Bab 68

5.5K 831 356
                                    

Hari-hari penuh kecanggungan.

Ais mati-matian bertahan dengan suasana kaku setiap kali berinteraksi dengan Ares. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, Ares sudah bersikap biasa saja dan itu bagus bagi hubungan mereka di kantor. Tapi tetap saja, ia masih harus menipu hatinya yang sudah tidak nyaman dan menganggap semua berjalan baik-baik saja, setidaknya bagi dirinya sendiri.

Ares masih bersikap dingin, lebih dingin daripada saat lelaki itu belum menyatakan perasaan. Tepatnya, sebelum sinyal-sinyal ketertarikan itu ditunjukkan. Nyaris tidak ada emosi apa pun yang ditunjukkan oleh Ares.

Sebenarnya itu bagus, tapi sialnya ia malah kepikiran.

Kenapa harus kepikiran? Kenapa hatinya tidak bisa biasa-biasa saja saat berinteraksi dengan Ares? Ada debar aneh yang tak kunjung hilang. Rasa canggung kian menggunung hingga interaksi mereka menjadi kian beku

Setiap kali komunikasi mereka dingin dan hanya seperlunya, Ais tidak bisa lupa jika Ares adalah lelaki yang beberapa hari lalu meminta hatinya. Berulang kali senyuman cair Ares muncul di benaknya ketika ia mendapati raut datar lelaki itu. Tatapan lembut Ares selalu terbayang, tiap kali ia menemukan tatapan yang kini terasa biasa saja.

Apa Ares membencinya? Ini soal perasaan yang tidak berbalas atau gara-gara ia kurang ajar meninggalkan lelaki itu di mall?

Atau keduanya?

Ais rasa permintaan maafnya sudah cukup. Apa yang bisa ia lakukan jika Ares tidak juga memaafkannya? Ais jadi menunggu-nunggu SK Mutasinya. Setiap malam ia berdoa agar dimutasi beda lantai saja. Ia ingin menghindar dari Ares. Ini bukan hanya soal kemarahan Ares, tapi Ais juga menyadari hatinya merana melihat perubahan sikap Ares.

Kenapa terasa seperti silent treatment? Atau ia yang berlebihan menilai sikap Ares? Apa yang ia harapkan? Bukankah ini kemauannya? Ares sudah bersikap benar dengan tidak memaksakan perasaan. Dugaannya juga meleset. Ares sejauh ini belum tampak memanfaatkan jabatan untuk menyiksanya. Ares tidak mencari-cari kesalahannya, tidak mengada-ngadakan pekerjaan untuknya, juga tidak menurunkan SK Mutasi. Ais jadi merasa bersalah mencurigai Ares yang bukan-bukan.

Ais pikir, ia bisa tenang setelah tegas menolak perasaan Ares dan membuat lelaki itu berhenti mendekatinya. Tapi entah mengapa, setiap malam sebelum tidur kenangan demi kenangan bersama Ares muncul di benaknya. Ia mengingat bagaimana saat tangan mereka saling menggenggam ketika terbawa arus sungai, ia mengingat bagaimana saat mereka meeting di Jember, saat menyusuri mall, dan saat-saat lainnya saat Ares masih gencar mendekatinya. Semua hal itu muncul berulang-ulang menjelang tidur dan di pagi harinya ia menyimpan sedih saat melihat sikap dingin Ares.

Sebenernya mauku apa sih? Ais jadi mempertanyakan kegundahan hatinya.

Ais sedang menunggu jam pulang kantor ketika tenggelam rumit dalam pikirannya sendiri. Demi menepis gundah gulana, ia memutuskan membersihkan galeri ponselnya. Jemarinya mulai bergerak menghapus screenshoot, gambar unduhan pengumuman yang sudah lewat, dan aneka jepretan ngawur Shakila saat meminjam ponselnya. Ais ingin mengurangi memori ponselnya dan berencana membuat konten masa-masak saat akhir pekan nanti. Mungkin membuat konten bisa membantunya meredam stres.

Stres karena apa? Ais bertanya pada hatinya sendiri. Stres dicuekin? Stres nggak diperhatiin? Katanya cuma mau fokus sama Kenan Shakila. Dua minggu malah kepikiran dia.

Tapi aku pasti bisa. Ais menguatkan tekad. Sungguh hatinya tidak boleh galau hanya gara-gara Ares sudah bersikap normal. Aku pernah kehilangan Galih. Aku bisa lupain Galih. Aku pasti juga bisa lupain dia.

Sekali lagi, jatuh cinta tidak ada dalam rencananya.

Jemari Ais terhenti saat sampai pada foto-foto Ares yang diambil dengan kamera ponselnya saat mereka makan malam di Jember. Seingat Ais, ia sudah menyimpan foto Ares ke folder khusus. Rupanya ia hanya menyalin foto Ares ke folder lain.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang