Bab 62

5.1K 697 419
                                    

Pagi ini Ais sengaja mengeluarkan hijab yang selama ini masih tersimpan di dalam boks. Hijab dengan bahan entah kain apa yang sama sekali tidak kusut dan tidak meninggalkan bekas lipatan. Ais mengencangkan hijabnya sebelum menyemprotkan parfum favorit.

Demi menuntaskan janjinya dengan Ares, ia mengenakan hijab pemberian lelaki itu. Softlens bening sudah terpasang di kedua matanya. Ais menilai wajahnya yang sudah terlihat segar.

"Duh cantiknya udah kayak istri bos," puji Murni dari ambang pintu.

"Bisa aja Buk." Ais memulaskan lipstik glossy yang tidak terlalu terang, tapi juga tidak terlalu gelap. Warnanya pink sedikit keunguan, sangat masuk di warna bibir dan memberi kesan penuh sekaligus lembab. Ia melihat dalam review, lipstik ini diklaim mirip seperti lipstik bermerek yang harganya mencapai tujuh ratus ribuan. Saat melihat video perbandingannya, memang terlihat sama. Ais bukannya ingin terlihat seolah mengenakan lipstik mahal, tapi ia terlanjur jatuh cinta dengan warnanya.

"Bilang amin gitu lho." Murni bertahan menggoda Ais yang sedang mematut diri di depan cermin. "Tumben udah lipstikan dari rumah?"

"Ya nggak pa-pa Buk. Nggak selalu harus pake lipstik kalo udah di kantor."

"Kirain dijemput sama Pak Ares." Murni tersenyum sendiri meski hanya berbalas lirikan Ais.

Kemarin tiba-tiba Ais pulang dan membawakan banyak makanan. Ada ayam juga bebek yang tidak mungkin habis dalam sekali makan. Murni tidak bisa menahan bahagia yang membuncah saat mendengar makanan itu pemberian Ares. Saat pulang kerja, Ais juga membawa sekotak cokelat yang ampun-ampunan enaknya. Kenan dan Shakila sampai berebut. Bagaimana bisa ia tidak bahagia melihat Ais yang belum-belum sudah begitu dimanjakan oleh Ares?

"Buat siapa itu cantiknya?" Murni bertahan menggoda dari ambang pintu.

"Buat Ais sendiri, buat Kenan sama buat Shakila," jawab Ais dengan lirikan gemas. "Rugi cantik buat laki-laki, apalagi yang bukan siapa-siapa. Nggak semua hal itu pusatnya laki-laki Buk." Ais berusaha menjelaskan meski rasanya percuma mengingat ibunya adalah perempuan yang dibesarkan untuk mengabdi pada laki-laki meski terselamatkan karena memiliki suami sebaik ayahnya.

"Kirain buat...."

"Udahlah Buk... "

"Iya Ais, Ibuk masih doain kalian jodoh," tandas Murni sambil membawa tawanya menjauh.

Ais memutuskan tidak ambil pusing dan segera berangkat ke kantor. Pagi itu seperti biasa ia mengantar Kenan terlebih dulu ke sekolah.

"Yang pinter sekolahnya ya Kenan," pesan Ais setelah Kenan mencium punggung tangannya. Terselip bangga saat kemarin mendapati nilai-nilai latihan soal Kenan bertaburan nilai sembilan. Ais merasa di sinilah Tuhan meringankan kehidupannya. Kenan termasuk anak yang cepat menangkap pelajaran di sekolah. Jika menjelang ujian, ia hanya mengajari sebentar saja dan Kenan sudah menguasai materi.

"Ya Mama," balas Kenan sebelum berlalu masuk ke dalam sekolah.

"Bu...." Pak satpam yang sedang berjaga di depan pintu gerbang menyapa ramah. "Nggak dianter suaminya lagi Buk? Yang kapan itu bawa supir...."

Ya Allah, gara-gara Mas Januar. Ais meringis malu.

"Itu bos saya Pak, bukan suami saya. Kemarin Pak Supir itu bercanda." Ais meluruskan salah paham yang terjadi saat mereka hendak berangkat ke Jember.

"Oooo.... iya Bu." Dahi Pak Satpam berkerut saat menampakkan raut serba salah. "Udah terlanjur nyebar gosipnya di ibu-ibu wali murid. Tapi bukan saya yang nyebarin, sumpah!"

"Gosip apa Pak?" Ais menatap cemas.

"Ya itu, gosip kalo Ibu udah diperistri bos BUMN he he he.... "

Mati! Ais merasa bagai kehilangan muka saat mendengar gosip yang begitu jauh dari kenyataan.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang