Bab 37

3.7K 412 50
                                    

Gimana ya ngasih tahunya?

Ares melirik layar CCTV dan melihat Ais sedang bercermin di mejanya, lagi-lagi menggambari alis.

Ya Tuhan....alis kamu udah setebel Shincan, please jangan ditebelin lagi! Ares menghela napas sebelum mengalihkan pandangan matanya. Sudah satu minggu Ais tampil menor. Perubahan Ais yang begitu drastis ini menimbulkan tanda tanya di hatinya.

Kan dia pernah ikut beauty class, masa nggak diajarin sih? Kenapa harus dandan kayak gitu? Masa nggak ada yang bilangin sih kalo alisnya ketebelen? Belum lisptiknya yang ngejreng. Duh! Ares memijit pelan pangkal hidungnya ketika penampilan Ais membuat matanya lebih cepat lelah.

Ares bisa tahan memandangi rincian laporan di laptop selama berjam-jam, atau membedah alur transaksi seperti yang biasa ia lakukan dulu. Ia bisa tahan dengan semua detail yang menjadi bagian dari pekerjaannya tetapi tidak pernah bisa tahan dengan penampilan Ais. Entah mengapa Ais selalu membuat matanya terpaksa melihat hal-hal yang sungguh terasa menggelitik sekaligus mengganggu.

Kenapa tiba-tiba Ais berubah seperti ini? Ares kembali melirik CCTV dan melihat Ais sedang bicara dengan Sammy. Apa jangan-jangan dia lagi berusaha caper ke seseorang? Pertanyaan itu terlintas begitu saja dan tiba-tiba Ares bagai mendapat pencerahan.

AHA! Tentu aja! Dia kan janda! Kira-kira siapa ya? Ares menatap antusias layar CCTV-nya. Hal itu mungkin saja, karena tidak biasanya Ais tiba-tiba suka merias diri. Ares mulai mengabsen satu demi satu anak buahnya, yang mungkin menarik perhatian Ais. Karena Ais korban perselingkuhan, Ares yakin sekali Ais tidak menyasar Sodiq atau staf pria lainnya yang sudah menikah.

Oh satu lagi, tidak mungkin juga Billy.

Apa Sammy? Ares mencurigai Sammy yang berkulit cerah dan lumayan tinggi, meski tidak setinggi dirinya. Tapi setahu Ares, pemuda yang sedikit berisi itu supel dan lumayan famous di kalangan staf perempuan lintas departemen. Ia pernah mendengar dari Mas Agus, setiap sore Sammy hampir selalu membonceng pulang staf perempuan. Pokoknya ada saja yang dekat dengan Sammy.

Ares mulai mengingat-ingat saat Sammy dan Ais datang bersama ke rumah dinasnya. Seingat Ares, mereka berdua menjadi lebih banyak berkomunikasi saat menjadi panitia jambore.

Tapi masa sama berondong? Kok kayaknya nggak mungkin ya? Ares buru-buru menyangkal dugaannya barusan. Selama ini ia melihat interaksi Ais dengan para staf pria di sini wajar-wajar saja. Sikap Ais juga biasa-biasa saja. Pokoknya Ais itu jauh dari kesan centil atau genit.

Atau dia flirting sama staf consumer card di lantai atas? Kan dulu dia di consumer card? Pasti ada sesuatu kenapa dia tiba-tiba menor. Atau dia udah capek jadi janda dan lagi terbar pesona? Ares merasa yang terakhir yang paling masuk akal.

Ares rasa wajar saja jika Ais merasa lelah menjadi janda. Akan tetapi sungguh malang, para pria kebanyakan menyukai riasan yang terlihat natural daripada yang dangdut seperti itu. Ares sungguh yakin meski tidak pernah menyurvey pendapat semua pria dan mengambil kesimpulan berdasarkan seleranya sendiri.

Ares kembali memijit pelan keningnya, tepat di atas kedua matanya. Hanya ini yang bisa ia lakukan ketika akhir-akhir ini matanya menjadi cepat lelah saat melihat riasan Ais. Sungguh riasan menor yang mengganggu, membuatnya menyimpan sedikit dongkol hingga pusing sendiri.

Sebenarnya Ares menaruh kasihan. Si Ais itu, sungguh lebih pandai memasak daripada merias wajah. Mungkin Ais kurang banyak mencari referensi make up yang aman untuk ke kantor.

Ares sungguh ingin sekali mengingatkan Ais, tetapi ia takut lisannya menyinggung hati Ais. Sepertinya akan lebih mudah jika yang mengingatkan adalah sesama perempuan. Namun yang membuat Ares heran, kenapa Ais tidak melihat bagaimana teman-temannya berdandan?Kenapa Ais harus tampil mencolok seperti itu?

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang