Tidak butuh waktu lama Abian tiba di rumah orangtuanya, Abian menyimpan motornya di garasi lalu masuk kedalam rumah.
Sebelumnya, Abian sudah memberi kabar pada orang tuanya. Bahwa dirinya akan datang, bisa Abian lihat ada Ibu dan Ayahnya yang duduk disofa dengan raut wajah yang sulit di artikan saat dirinya membuka pintu.
"Bu.." Panggil Abian, membuat sang ibu menoleh padanya.
"Ah, kamu sudah sampai.. Sini duduk nak." Suruh Anita-ibu Abian dan Galang.
Abian nurut dan duduk bersama mereka, Abian celingukan mencari sosok yang sebenarnya penyebab masalah ini terjadi.
"Kak Galang gak disini." Ucap Galuh-ayah Abian dan Galang.
Abian menoleh dan menatap Ayahnya, seolah meminta penjelasan lebih.
"Kakak kamu di rumah sakit." Lanjut Galuh pelan namun masih terdengar oleh Abian."Kakak sakit, nak." Sahut Anita memegang tangan Abian yang masih diam. "Dokter bilang Kakak punya kelainan tentang kejiwaannya." Anita menundukkan kepalanya, menahan air mata yang tanpa sadar sudah terbendung.
"Ayah juga tidak mengerti dengan Kakakmu, dia selalu terlihat baik-baik saja jika ada kami." Ucap Galuh sambil mengusap punggung Anita pelan.
"Kamu juga pasti merasakannya, jika kami tidak pernah membeda-bedakan kalian berdua.. Ayah akan selalu membela jika benar, Ayah juga selalu marah jika diantara kalian salah.. Dan dokter masih belum menyimpulkan apa penyebab Kakakmu seperti ini.. Makanya sejak kemarin, kakak harus menginap disana." Lanjut Galuh.
Abian menundukkan kepalanya, terasa terhantam oleh benda tajam. Keluarga yang awalnya baik-baik saja, harus menjadi seperti ini.
Abian kembali teringat ke masa lalu, masa yang dimana dirinya masih duduk di bangku SD dan Galang sudah di bangku SMP kelas delapan.
Galang yang selalu mengantarkan dirinya berangkat sekolah, juga selalu memberikan apa yang dia mau. Membela dirinya jika ada orang-orang nakal yang menjahili.
Galang selalu paling terdepan untuk Abian.
Abian merasa tidak ada yang salah dengan sikap Galang padanya selama ini, namun saat Galuh dan Anita mulai membagi sahamnya.
Dihari berikutnya Abian mendapatkan panggilan ancaman dari Galang.
Tentu saja Abian terkejut, dan dengan buru-buru pulang kerumah. Ingin menanyakan pada orangtuanya, namun mereka sedang ada perjalanan bisnis. Dan hanya ada Galang dirumah.
Sejak kejadian itu, Abian memilih untuk kost. Berharap Galang tidak meneror nya lagi, tapi dugaannya salah.
Galang masih terus memaksa dan mengancam, agar semua saham itu hanya untuknya saja.
Abian tidak tau kenapa kakak yang selalu menjadi pahlawannya, bisa berubah secepat itu.
Seolah seperti orang lain yang ada di dalam diri Galang.
Hingga Abian meminta waktu setelah ujian, namun sayang kejadian yang melibatkan Anya pun terjadi.
Abian di buat tidak mengerti dengan sikap Galang yang semakin menjauh dari sosok kakak yang dia kenal.
Abian tau jika Galang bukanlah kakak kandungnya, tapi Abian menyayangi Galang seperti kakak kandungnya sendiri.
Abian selalu mengagumi apapun yang Galang lakukan, dengan prestasi yang Galang tunjukan padanya. Dan karena itulah menjadi motivasi Abian sebagai ketua OSIS di SMA.
Abian mengusap wajahnya kasar, ingatan masa lalu yang berwarna kini menjadi hitam tanpa cahaya.
"Dokter juga mengatakan, mereka butuh waktu satu minggu untuk mendapatkan hasilnya.. Ayah dan Ibu juga masih diizinkan untuk melihat Galang, jika kamu mau.. Kamu bisa melihat Galang disana." Galuh kembali berbicara, karena Abian yang terus saja diam.
"Ibu buatkan minum dulu ya, kamu pasti capek.." Anita berdiri dan berjalan menuju dapur.
Sekarang hanya ada Abian dan Galuh.
Mereka beruda diam.
Tanpa ada yang ingin kembali memulai percakapan, terutama Abian. Rasanya lidah ini keluh untuk memberitahukan yang sebenarnya.
Sampai Anita datang membawa nampan yang berisi tiga gelas minum dan camilan.
Anita kembali duduk di samping kiri Abian, dan sekarang posisi Abian berada di tengah-tengah antara Anita dan Galuh.
Anita mengusap punggung Abian, seolah menyalurkan rasa kasih sayangnya.
Abian memejamkan matanya sebentar dan memberanikan diri untuk menceritakan semuanya.
"Bu, Yah.. Ada yang ingin Abian katakan pada kalian soal Kak Galang." Ucap Abian yang akhirnya bersuara.
Anita mengangguk.
Abian menatap wajah Galuh sebentar lalu melanjutkan bicaranya, "Setelah hari itu.. Hari dimana Ayah dan Ibu memberikan kami masing-masing saham.. Tiba-tiba Kakak menghubungi Abian, Kakak mengancam Abian, Bu.. Yah.." Ucapan Abian membuat Anita dan Galuh terkejut.
"Maksud kamu gimana nak?" Tanya Anita.
"Abian tidak tau kenapa Kakak seperti itu, Kakak mengancam dan meminta saham milik Abian untuknya.. Hingga Abian memutuskan untuk pindah dan ngekost.. Tapi kakak masih terus ganggu Abian, Bu.." Abian menatap Anita.
"Abian merasa itu bukan Kak Galang.. kak Galang yang Abian kenal selalu membela Abian, Bu.." Abian menggengam kedua tangan Anita.
"Bu, apa Abian punya salah sama Kakak?? Apa Kakak benci Abian?" Anita langsung menggelengkan kepalanya, sekarang air matanya luruh.
"Abian takut, Bu.. Dia gak seperti Kakak yang Abian kenal.. Dia seperti orang lain , Bu.. Kakak selalu sayang Abian, tapi Kakak sekarang mengancam Abian.. Hingga kejadian kemarin terjadi.. Abian benar-benar takut, Bu.." Abian menundukan kepalanya diatas tangan mereka yang saling menggengam.
Abian juga menangis.
Galuh menggeser duduknya untuk mendekat pada Abian dan mengusap punggung anak kedua yang sebenarnya anak pertama.
"Abian takut kakak menyakiti Anya, Bu.. Anya tidak tau apa pun tentang ini.. Tapi Kakak sampai nekat menculik Anya, Bu.. Apa Kakak sebenci itu sama Abian yang selalu merengek padanya??" Abian berbicara masih dengan posisi yang sama.
Abian tidak berani menatap mata Anita yang menangis, Abian juga tidak berani menunjukan sisi menyedihkannya pada orang tua.
"Mungkin Kakak lelah ya Bu? Dengan Abian?" Anita terus menggelengkan kepalanya dari semua pertanyaan Abian.
"Apa sebenarnya disini Abianlah yang salah??"
"Tidak nak.. Kamu tidak salah." Sahut Galuh.
Hatinya juga terasa sakit melihat Abian yang seperti ini dan kondisi Galang yang ada di rumah sakit.
Keluarga yang dirinya bangun dan terlihat sempurna namun kini menjadi pecah saat tertiup angin.
Apa sebenarnya dirinyalah yang salah mendidik kedua anaknya?
Galuh juga tidak bisa menyalahkan takdir.
"Abian minta maaf Bu, jika memang awal semua ini salah Abian.." Anita membawa tubuh Abian kedalam pelukannya.
Anak yang dia lahirkan dan selalu dia harapkan, menangis seperti ini membuat hatinya terluka.
Ingin Anita mengatakan, jika semuanya tidak ada yang salah. Dan bukan salah Abian atau pun Galang, Anita juga berpikir jiga mungkin ini salah dirinya dalam mendidik kedua anaknya.
"Tidak nak.. Abian tidak salah." Ucap Anita pelan dalam tangisnya. "Sore nanti kita ketemu sama kakak, kamu mau kan?"
Abian menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
☘️☘️☘️
KAMU SEDANG MEMBACA
Anya Oktaviani (SLOW UP)
Teen FictionJangan lupa follow akun author yaa 🥰🥰 Cerita baru lagi nih.. Jangan lupa tambah ke cerita favorit kalian 😊 Typo bertebaran 🙏🙏 Semoga gak moodyan ya nulis nya 😁😁😁🙏🙏.. Mohon maaf bila ada kesamaan dalam Nama, tempat dllnya.. Ini real ceri...