Bab 23

39 3 0
                                    

Bahkan sekarang Anya sudah jarang pergi ke kantin, Anya tidak kuat dengan tatapan dan cibiran mereka yang semakin terang-terangan.

Seolah dirinyalah yang salah.

Seolah dirinya lah yang sudah menggoda Abian.

Sekarang Anya memilih diam diri di bangku taman yang sepi, jarang ada murid yang ke sini karen teletak agak pojok dan pikir mereka tempat ini horor.

Padahal tempat ini nyaman, teduh. Gak ada horor-horornya sama sekali.

Anya memejamkan matanya, mencoba menenangkan pikiran dan hatinya.

Setelah kejadian waktu itu, yang masih tersisa di hatinya. Sekarang kejadian di sekolah, menjadi objek buah bibir mereka. Seolah dunia tidak mengizinkan dirinya untuk tenang.

Dan sudah dua hari ini Abian sibuk dengan kegiatan OSIS nya, meski masih bisa menjemput untuk berangkat sekolah bersama.

Namun setelah disekolah Anya sulit menemukan Abian, juga yang dirinya selalu menyendiri.

Semakin sulit melihat Abian.

Lagi, bahkan dunia pun seperti enggan.

Tidak seperti saat dirinya masih membenci Abian, mereka seolah ditakdirkan yang kadang berpapasan atau bertemu pandang.

Anya tidak lagi menyalahkan dunia.

Anya menyalahkan dirinya sendiri.

Juga tentang perasaan asing yang selama ini sering muncul, Anya sudah menyadarinya. Bahwa itu perasaan suka pada Abian, yang selalu membuatnya nyaman dan Abian yang selalu memperlakukannya dengan lembut.

Anya terpikir kan dengan satu kalimat cibiran mereka.

Gak sadar diri banget..

Sakit, sakit banget denger nya.

Namun, Anya tetap memikirkannya lagi.
Apa memang dirinya yang tidak tau diri?

Rasa dingin yang menyentuh kulit pipinya membuat Anya terkejut dan membuka matanya.

"Abian?" Panggil Anya heran.

Anya membenarkan posisi duduknya, dan Abian duduk disebelahnya. Menyerahkan botol minum dingin untuk Anya.

"Makasih.." Ucap Anya menerima botol minum itu.

"Kenapa disini?" Tanya Abian.

"Gue?" Anya malah balik tanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Hmm, iya." Jawab Abian mengangguk.

"Gak kenapa-kenapa.. Gue pengen disini aja." Anya kembali menyandarkan tubuhnya pada sandaran bangku.

Abian yang masih menatapnya, membuat Anya tidak berani menatapnya balik. Karena semenjak dirinya menyadari perasaan itu, Anya tidak bisa menatap mata Abian.

"Lo udah makan?" Tanya Abian yang melihat Anya diam saja.

Anya menggelengkan kepalanya, "Belum."

"Ya udah, yuk makan.. Ke kantin bareng gue." Ajak Abian yang sudah berdiri mengulurkan tangannya.

Anya menatap tangan Abian.

Gak mungkin Abian nawarin pegangan sama gue kan?
Batin Anya.

"Ayok.." Ajaknya lagi.

Dan Anya hanya diam saja.

"Ck.." Abian menarik tangan Anya, membuat gadis itu terbangun dan mengikuti langkah Abian.

Anya risih dengan tatapan mereka padanya, Abian yang juga masih menarik lengannya. Membuat cibiran mereka menjadi-jadi, seolah disuguhkan.

"Jangan di dengerin." Ucap Abian yang masih berjalan menuju kantin.

Setiba di kantin, tatapan itu seolah menusuk pada Anya. Saat Anya hendak berbalik ingin meninggalkan kantin, tapi tangan Abian menahannya dan membawanya duduk di salah satu bangku yang kosong.

"Diem, jangan kemana-mana.. Gue pesenin makan dulu.. Kalau gue balik lo ngilang, awas aja." Ucapan Abian penuh ancaman.

Anya menurut dan hanya diam, sudah tidak ada lagi yang menyapanya sekarang. Melainkan bisikan yang terdengar jelas.

Hah...

Anya lelah.

Sangat lelah jika terus seperti ini.

Dan entah sampai kapan mereka akan seperti ini padanya.

Tak lama Abian datang dengan nampan di tangannya, ada dua piring nasi uduk dan dua gelas air teh.

Abian meletakan nampannya di meja tempat Anya duduk, memberikan satu piring dan satu gelas pada Anya.

"Ayok makan.. Lo harus makan, gue gak mau denger lo sakit." Ucap Abian, yang membantu Anya agar memegang sendoknya.

Anya lapar.

Tapi nafsu makannya seolah hilang begitu saja karena tatapan mereka.

Terdengar helaan nafas dari Abian.
"Makan Anya.. Mereka gak akan bisa bikin perut lo kenyang." Ucapan Abian memang ada benarnya, dengan perasaan campur aduk Anya memakan nasi uduk.

Mereka berdua makan dengan diam, lebih tepatnya Anya yang hanya menjawab pertanyaan Abian dengan anggukan atau gelengan kepala.

Anya ingin segera selesai menghabiskan makannya, dan meninggalkan  tempat ini. Tapi, sialnya Anya tidak bisa makan dengan terburu-buru.

Setelah selesai makan Abian mengajak Anya ke ruang OSIS, hal itu sontak membuat gadis itu terkejut dan berusaha melepaskan tangan yang lagi-lagi Abian pegang.

Sudah cukup dengan semua murid disekolah mencibir nya, Anya tidak ingin menambah luka nya lagi.

Abian mengetuk pintu yang bertuliskan Ruang OSIS, lalu masuk bersama Anya.

Disana ada Daniel juga tiga orang lain yang anggota OSIS juga, Anya diam menundukan kepalanya.

"Lo Anya kan?" Tanya Daniel yang duduk sambil mengetik sesuatu di laptopnya.

"I-iya.." Jawab Anya gugup.

"Gak usah gugup, gak papa.. Lo santai aja disini.." Lanjut Daniel yang membuat Anya mendongak menatap Daniel, lalu Anya menatap 3 anggota OSIS lainnya.

"Lo gak usah tegang, bener kata Daniel.. Santai aja disini mah.." Ucap salah satu dari mereka. Anya lupa namanya siapa.

Lalu Abian menariknya lagi agar duduk di sofa bersamanya, cukup luas ruangan OSIS ini. Bahkan ada sofa panjang, yang sedang Anya dan Abian duduki.

Anya yang melihat mereka tengah sibuk merasa gak nyaman, tapi Anya terkejut saat satu tangannya di pegang Abian. Padahal mata Abian fokus pada layar leptop yang ada di pangkuan cowok itu.

Tangan yang Abian genggam terhalang oleh mereka, jadi tidak ada yang menyadarinya.

Jika mereka melihat, mereka akan salah paham dan mengira mereka pacaran. Padahal tidak.

Atau belum?

Jantung Anya berdegup kencang.

Anya takut suara jantungnya terdengar, Anya meremat tangan Abian tanpa sadar membuat fokus cowok itu teralih padanya.

Satu alisnya terangkat seolah mengisyaratkan 'kenapa?'.

Namun Anya menggelengkan kepalanya, Anya menemani Abian sampai bunyi bel istirahat selesai.

Entah dirinya yang menemani Abian.

Atau Abian yang sudah membantunya menghindari tatapan dan cibiran mereka.

Tapi, satu hal yang Anya rasakan.

Senang, karena ada Abian.

☘️☘️

Anya Oktaviani (SLOW UP) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang