. Terimakasih buat kalian yang masih ada sampai detik ini." Jawab Anya dengan tangan kirinya menggengam tangan Abian dan tangan kanannya menggengam tangan Kala.

"Masih gak sangka, ternyata masih ada orang-orang yang sayang dan peduli sama gue tanpa embel-embel harta atau apapun itu." Lanjut Anya menatap Kala dan Abian bergantian.

"Gue cuma takut jika berharap.. Gue gak mau kehilangan.. Gue gak suka dengan kata kehilangan.. Makanya, gue selalu membuat batas buat kalian.." Air mata Anya kembali luruh, kini Kala pun ikut menangis.

"Mulai sekarang dan selamanya, lo boleh berharap apa pun itu.. Lo boleh bermimpi banyak tentang keinginan lo.. Dan sebisa mungkin gue bakal ada di samping lo sebagai teman." Ucap Kala memeluk Anya dari samping.

"Kala benar, mungkin sejak awal alasan aku tertarik sama kamu juga adalah ini.. Memberikan hal baru yang belum pernah kamu lihat.. Mungkin aku bukan seperti cowok yang ada di dalam novel, romantis dan sejenisnya.. Tapi aku punya caraku sendiri untuk itu.. Dan mungkin ini terlalu awal dan juga mungkin ini akan terdengar seperti bualan.. Tapi jika takdir mengizinkan aku masih disamping kamu, aku akan berusaha sebaik mungkin.." Ucapan Abian sangat menyentuh hati Anya, air mata Anya tak henti mengalir.

Ah.. Sudah lama sekali tidak merasakan perasaan nyaman dan tenang seperti ini.. Terimakasih..
Batin Anya.

Anya memeluk Abian.

Bahkan, Anya tidak pernah menyangka bisa bertemu dengan sosok seperti Abian.

Meski pertemuan mereka diawali dengan rasa benci, namun takdir berkata lain.

Cinta tumbuh disaat ada rasa benci.

Aku menjadi serakah dan ingin terus berharap jika seperti ini..
Batin Anya.

Masih di izinkan kah untuknya berharap?? Serakah dengan waktu? Serakah dengan rasa sayang?? Teman? Pacar?? Berharap keserakahan nya tidak meminta imbalan, seperti kehilangan.

Jika Tuhan mengizinkan, aku hanya berharap.. Semoga mereka tidak menyerah pada ku.. Dan selalu disamping ku..

☘️☘️☘️

Anya Oktaviani (SLOW UP) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang