Bab 2

7.4K 549 53
                                    

Akun DapurBundaAis selama ini telah menjadi pelarian positifnya. Ais memilih menghibur diri dengan menyalurkan hobi pada channel Youtube yang ia buat dua bulan setelah bercerai dari Galih. Setelah kemelut yang melelahkan, juga perjalanan batin yang berujung pada luka sendirian, ia mantap melayangkan gugatan.

Biduk rumah tangga yang telah berjalan selama sembilan tahun dengan Mas Galih -begitu ia memanggil lelaki yang tidak memperjuangkan pernikahan mereka dan lebih memilih wanita lain- harus berakhir karena orang ketiga.

Demi menjaga kewarasan, ia memilih menyalurkan ketertarikannya pada bidang masak-memasak, meski keahlian memasaknya bisa dibilang pas-pasan. Akan tetapi, sejauh ini masakannya selalu mendapatkan pujian siapa pun. Kebetulan, ia juga selalu menyukai konten masak-memasak.

Sebenarnya, Ais menyukai apa pun yang berhubungan dengan makanan. Sesekali ia mengunggah konten yang berisi bekal makan siangnya di Tiktok. Meski semua kontennya sepi penonton, Ais sudah luar biasa bahagia. Yang penting, ia sendiri suka menontonnya. Meski begitu, Ais tidak pernah menampakkan wajahnya yang bulat, cukup hanya sebatas sampai di tangannya.

Sore itu Ais memarkir motor matic-nya di depan sebuah ruko yang menjual sayur mayur. Dengan cekatan ia memasukkan tahu ke dalam kantung kresek kecil, satu kantung diisi dengan satu tahu. Selanjutnya Ais memasukkan dua buah tempe ke dalam keranjang belanjaannya. Ia turut memasukkan bawang putih, cabai, tomat, dan sayur sup yang sudah berada dalam kresek. Setelahnya Ais segera menuju mas-mas penjual yang sudah stand by di balik meja kayu.

"Tahu dua 6000, bawang putih 10.000, lombok 10.000, sayur sop 5000, tomat 3000, tempe 6000, jadi semua 40.000." Sambil menghitung, mas penjual memasukkan belanjaannya ke dalam kantung kresek yang lebih besar.

"Pas in 50.000 Mas, yang sepuluh ribu bumbu sop." Ais menuding rentengan bumbu sup instan di belakang punggung mas penjual.

Selesai membayar, Ais kembali menaiki motornya dan berbelok memasuki gang rumahnya. Ia membuka pagar dan memarkir sepeda motornya di teras rumah. Rumahnya memang kecil dan tidak memiliki halaman. Jadi selama ini ia memarkir sepeda motornya di teras rumah.

"Assalamualaikum." Ais mengucap salam setelah membuka pintu dan melepas sepatu.

"Walaikumsalam," jawab ibunya yang duduk di ruang tamu sambil memegang sebuah pisang.

"Mamaa!" Shakila menyambutnya sambil mengunyah pisang.

"Mamaaaa!" Kenan turut menyambutnya dan memberikan pelukan.

"Anak-anak Mama!" Ais memberikan masing-masing pipinya untuk diciumi. "Mama mandi dulu, terus masak, terus kita makan yaa!"

"Istirahat dulu aja Ais, kan kamu baru pulang," saran Murni sambil membuntuti Ais yang meletakkan kresek belanjaannya di dapur.

"Nggak pa-pa Buk, sekalian. Ibuk habis ini istirahat ya? Biar Ais yang pegang anak-anak."

Beginilah rutinitasnya sepulang kerja. Mandi dan mencuci muka dengan cepat, salat Maghrib, kemudian segera sibuk di dapur.

"Dita ke mana Buk?" Ais bertanya ketika tidak melihat sepeda motor Dita, gadis dua puluh tahun asli Nganjuk yang beberapa bulan setelah ia bercerai, menumpang kos di rumah mereka. Bisa dibilang, Dita adalah saudara jauh dari pihak keluarga ibunya.

"Keluar ngerjain tugas kuliah sama temennya," jawab Murni.

"Oh..." Ais melepas tas punggungnya. Ia memang selalu mengecek keberadaan Dita, sekaligus memantau pergaulan gadis itu sebisanya meski selama ini Dita tampak pendiam dan biasa-biasa saja. Teman-teman Dita yang selama ini pernah mampir ke rumah juga terlihat biasa-biasa saja. Dita juga tidak pernah dijemput atau didatangi cowok. Gadis yang berkuliah di jurusan Psikologi itu juga selama ini tampak rajin. Ais merasa terbantu dengan kehadiran Dita. Gadis itu ringan tangan membantu pekerjaan rumah tangga, juga selalu siap membantu ibunya mengurus Kenan dan Shakila.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang