Toko oleh-oleh itu kebetulan tidak terlalu jauh dari pusat kota Jember. Tadi Ares berkata jika mengetahui toko oleh-oleh yang kini mereka datangi dari Tiktok.
"Bapak sering nyari rekomendasi dari Tiktok ya?" Tanya Ais setelah mereka mendapat parkir.
"Iya Ais. Coba deh kamu cari apa aja di Tiktok, pasti ada. Apalagi review atau rekomendasi gitu. Udah kayak Google," jawab Ares terus terang. "Tapi selain Tiktok, aku juga ngecek rate toko ini di Google. Banyak review bagus, kayaknya oke."
Haaa sampe ngecek rate di Google? Ais melongo sejenak.
"Yuk turun." Ares membuka pintu mobil. Ais segera turun dari mobil dan mereka berjalan berdampingan menuju toko oleh-oleh.
Mereka melewati pintu masuk dan disambut dengan ramah oleh pegawai toko yang berjaga di dekat pintu. Ares mengambil dua buah keranjang besar dengan roda. Satu untuknya dan satu untuk Ais.
"Kamu ambil yang banyak ya, buat ibu sama anak-anak kamu di rumah," ucapnya sambil menyerahkan keranjang untuk Ais.
Ais sempat menatap bingung. Ini maksudnya dibayarin gitu? Ia bertanya ragu pada dirinya sendiri karena rasanya tidak etis memperjelas pertanyaan semacam itu. "Iya Pak," jawabnya kemudian. Ia segera menyimpulkan jika Ares memang berniat membayari. Jika tidak, untuk apa menyodorkan keranjang kepadanya dan menyuruhnya mengambil oleh-oleh yang banyak?
Mereka mulai melihat-lihat. Ais sebenarnya sudah pernah mencicipi oleh-oleh khas Jember yang pernah dibawakan oleh Galih seperti kopi, prol tape, dan permen suwar suwir. Langkah Ais terhenti saat melihat Ares memasukkan toples kue kacang ke dalam keranjang. Seingat Ais ia belum pernah mencoba kue kacang khas Jember, jadi ia turut mengambil satu.
Ares bergeser menatap aneka oleh-oleh di rak lain dan mengambil kopi khas Jember. "Aku belum pernah coba kopi khas Jember."
"Saya pernah Pak." Senyuman Ais mengembang kecil.
"Oh ya? Enak?"
"Ya... kayak kopi Pak..."
Senyuman Ares lepas begitu saja. "Iya ya.... masa kayak senyuman gebetan... "
Ais jadi salah tingkah lagi. "E... enak kok Pak." Ia melihat senyuman Ares. "Kopinya," sambungnya kemudian. Iyalah kopinya. Duh, bapak senyum terus. Ais membatin saat menghela napas demi mengusir salah tingkah yang datang kesekian kalinya.
"Oke... aku ambil buat di kantor sama di rumah." Ares memasukkan empat bungkus sekaligus. "Kamu nggak?" Kemudian melirik Ais.
"Boleh Pak satu aja."
Ares mengambilkan dua bungkus untuk Ais. "Satu kurang."
"Makasih Pak..." Senyuman Ais mengembang malu-malu.
"E... ternyata di sini juga jual oleh-oleh khas daerah lain. Ini ada rengginang lorjuk." Ares menunjukkan rengginang lorjuk di tangannya.
"Oh iya di sebelah sini juga ada keripik-keripik." Ais menuju ke seberang rak.
Ares segera memasukkan empat bungkus rengginang lorjuk ke dalam keranjangnya. Kemudian mengambil lagi dua bungkus dan memasukkannya ke dalam keranjang Ais.
"Ya ampun Bapak, sudah Pak."
"Kurang itu." Ares memindahkan lagi satu bungkus rengginang lorjuk dari dalam keranjangnya ke dalam keranjang Ais.
"Pak ini udah banyak." Ais menatap segan.
"Dodol dodol..." Ares menuding rak berisi aneka dodol di belakang punggungnya. Ia memasukkan dua dodol nangka dan dua dodol tape ke dalam keranjangnya kemudian celingukan mencari keberadaan Ais yang tampak sengaja menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
POINT OF VIEW [End]
Lãng mạnAres Rasendriya Darajat, definisi diem aja ganteng. Regional Head of Risk Department bank pelat merah itu masih lajang di usia 37 tahun. [SEBAGIAN PART HANYA BISA DIBACA DI KARYAKARSA] Padahal dengan gaya rambut kekinian dan segala yang ada pada di...