Bab 67

5.6K 746 354
                                    

"Lo beneran nggak makan?"

Rabu malam, mereka janji bertemu di mall dekat kantor Ares. Radi yang sudah selesai makan mulai menyesap pelan kopinya.

"Gue lagi males makan." Ares memantik api. Saat ini mereka sedang nongkrong di sebuah kafe dan duduk di area out door.

"Jatuh cinta bikin males makan ya? Emang kenyang ngelamun doang?" Radi sengaja menggoda Ares.

Ares hanya menyungging senyuman tipis sebelum kembali menyesap rokoknya.

"Jadi, gimana perkembangan hubungan lo sama Ais? Udah sampe mana tahap pedekate-nya?" Radi menyesap rokok elektriknya.

Ares membuang asap rokok sambil menahan malu. Sejenak bola matanya menatap ke segala arah. "Gue cerita nggak ya?"

"Cerita lah. Kan cuma gue temen lo cerita...."

Bener juga. Ares menggaruk kecil keningnya sebelum kembali menyesap rokok. Rasanya akhir-akhir ini ia stres sehingga kehilangan nafsu makan. Setiap malam ia termenung sendirian memikirkan apa yang menjadi penyebab Ais tidak menyukainya.

Ia sedang menaikkan nilai dirinya sendiri, yang sudah ditolak mentah-mentah oleh janda seperti Ais. Ia berusaha menyugesti dirinya bahwa ia tidak akan rugi apa pun jika tidak mendapatkan Ais. Tetapi seorang lelaki di seberang pulau mengkhawatirkan Ais hingga merasa perlu memastikan Ais baik-baik saja melalui dirinya. Seorang lelaki yang telah melakukan banyak hal untuk Ais. Terlihat seperti pelindung sekaligus pahlawan.

"Jadi gimana?"

"Gue udah confess." Ares menahan senyuman getir di wajahnya.

"WOW! Terus?"

"Ditolak."

"HAA?" Bibir Radi menganga sebelum tawanya pecah.

Shit, Ares mengumpat dalam hati.

"Lo? Ditolaaak?"

"Ares membuang abu rokoknya sambil menebalkan muka.

"Kapan itu?" Sambil menahan tawa Radi membuka aplikasi kalender di ponselnya. Ia akan mencatat hari bersejarah itu.

"Sabtu kemarin." Ares menatap curiga Radi yang cekikikan sambil mengetik ponsel. Ia tergoda mengintip dan umpatannya lolos saat melihat Radi menandai kalender. "Tai! Lo ngapain?"

"Gue mo catet hari bersejarah itu. Wah, lo bakal inget Ais seumur hidup."

"Gue udah sering ditolak Kirana." Ares membela diri.

"Tapi udah lo ewe..."

Ares kehilangan kata-kata saat Radi kembali menertawakannya.

"Udah lo kawinin sepuluh tahun! Lo tetep diterima," sambung Radi, "dia cuma nggak mau diajak nikah secara resmi di hadapan Tuhan dan negara. Kalo sama Ais, lo beneran ditolak."

"Gue cerita nggak?"

"Oke... oke terus?" Cengiran Radi mengembang dan ia  kembali memusatkan perhatian pada Ares.

"Gue sebenernya udah ngerasa dia kayak jaga jarak. Dia nggak mau gue kasih hadiah, gue beliin makan juga nggak mau. Gue takut kalo.... ternyata dia nggak suka gue. Feeling gue udah nggak enak tapi gue tetep maju. Jadi gue confess aja nggak pake persiapan. Gue nggak siapin bunga, itu cuma makan malem biasa bukan dinner romantis, pokoknya gue nggak siap. Kita makan di mall.... dan pas gue confess gue langsung ditolak."

Radi memperhatikan raut kecewa Ares.

"Dia bahkan nggak ngasih gue kesempatan. Dia bilang nggak suka gue."

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang