Bab 50

6.4K 671 410
                                    

Ares menganggap ia sungguh tahu mengenai apa yang sedang ia lakukan. Ia sudah memikirkannya sebelum memutuskan melangkah maju. Untuk saat ini, Ares memutuskan mengikuti kata hatinya.

Tak dipungkiri, ia sempat bimbang sebelum memilih mendekati Ais. Ares sudah menyingkirkan ketakutan-ketakutannya dan memilih menyerah pada perasaannya.

Memangnya kenapa jika Ais janda?

Kenapa ia harus takut menjatuhkan hati pada wanita yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan? Mungkin seleranya memang sudah berubah, Ares sudah bisa menerimanya. Ares tidak tahu pasti mengapa seleranya bisa berubah dengan cepat dan berniat menemukan lebih banyak jawaban saat mengenal Ais lebih dekat. Ares tidak ingin pusing-pusing memikirkan ini dan itu, ketika secara tiba-tiba Ais menyeret hatinya.

Tapi bagaimana dengan ibunya?

Ares memilih mengesampingkan bagaimana penilaian ibunya nanti. Bagi Ares, jalan menuju ke sana masih belum pasti. Saat ini ia hanya ingin mengenali Ais selangkah demi selangkah. Untuk sementara Ares belum ingin memikirkan yang lain-lain. Perasaannya saat ini ingin selalu dekat dengan Ais.

Ares hanya ingin menikmati perasaannya yang sedang jatuh lagi. Membiarkan semuanya mengalir alami tanpa diburu-buru ini dan itu. Untuk saat ini ia ingin menjadi lebih akrab dengan wanita yang sudah meniupkan cinta dengan cara yang tidak biasa.

Tapi pengalaman jatuh cinta lagi ini, membuat Ares tidak dapat menahan sikapnya. Ia ingin memuji Ais secara langsung, tetapi masih malu. Bagaimana jika Ais menganggapnya genit? Demi menghindari kesan negatif itu, ia memilih melempar pujian di depan banyak orang agar tidak terlihat aneh. Tak tahunya, malah dijahili habis-habisan oleh Taufiq.

Meeting tadi berakhir pukul lima, setelah sesi foto bersama dengan seluruh staf risk di area Jember. Sedikit gerimis saat Ares membawa mobil dinasnya meninggalkan lokasi meeting. Tadi ia mengizinkan Januar pulang lebih dulu dan supirnya itu sudah pamit pulang di pukul tiga sore.

"Tadi Mas Januar pulang sama siapa?" Ares sengaja bertanya demi memecah kebisuan. Padahal, ia sudah tahu jawabannya dari mulut Januar sendiri. Namun sejak memasuki mobil, Ais yang duduk di sebelahnya terlihat canggung sehingga pura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Tadi katanya dijemput saudaranya Pak." Ais segera menurunkan ponselnya.

"Ou..." Ares manggut-manggut sambil menyalakan playlist yang sudah ia siapkan.

Ais melirik kaku ke arah display audio saat mendengar intro lagu yang sedang hits. Gerimis, Ares, dan lagu ini. Ais sulit merasa santai sehingga memilih menatap lurus jalanan di depan.

"Kita bikin romantis, bikin paling romantis...
Sambil bermain mata, turun ke hati, hatinya jatuh..."

"Kita bikin romantis yang paling romantis...." Ares turut bersenandung sambil mengecek Ais melalui lirikan samar.

Aduh...aduh...aduh duh duh duh. Ais mati-matian menekan grogi hingga air liurnya tertahan di pangkal kerongkongan. Jemarinya saling terpaut ketika sedang menguatkan diri sendiri agar tetap tenang dalam situasi yang membuat serba salah tingkah ini. Demi menyelamatkan sikap serba salahnya, Ais memilih berlagak menatap pemandangan indah di luar jendela. Ia berharap pemandangan pegunungan dan tumbuh-tumbuhan hijau menenteramkan kekacauan di dalam hatinya.

"Pemandangannya bagus ya...." Ares melirik Ais yang tampak menikmati pemandangan.

"Iya Pak bagus," jawab Ais seadanya.

"Aku suka pemandangan kayak gini. Romantis." Ares menahan senyuman salah tingkahnya.

DUUUUUUH! Ais menekan bibirnya. Ngomong apa ini akuuuuuuu? Aku bilang apa iniiii? Tuhaaaaan pingin cepet sampe rumaaaaah.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang