Bab 23

3.7K 402 88
                                    

"Tadi sholat Subuh Nak?"

Pertanyaan rutin itu kembali ia dengar sebelum memulai aktivitas pagi harinya di kantor.

"Iya Ma. Sholat." Ares sedang berdusta sambil menatap wajahnya di depan cermin toilet. Sejenak meneliti rambutnya yang sudah rapi.

Bagaimana mau salat? Semalam setelah bermesraan dengan Kirana ia tidak berani keramas gara-gara menghindari masuk angin seperti tempo hari. Akan tetapi tadi pagi ia bangun kesiangan sehingga tidak sempat keramas dan melewatkan salat Subuh.

"Rajin sholat ya Res," pesan ibunya di ujung sana.

"Iya Ma."

"Kemarin Mama sudah panggil orang buat bersihin apartemen kamu. Rumah kamu di Serpong juga udah Mama bersihin."

"Iya makasih Ma."

"Itu apartemen nggak kamu sewain aja? Daripada mubazir nggak ditempatin. Kalo rumah di Serpong okelah kalo nggak dikontrakin, kan kata kamu buat ditempatin setelah nikah? Ya walau kamu nggak nikah-nikah. Padahal dapurnya gede, bagus, mewah."

Senyuman Ares tergelincir begitu saja.

"Biarin aja Ma. Masih banyak barang Ares di apartemen. Lagian kalo misal Ares balik ke Jakarta kan Ares tempatin."

"Iya. Mudah-mudahan cepet balik Jakarta ya Res? Sekalian bawa istri lah biar ditempatin rumahnya yang di Serpong. Kan udah lunas juga itu KPR-nya. Dapurnya juga udah kamu bagusin. Gedean dapurnya daripada kamar pengantennya.... "

Ares tak dapat menahan tawanya. Entah apa yang ia pikirkan dulu, sehingga lebih mengutamakan dapur dibanding ruangan lainnya. Padahal Kirana tidak suka memasak. Tapi saat itu Ares tidak bisa menahan dirinya untuk membangun dapur yang bagus. Dalam hatinya tersimpan harapan, suatu hari entah kapan Kirana bersedia meluangkan waktu di dapurnya. Tapi Ares tidak menyesal membuat dapur yang mewah meski Kirana semakin mustahil berada di sana.

"Itu ada ruangan mirip gudang di deket dapur buat apa sih Res? Yang ruangan kecil..."

"Buat tempat panci Ma... "

"Sampe kamu buatin ruangan?"

"Iya."

"Mana pancinya? Nggak ada... "

"Nunggu istrinya dulu Ma, baru pancinya."

Terdengar derai tawa ibunya. "Ya ampun Reess, makanya buruan cari istri."

Ares hanya tersenyum sambil menekan bibirnya.

"Buruan balik ke Jakarta, bawa istri. Mama udah pingin timang cucu... "

Ares mengerutkan dahi sejenak. "Jadi istrinya udah punya anak gitu?" goda Ares dengan nada jahil.

"Astagfirullah Res... kamu kesengsem janda apa gimana?"

Tawa Ares berderai renyah. "Ya kan Mama yang kebelet timang cucu?Apa Ares bawa Mahmuda aja ke rumah?"

"Siapa itu?"

"Mamah muda..."

"HEH!"

Ares kembali tergelak. Ia suka sekali menggoda ibunya. Ya siapa juga yang mau nikah sama mamah muda?

"Nggak lucu Res! Jangan suka bercanda kayak gitu lah! Maksud Mama kamu cepet nemu jodoh, terus menikah, terus punya anak. Ih kamu!"

"Habis Mama kayak posyandu keburu tutup aja." Ares melihat cengiran jahilnya di cermin sebelum berjalan meninggalkan toilet dan menuju mejanya.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang