Bab 34

4.1K 491 159
                                    

Rafting terlihat menakutkan bagi Ais sehingga sedari tadi ia menunggu dengan raut cemas sambil merapal doa di dalam hati.

Setelah ini giliran tim mereka, setelah menunggu sedikit lama karena keterbatasan perahu. Ais tentu saja tidak mengenakan kacamatanya meski tidak bisa melihat dengan cukup jelas. Bagaimana jika mendadak kacamatanya terlepas dan hilang di sungai?

Ais diam-diam melirik Ares yang berdiri tidak jauh darinya. Sama seperti yang lain, Ares yang pagi ini mengenakan kaos hitam dan celana pendek sudah mengenakan helm pengaman dan pelampung. Jika saja bukan karena Ares, mungkin ia sudah membuat seribu satu alasan supaya bisa melarikan diri dari olahraga berisiko ini. Akan tetapi Ares sudah mewanti-wanti jauh-jauh hari agar ia tetap ikut dalam kegiatan ini. Mau tidak mau, di sinilah ia sekarang.

"Tim kanwi! Tim kanwil!" Sammy berteriak dari tepi sungai.

Ais mendengar sorak antusias teman-temannya saat kakinya mendadak dingin.

"Bund! Ayo!" Ratih menepuk punggungnya sebelum menuju tepi sungai.

Ya Tuhan, selamatkanlah aku. Anakku dua, masih kecil-kecil. Mereka cuma punya aku. Ais berdoa sambil melangkah berat. Ia melihat teman-temannya sudah berkumpul untuk mendengarkan arahan dari pemandu.

"Kaitkan tali helm dengan batas dua jari dari dagu. Ini gunanya supaya tidak tercekik saat terjadi insiden dalam kegiatan." Sang pemandu memberikan arahan. "Pastikan life jacket atau pelampung sudah terpasang dengan benar. Jika nanti perahu terbalik, sebaiknya berenang dengan gaya punggung supaya nggak nabrak batu."

Berenang? Ais menatap pucat. Mengingat satu-satunya gaya berenang yang ia bisa hanya gaya batu.

"Atau tunggu ditolong temannya yang dekat. Tapi cuaca hari ini cerah, arus sungai nggak terlalu deres, Insya Allah aman Bapak Ibu," sambung sang pemandu." Sebelum mulai, kita berdoa dulu. Saya persilahkan berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Berdoa mulai."

Ya Tuhan. Ais menunduk pucat. Terbayang wajah Kenan dan Shakila saat ia memohon keselamatannya.

"Berdoa selesai. Bapak Ibu silahkan menuju perahu yang sudah disiapkan. Masing-masing perahu maksimal tiga peserta." Sang pemandu memberikan arahan.

Ais melihat semua teman-temannya antusias menuju perahu yang sudah menunggu di tepi sungai. Langkahnya terhenti saat rasanya ia ingin kabur saja.

"Ais! Ais!"

Ais segera menoleh ketika mendapati Ares memanggilnya dari salah satu perahu karet dan tentu saja mengundang atensi yang lainnya.

"Ais sini sama aku! Sini!" Ares tersenyum saat memanggilnya sambil menggerakkan tangan. Ais melihat Sammy juga berada di perahu yang sama dengan Ares. Ais tergesa berjalan menuju perahu Ares dan sempat menangkap raut wajah Dona yang tampak keheranan.

"Sini di tengah." Ares mundur ke belakang dan memberikan tempatnya. "Jangan takut, aku di belakangmu." Ares berusaha menenangkan Ais yang sedari tadi tampak tegang sendirian.

Seketika Ais merasa aman, meski rasa takut itu tidak seluruhnya punah. Ais segera mengangguk dan duduk di tengah, sesuai instruksi Ares.

"Wes aman!" cetus Ares dengan tatap jenaka.

"Aman Bund," Sammy yang duduk di depan Ais turut menimpali.

"Siap ya?" tanya guide yang memegang dayung dan berada di bagian paling belakang perahu karet yang mereka naiki. Ratih memang benar, mereka menaiki perahu karet kecil dan hanya guide yang satu-satunya memegang dayung.

Perahu mereka bergerak. Ais mendengar sorakan teman-temannya saat perahu karet yang mereka naiki mulai terbawa arus. Seumur-umur baru kali ini Ais tahu bagaimana rasanya rafting.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang