Abian pun terkejut dengan apa yang dia ucapkan barusan.
"M-maksud gue, g-gue ada.. Ehh gimana ya.. aduhh.." Abian terlihat serba salah dan berusaha untuk menjelaskan namun sulit.
Anya terkekeh melihat tingkah Abian, dan cowok itu hanya menyengir.
Suasana sudah tidak terlalu canggung, mungkin ada selangkah kemajuan berkat ucapan yang tanpa sadar Abian bilang tadi.
Suara hujan di luar masih terdengar menemani mereka yang terus berbincang, entah perihal sekolah atau orang-orang yang selalu Abian temui di gerbang sekolah setelah bel masuk.
Tiba-tiba bibi datang,
"Neng Anya sama den Abian makan dulu ya, udah bibi siapin.." Ucap bibi.
"Iya bi, sebentar lagi kita kebawah." Jawab Anya.
Sekarang wajah Anya sudah terlihat cerah, tidak seperti kemarin.
Abian merasa lega.
"Gue bantu." Dengan sigap Abian membantu Anya memapah menuruni anak tangga.
Tak lama mereka tiba di dapur, ternyata bibi masak banyak. Padahal hanya ada dua orang saja, meskipun ada bibi tapi bibi jarang ikut makan bareng.
"Makan yang banyak biar cepet sembuh." Ucap Abian membantu mengambil nasi dan lauk untuk Anya.
Lagi-lagi Anya dibuat terkejut dengan yang dilakukan Abian.
Jika seorang teman pun tidak melakukan hal seperti ini.
Tapi, apa dirinya dan Abian bisa di sebut teman?
Yang Anya tau, cowok itu selalu membuatnya kesal setiap hari di sekolah.
Tapi sekarang.
Kenapa?
Dan pertanyaan itu lagi kembali muncul.
"Makasih.." Ucap Anya menerima piring dari Abian.
Sekarang giliran Abian yang menyangkut nasi dan lauk untuk piringnya.
"Selamat makan.." Ucap Abian.
"Ya, selamat makan." Ucap Anya juga, yang diam-diam menyembunyikan senyumnya.
Entah.
Jantungnya berdegup sangat kencang saat ini, ada setitik harapan dan rasa asing dalam hatinya.
Namun lagi, Anya takut untuk berharap. Takut semuanya menghilang kembali dan memberikannya luka untuk kesekian kalinya.
Terkadang, Anya ingin memiliki saudara kandung. Entah adik atau kakak yang bisa menemani, membela atau melindunginya.
Namun takdir sudah menentukan jalannya seperti ini, tapi kenapa sangat menyakitkan.
Itu yang selalu Anya renungkan dalam kesendirian nya.
Setelah selesai makan malam, Anya mengajak Abian untuk duduk di sofa sambil menonton film.
Tok.. Tok..
Tapi tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk, bibi dengan berjalan cepat membuka pintu melihat siapa tamu yang dateng saat malam dan hujan seperti ini.
"Eh, den Vino.. Mau ketemu neng Anya?" Ucao bibi, ternyata tamu tak di undang itu adalah Vino.
Anya yang mendengar suara bibi, tiba-tiba tangannya mengepal. Meremat baju piamanya, juga gemetar.
Abian yang tersadar dengan apa yang dia lihat, langsung menggenggam tangan Anya agar tidak melukai dirinya sendiri.
Abian menautkan jari mereka sambil tersenyum, "gak papa, ada gue." Ucap Abian, namun tidak mampu membuat Anya tenang.
Buktinya, tangan Anya meremat tangannya agak kencang. Membuat Abian meringis pelan, agar Anya tidak menyadarinya.
Vino pun sudah berada di ruang keluarga, melihat Anya yang berpegangan tangan dengan cowok yang waktu itu.
Namun Vino lebih terkejut dengan tatapan Anya saat melihat dirinya, terlihat jelas Anya ketakutan disana.
Vino berjalan mendekat, dirinya bukan hantu. Anya tidak perlu takut padanya.
Itulah pemikiran Vino saat ini, namun tidak dengan Anya."P-pergi.." Ucap Anya bergetar.
"Anya lo harus dengerin gue."
"PERGI.. PERGI.."
"Anya.. Plis sebentar.."
"PERGI LO DARI RUMAH GUE!"
Vino juga Abian terkejut.
Abian meringis dengan apa yang dia rasa di tangannya, ternyata ada luka dari kuku Anya yang menancap di kulitnya.
Abian masih tetap diam, dia merasa ini bukan saatnya ikut campur.
Vino berlutut di dekat Anya, tapi gadis itu berangsur mundur namun terhalang sandaran sofa.
Ketakutan.
Itu yang di rasakan Anya.
"Gak.. Tolong.. Gue mohon.. Pergi dari rumah gua.." Ucap Anya yang memelan namun penuh penekanan.
Vino mengusap wajahnya merasa prustasi, lalu menatap Abian.
Sialan.
Umpat Vino dalam hatinya.Kini suara isakan terdengar, Anya menangis. Dengan mata yang tak lepas menatap Vino, namun bukan tatapan tersentuh melainkan tatapan takut.
Terlihat jelas ada luka yang dalam dari raut wajah itu.
Sebenarnya ada luka yang sulit di sembuhkan oleh Anya, bahkan itu sudah berulang menyebabkan gadis ini trauma.
Sejak SD dan SMP, kejadian yang belum jelas waktu itu. Sekarang akan di perjelas.
Anya menerima luka yang berkali-kali oleh temannya, mereka yang sejak awal menjadi sebuah harapan untuk Anya. Namun tiba-tiba mereka mengkhianati nya, memanfaatkannya, mengejeknya, menyakitinya, lalu meninggalkannya.
Luka pertama yang Anya Terima, masih bisa dia maafkan, tapi ternyata semua tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Hal menyakitkan itu terus berulang, lagi dan lagi.
Juga sekarang, hal itu terulang lagi. Harapan yang selalu diimpikan Anya kini hancur, bahkan luka itu semakin dalam.
Dimalam kejadian itu, andai saja Abian tidak datang. Mungkin nasibnya sudah buruk, bahkan lebih buruk. Entah apa pun yang terjadi, tapi Abian ada disana. Ada diwaktu yang tepat sebelum Anya melakukan hal yang akan menyesalinya.
Sekarang Anya sadar.
Ternyata memang benar ucapan mereka.
Bahwa dirinyalah yang salah selama ini.
Dan benar-benar bod*h.
Miris.
Sangat menyedihkan.
☘️☘️
#Jangan mewek yakkk 😭😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Anya Oktaviani (SLOW UP)
Novela JuvenilJangan lupa follow akun author yaa 🥰🥰 Cerita baru lagi nih.. Jangan lupa tambah ke cerita favorit kalian 😊 Typo bertebaran 🙏🙏 Semoga gak moodyan ya nulis nya 😁😁😁🙏🙏.. Mohon maaf bila ada kesamaan dalam Nama, tempat dllnya.. Ini real ceri...