Bab 30

5.8K 503 66
                                    

"Iya Pak, kecuali kita muhrim."

Ais masih menyesali kalimatnya yang tadi sudah pasti terdengar konyol.

Ck, hahh kenapa aku....

Malam itu jam delapan lewat, Ais sedang beristirahat sebentar di kamarnya. Ia baru saja selesai mengedit video resep pizza teflon dan bermaksud mengunggahnya ke Youtube. Beginilah ia menggunakan waktu istirahatnya. Tidak ada yang benar-benar istirahat kecuali tidur. Namun sebelum ia mengunggah videonya ke Youtube, ia harus membuat thumbnail yang menarik terlebih dahulu.

Ais baru saja hendak mengedit thumbnail-nya ketika reaksi Ares kembali terbayang di pelupuk matanya. Ia kembali memikirkan kejadian tadi sore yang mengundang senyuman geli Ares. Kenapa tadi ia berbicara seperti itu? Ais masih menyesali lidahnya yang licin.

Apa yang ia pikirkan? Kenapa kesannya ia sangat ingin menjadi muhrim Ares? Padahal Ais sungguh tidak bermaksud demikian. Senyuman Ares tadi tak ayal membuatnya merasa malu sendiri. Ais ingat ia masih berdoa ketika Ares beranjak meninggalkan musala. Demi menghindari canggung, Ais memilih berlama-lama sedikit di musala. Saat ia kembali ke mejanya, ia melihat lampu ruangan Ares sudah padam dan Mas Agus sudah bersiap-siap pulang.

Mendadak Ais lelah dengan isi kepalanya saat ini. Kenapa ia harus memikirkan perkara ini hingga sebegininya? Bisa saja Ares sudah melupakan hal itu dan ia hanya satu-satunya pihak yang merasa serba salah sendiri. Ais juga tidak tahu kenapa ia yang biasanya cuek, mendadak jadi overthinking seperti saat ini.

Demi mengalihkan pikiran, Ais memilih berselancar sejenak di media sosial. Kedua matanya tertahan pada postingan terbaru Indah yang muncul di berandanya. Ais menjadi tertarik dan memutuskan menamatkan akun Instagram Indah, yang juga tetangga di dekat rumahnya. Ais segera terpana saat melihat Indah sedang memamerkan kue ulang tahun pemberian kekasih barunya. Kue itu lengkap dengan lilin 41.

Lhoh... Mbak Indah sudah 41? Sejenak Ais menyimpan heran. Kok nggak keliatan? Kirain masih belum empat puluh. Tapi kok dia sejak cerai jadi keliatan awet muda ya? Ais diam-diam menilai penampilan indah yang terlihat jauh lebih segar. Tapi Indah memang sudah cantik dari lahir. Kulit wanita itu putih pucat nyaris tanpa noda. Meski beranak tiga, tubuhnya juga langsing dan kecil. Satu lagi, Indah tampaknya memaknai positif perceraiannya. Mungkin karena suaminya yang dulu tidak memiliki pekerjaan yang jelas.

Hmm emang, laki-laki itu sumber masalah hidup perempuan! Ais mengangguk sendirian. Maksud Ais, laki-laki yang salah.

Indah, sampai saat ini masih awet menjadi perbincangan hangat di kampungnya karena sudah menemukan lelaki baru. Indah juga kerap mengundang perhatian karena semakin bertambah cantik dan modis, padahal anaknya sudah tiga. Semenjak menjanda, Indah memang terlihat lebih bahagia. Instagram Indah diisi dengan postingan jalan-jalan dan menikmati hidup dengan anak-anak dan juga pacar barunya.

Kok bisa ya Mbak Indah masih mikir laki-laki? Pertanyaan itu terselip di kepala Ais. Padahal anaknya tiga. Apa anaknya nggak kekurangan perhatian kalo ibunya bucin-bucinan sama laki-laki baru? Belum-belum Ais sudah kasihan pada ketiga anak Indah. Yang laki-laki dan paling tua, seingatnya masih SMP.

"Assalamualaikum....." Tiba-tiba terdengar salam dari depan pagar.

"Walaikumsalam." Ais mendengar jawaban ibunya yang sedang menunggui anak-anaknya di ruang tamu. "Eh Indah, masuk Indah!"

Ha? Mbak Indah? Ais segera meletakkan ponselnya. Tumben?

"Aiss dicariin Indah." Berikutnya terdengar teriakan ibunya.

Ais bergegas menuruni tempat tidur kemudian menatap penampilannya yang berantakan di cermin. Malam ini ia menggenakan baju kebangsaan. Apalagi jika bukan daster longgar sebatas mata kaki dengan motif mirip taplak meja. Ais memiliki sepuluh daster yang seperti ini. Meski secara tampilan sangat tidak enak dipandang, daster ini sangat nyaman dan tidak membuat gerah. Ais tidak berniat mengganti dasternya dan bergegas mengikat rambut sebelum mengenakan hijab instan berwarna hitam yang selalu siap sedia di balik pintu. Ais menatap sekali lagi penampilannya di cermin. Selesai. Ia bergegas menemui Indah yang sudah menunggu di ruang tamu.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang