Bab 75

5.3K 804 399
                                    

Kenapa aku tadi angguk kepala ya?

Menjelang dini hari, Ais masih menatap galau langit-langit kamarnya.

Gara-gara dia bilang love, ih aku langsung angguk-angguk aja. Ih aku ini!

Ais merasa sudah sangat terlambat menyesali kesalahannya, meski Ares hanya berniat mampir ke rumah di malam Minggu nanti.

Kenapa sih aku bodo banget? Laki bisa enteng ngomong cinta! Ais berusaha mendaratkan kembali hatinya yang meluncur ke Bulan. Tapi....

Bayangan bunga kembali muncul, kemudian pengakuan Rendra soal Ares yang berkata ingin menafkahinya, menyeret Ares lebih banyak lagi dalam benaknya. Apa laki-laki yang sekadar iseng akan berkata hal demikian di hadapan rekan kerja? Atau itu hanya sebatas bercandaan di antara sesama lelaki?

Tapi Ais sulit percaya jika level bercandaan Ares seperti itu, mengingat bagaimana sikap Ares ketika ada yang kelewatan bercanda mengenai dirinya. Tidak mungkin Ares yang membelanya malah menjatuhkan atau menyepelekannya di hadapan laki-laki lain. Iya kan? Ais ingin meyakinkan dirinya sendiri.

Ais ingin yakin, Ares tidak seperti itu di belakang punggungnya. Ia kembali mengingat tatap lembut dan senyuman Ares yang terasa begitu lumer saat mereka hanya berdua saja. Sudah lama ia tidak ditatap lembut oleh laki-laki. Saat masih menikah dengan Galih, tatapan mesra itu kian hilang seiring bertambahnya usia pernikahan.

Ah, namanya juga lagi pendekatan!

Ais kembali menyandarkan hatinya yang sudah siap melambung lagi. Ais yakin setelah mengenal lama, sikap seperti itu pasti akan berkurang bahkan sampai hilang. Ia sudah membuktikan sendiri.

Namun Ais mengakui, tipe lelaki seperti Ares memang sangat mudah untuk dicintai. Ini bukan hanya perkara tampang, tetapi segala hal pada diri Ares memang terlihat memikat. Tapi bagi Ais, Ares hanya sebatas untuk dikagumi, juga dipuja secara diam-diam.

Terbayang kembali sikap royal Ares yang tidak perlu dipertanyakan lagi, meski Ais sungguh tidak berharap diberi sangat banyak. Mungkin wanita lain tidak akan berpikir dua kali untuk menerima lelaki seperti Ares. Tapi, tidak dengan dirinya.

Kadang ia takut, karena Ares terkesan berlebihan dalam memberi. Selama ini ia tidak pernah menerima pemberian yang begitu banyak, sehingga merasa semua itu berlebihan. Ais takut ada maksud terselubung di balik semua sikap baik itu dan nyatanya memang Ares memiliki maksud.

Bayangan dua kotak kondom yang pernah ia temukan di kamar Ares kembali muncul. Ais ingat betul dua kotak kondom itu sudah tidak tersegel.

Buat apa aku kasih harapan sama Pak Ares? Dia simpen kondom di rumahnya. Ngapain aku urusan sama laki-laki kayak gitu coba? Ais menyesali ketegasannya yang mendadak goyah ketika mendengar pengakuan cinta Ares.

Tentu Ais tahu, laki-laki bisa bicara cinta demi mendapatkan seks. Laki-laki sungguh punya banyak cara untuk mendapatkan seks. Laki-laki bahkan tidak perlu cinta untuk melakukan seks.

Galih yang minim modal saja berani menikahinya demi bisa mendapatkan seks secara halal, kenapa Ares yang memiliki modal lebih banyak tidak bisa? Ais sudah sangat terlambat menyadari jika selama pernikahan mereka, Galih nyaris tidak mau memberikan kontribusi apa pun dan hanya mengejar hak dipenuhi kebutuhan biologisnya.

Galih yang pas-pasan dalam segala hal, memilih dirinya yang tidak banyak menuntut. Galih sudah tahu kapasitas dirinya sehingga menikahi perempuan sepertinya yang sangat mau dimanfaatkan. Lalu saat sudah memiliki sedikit modal, Galih malah berzina dengan perempuan lain.

Lantas mengapa Ares tidak?

Ais sudah bisa menilai seperti apa Ares di luar sepengetahuannya. Ais jadi mengingat saat tidak sengaja mendengar pertengkaran Ares di panggilan telepon dengan perempuan bernama Kirana. Lalu ia mengingat kembali pengakuan Ares  jika tidak punya siapa-siapa di Surabaya. Padahal, Ais melihat di Instagram, perempuan bernama Kirana itu juga tinggal di Surabaya.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang