Bab 24

3.5K 390 58
                                    


Malam itu Ares menikmati Mie Gacoan di ruang tamu rumah dinasnya. Demi beberapa alasan, Ares lebih memilih makan di ruang tamu jika sedang sendirian seperti ini daripada di meja makan. Hari ini ia memilih pulang lebih cepat dan tidak menghubungi Kirana. Sudah dua hari sejak pertemuan terakhir dan ia sengaja menahan jemarinya demi melebarkan jarak di antara mereka. Akan tetapi seperti biasanya, Kirana mungkin terlalu sibuk dengan dunianya sendiri sehingga tidak mencari tahu kabarnya. Ares memang merasa dibanding Kirana, ia menjadi pihak yang lebih sering menghubungi.

Mungkin terbaca lucu, mengingat mereka sudah selama ini tetapi ia masih memusingkan siapa yang lebih sering menghubungi siapa. Tapi Ares hanya ingin melihat ia diperjuangkan oleh Kirana, terutama di saat hatinya sedang berjuang dengan rasa tidak aman. Tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi.

Segala hal yang kian tawar ini membuat Ares lebih keras merenungi hubungannya dan selalu berakhir sakit kepala. Ares rasanya tidak kuat menahan sesak di dada tiap kali membayangkan perpisahan dengan Kirana. Menjauh sedikit saja ia sudah harus terpaksa menahan sakit, apalagi jika benar-benar berpisah.

Salahkah bila diriku terlalu mencintaimu, jangan tanyakan kenapa karena aku tak tahu.....

Sepenggal lirik lagu itu menggema sedih di dalam hatinya. Ares mengunyah makanannya yang mendadak terasa hambar, tetapi tidak lebih hambar dari hubungannya saat ini. Rasa-rasanya semakin tidak mungkin hubungan mereka berakhir di pelaminan. Selama ini, hanya ia yang menginginkan pernikahan. Namun nasihat yang pernah diberikan Radi kembali meluruskan logikanya. Siapa yang bisa menjamin kesetiaan Kirana?

Hubungannya dengan Kirana, tidak pernah menawarkan kenyamanan. Ares selalu menyimpan cemas, jika sewaktu-waktu ia harus tergeser oleh pria lainnya. Radi dan ibunya benar, sudah saatnya ia mencari pandangan lain sebelum hatinya dicampakkan lagi.

Sekarang saja, tanda-tanda itu sudah tampak semakin jelas meski tiap kali mereka bercinta Kirana selalu bersikap sebaliknya. Sangat passionate, sangat-sangat menyanjung egonya dan membuat hatinya percaya jika ia adalah pria yang paling diinginkan. Tapi saat ia sudah meninggalkan kamar Kirana, wanita itu berubah menjadi mode cuek lagi.

Ia ingin sekali berjalan nyaman dengan Kirana, tanpa harus terancam dengan keberadaan pria lainnya. Ia ingin memberikan ketenangan sebanyak yang ia bisa, tetapi Kirana selalu mengutamakan rasa takutnya. Kirana merasa takut dengan pernikahan, tapi bisa tidur dengan pria lainnya. Apa sebenarnya Kirana takut jika terbelenggu dalam hubungan monogami? Apa dirinya saja tidak cukup? Mirisnya, seiring berjalan waktu Ares merasa semakin kehilangan dirinya. Segalanya telah ia berikan, termasuk toleransi yang tidak berbatas. Tapi pada akhirnya, Ares mendapati ia hanya kelelahan sendirian.

Ares meletakkan kotak makannya. Percuma memaksa mulutnya mengunyah, ia sedang tidak berselera makan meski dimsum di dalam kotak styrofoam terlihat begitu menggiurkan. Ia mengecek ponselnya dan masih tidak mendapati kabar dari Kirana, padahal wanita itu sedang online. Berkali-kali Ares melihat status Kirana online, tapi sampai detik ini Kirana belum menghubunginya.

Apa dia lagi telponan atau chat-an sama Ko Steven?

Pertanyaan itu terlintas begitu saja di benaknya. Ares tidak bisa berpikir positif untuk saat ini. Sepertinya ia memang harus segera mencari pandangan lain. Ares merasa begitu menyedihkan ketika ia menjadi satu-satunya pihak yang menunggu sedangkan Kirana mungkin saja sedang asyik bersama pria lainnya.

Terbesit keinginan untuk melakukan panggilan video, tetapi Ares menahan jemarinya. Tidak, ia harus cuek untuk saat ini. Ares menggeleng kecil dan membuka galeri ponselnya. Ujung lidah bergerak membersihkan sisa makanan di gigi, sementara ibu jarinya mengusap layar. Ares berhenti pada salah satu foto yang ia ambil enam bulan yang lalu, tepatnya saat sedang makan sendirian di sebuah kafe di dekat kantor. Saat itu sambil menunggu makanannya datang, ia sempat memfoto suasana estetik di dalam kafe.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang