Bab 52

5.7K 663 224
                                    

Mereka baru keluar pintu tol saat Ares menguap berkali-kali. Ais melihat Ares sudah mengantuk berat karena beberapa kilometer sebelum sampai di pintu tol, Ares melambat dan memindahkan mobil ke laju kiri.

Ares mengambil botol kopinya di dekat persneling, lupa jika kopinya sudah habis. Ia kembali menguap sebelum meletakkan botol kopinya. Ini bahkan sudah botol yang kedua. Sekarang sudah hampir jam satu pagi dan matanya sudah teramat berat.

"Mau saya gantiin nyetir Pak?" Ais menawarkan bantuan. Ia tidak tega melihat Ares. Selain itu, sangat berbahaya bagi mereka berdua. Kebetulan tadi ia sempat tertidur sebentar dan kini sudah tidak begitu mengantuk.

"Nggak usah Ais, jangan. Aku boleh berhenti bentar nggak di pinggir jalan?Aku ngantuk pingin tidur bentar."

"Iya Pak, nggak pa-pa."

Ares membuat mobilnya berjalan lebih lambat demi mencari tempat beristirahat. Ia segera menepi saat menemukan parkiran ruko.

"Maaf ya Ais." Ares mematikan mesin dan menurunkan sedikit kaca jendela.

"Nggak pa-pa Pak."

"Aku tidur setengah jam aja. Nanti tolong bangunin ya." Ares memundurkan kursi demi membuat kaki panjangnya lebih nyaman, kemudian menurunkan sandarannya sebelum menutup matanya dengan sebelah lengan.

Ais melirik malu Ares yang sudah jatuh tertidur. Entah kenapa ia merasa malu, Ais juga tidak tahu. Ais yakin Ares juga sudah tidak sempat merasa malu karena mengantuk dan kelelahan.

Akan tetapi situasi seperti ini mengingatkannya saat masih menikah dengan Galih dulu. Tiap kali bepergian dan mengantuk, Galih juga akan berhenti di pinggir jalan dan tidur seperti Ares. Tapi bedanya, saat itu mereka bersama Kenan dan Shakila. Sedangkan saat ini, ia hanya berdua-duaan dengan Ares.

Perempuan mana yang tidak merasakan riak-riak aneh saat berdua-duaan di dalam mobil dengan lelaki seperti Ares? Apalagi seharian ini sikap Ares begitu berbeda dan tidak seperti biasanya. Ares hari ini, bukanlah Ares yang biasa Ais kenal di kantor.

Ares bersikap lebih lepas. Ares seperti lebih santai dan ia merasa mereka mengobrol layaknya teman biasa. Bagaimana bisa atasan yang berwibawa dan disegani di kantor, sengaja bersikap konyol di hadapannya dengan menirukan pose ala foto model? Sampai saat ini, Ais masih terheran-heran.

Apa karena mereka berdua-duaan dalam waktu yang lama sehingga Ares bersikap lebih terbuka agar suasana tidak terbangun canggung? Mungkin. Ais menganggap lebih baik ia berpikir sederhana saja meski lagu-lagu dari playlist Ares seakan menyampaikan maksud yang berbeda.

Ah, udahlah.

Demi menepis perasaan aneh di dalam dada, Ais memilih mengalihkan pandangannya pada suasana jalanan yang sepi. Ia memperkirakan baru sampai di rumah menjelang jam tiga pagi. 

"Hmm...." gumaman kecil Ares membuat Ais kembali menoleh. Ia melihat sebelah tangan Ares sudah meninggalkan wajah.

Sepanjang perjalanan karirnya, hanya Ares satu-satunya atasan yang ia ketahui bagaimana saat tidur. Mulai dari saat lelaki itu tertidur di mejanya, hingga di sampingnya seperti saat ini. Bentar, tidur di samping? Ih kayak apaan aja ah! Ais segera meralat pemikiran yang membuatnya merasa jengah sendiri.

Berikutnya Ais mendengar dengkuran halus Ares. Sepertinya Ares tidur pulas sekali. Ais kembali melirik saat mendengar gemeretak gigi Ares.

Mendadak jadi tersadar, sudah lama Ia tidak mendengar gemeretak gigi laki-laki yang sedang tidur. Tatapan Ais masih tertahan pada wajah polos sekaligus kelelahan Ares. Ais berusaha agar matanya tidak melirik area perut ke bawah. Tidak baik bagi imannya.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang