Bab 55

6.2K 695 302
                                    

Tawa itu pecah hingga mengundang perhatian para pengunjung lainnya. Radi sampai memukul-mukul meja saking lucunya. Sejenak ia melupakan etika, saat meyakini candaan Ares nyaris berhasil mengelabuinya.

"Lucu banget! Gue hampir kegocek!" Radi mati-matian meredam tawanya sendiri. Tatapannya kembali pada wajah Ares yang masih serius memandanginya. Bahkan tidak ada senyuman samar di wajah sahabatnya itu. "Res?" Radi diam menatap Ares, mempelajari raut wajah yang menjadi terlalu serius. "Lo beneran?" tanyanya ragu.

Ares mengangguk pasrah. "Gue juga nggak tahu, kenapa dia....."

Bibir Radi menganga lebar, sebelum sebelah tangan menggaruk pipinya dengan pelan. "Lo beneran?" tanyanya lagi. Bagaimana bisa ia percaya, si Ares si nomor satu pemuja keindahan wanita ini kepincut emak-emak seperti Ais?

"Kenapa? Aneh ya?"

Senyuman Radi mengembang kaku. Sepertinya Ares memang sungguh-sungguh. Benar-benar sahabatnya yang satu ini di luar prediksi. Setelah terjerat cewek player dan digantung bertahun-tahun, kini Ares malah kepincut janda.

"Sori, Ais itu janda mati apa janda cerai?" Radi mengabaikan pertanyaan Ares dan balik bertanya. Kini ia sangat penasaran dengan sosok wanita yang sudah membalik hati Ares. Bayangkan, dari sederet perempuan sangat menarik yang pernah dekat dengan Ares, malah si Ais ini yang berhasil mengalihkan perhatian Ares dari Kirana. Sebelum-sebelumnya, tidak ada yang bisa membuat Ares melupakan Kirana.

"Janda cerai. Suaminya selingkuh sama cewek lain. Itu yang gue denger dari orang kantor."

"Oh..." Dahi Radi sedikit berkerut. "Terus, anaknya berapa?" Radi masih mengingat badan Ais yang sudah melar.

"Dua."

"Oooo....." Bibir Radi tertahan saat dagunya sedikit terangkat.

"Cowok sama cewek. Yang cowok kelas 1 SD. Yang cewek masih paud."

"Sori, gue penasaran..... apa yang bikin lo suka sama dia? Soalnya pas dulu liat di rumah dinas, gue yakin dia bukan tipe lo banget. Jauh banget."

"Dia memang bukan tipe gue." Ares menarik sudut bibirnya dengan malu. "Sama sekali bukan. Dia tuh kayak emak-emak yang biasa aja. Ya lo tahu kan, gue pernah curhat gimana penampilan dia itu bikin gua sakit mata..."

Radi mengangguk saat menunggu jawaban Ares.

"Tapi suatu hari, dia keliatan beda. Dia rapi, wangi, enak dilihat, sesuai kayak apa yang gue mau. Gue waktu itu cuma pingin dia itu rapi di kantor, udah gitu aja. Tapi pas dia nongol dengan penampilan yang beda itu, gue kayak liat upik abu yang berubah jadi cantik cuma dalam semalem...." Senyuman Ares mengembang lebih lebar yang turut menyeret senyuman Radi. "Gue tahu, kalo dibandingin sama Kirana ya jauh. Tapi...."

"Tapi apa?" Radi menjelang penasaran. Ia belum tahu seperti apa penampakan Ais saat ini, tapi ia sangat tahu gadis-gadis lain yang pernah dekat dengan Ares juga tidak kaleng-kaleng. Mereka semua kurus tinggi langsing dengan perawakan menawan. Sementara Ais, seingatnya wanita itu tidak tinggi juga tidak kurus dan tidak langsing. Pokoknya, jauh dari standar Ares.

"Gue suka liat perubahannya. Nggak tahu kenapa, gue jadi suka liatin. Kayak.... ternyata ini perempuan bisa keliatan menarik...." Ares menatap Radi ketika jadi bingung sendiri. Ia tahu Ais jauh dari tipenya, tetapi ia tidak bisa memberikan jawaban pasti mengapa hatinya terseret.

"Jadi lo suka dia karena..... dia udah keliatan better?"

"Iya... "

"Ada fotonya nggak?"

"Ada!" Ares dengan sumringah segera meraih ponselnya. "Ini foto waktu kita dinner berdua after meeting di Jember."

"Weeeew....... dinner berdua?" tanya Radi dengan senyuman tertahan. "Kok bisa? Supir lo mana?"

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang