Bab 6

4.6K 409 66
                                    

"Kalau bibir pecah-pecah itu dikasih apa sih?" tanya Ares begitu keluar dari toilet.

Malam itu Ares menyempatkan bertanya saat mengunjungi apartemen Kirana.

"Kenapa? Bibir kamu aku liat nggak pa-pa?" Kirana yang masih berada di bawah selimut memperhatikan dengan seksama bibir Ares.

"Sekretaris aku...." Ares kembali mengenakan celananya yang tergeletak di atas karpet.

"Sekretaris kamu, yang kata kamu emak-emak itu?" Kirana mengamati Ares yang menaikkan resleting dan mengaitkan kembali ikat pinggangnya. Kedua matanya bergerak menyusuri dada bidang Ares dan otot perut yang kencang.

"Iya, dia.... gimana ya? Apa sih bahasa jawanya? Amburadul?" Ares menatap Kirana yang segera tertawa kecil mendengar perkataannya. "Kacau..."

"Kasihan tahu, dia janda. Single parent..." Kirana memeluk bantal sambil memperhatikan Ares yang kini mengenakan kembali kemejanya.

"Iya. Dia kan berkerudung, tapi jarang keliatan rapi." Jemari Ares bergerak mengancing kemejanya.

"Iya kamu udah pernah cerita... "

"Baju dia juga sering kusut," sambung Ares. "Kayak di bagian bawah kemeja, lengan, belakang.. aku liat sering kusut. Nggak enak banget diliat. Nggak rapi." Ares menggeleng kecil dan meraih ujung kemejanya yang lupa dimasukkan.

"Kamu tegur aja baik-baik."

"Gimana ya? Aku nggak tega tegur dia. Dia kan perempuan. Pasti perasaannya halus. Apalagi yang negur aku yang laki-laki. Harusnya kayak gitu tuh, dia udah paham kan? Maksud aku... ini bukan masalah krusial tapi... rapi itu kan lebih enak? Apalagi di bank. Ya walau back office tapi ya harus tetep rapi lah."

Kirana menarik kecil sudut bibirnya saat Ares membuka kembali gesper ikat pinggang dan celana, kemudian memasukkan ujung kemejanya sebelum berputar menghadap cermin. Kini kemeja Ares sudah tampak kembali rapi seperti tadi sore.

"Kemarin aku beliin tisu gara-gara dia lap gigi dia yang kena lipstik pake ujung kemeja." Ares menarik ujung lengan kemejanya sendiri demi menunjukkan pada Kirana. " Di depan aku dia kaya gitu...." Ares menghentikan sejenak kalimatnya saat melihat tawa tertahan Kirana.

"Pasti kamu jijik. Kamu kan orangnya nggak suka yang jorok-jorok...."

"Iya! Makanya itu, kemarin pas ketemuan sama Radi aku beliin tisu sekalian sama tempatnya."

"Niat banget sih.... " Kirana menatap geli.

"Biar rapi. Kalo tisu ada tempatnya kan lebih rapi, lebih bersih, lebih enak diliat. Aku nggak bisa liat yang nggak rapi-nggak rapi gitu. Bayangin, semenjak dia jadi sekretaris aku, udah tiga bulan lho aku liat hal-hal kayak gitu."

"Sabar... "

"Terus tadi, aku liat bibir dia itu pecah-pecah, malah ada yang sedikit ngeletek gitu." Ares menuding bibirnya sendiri.

"Terus kamu nggak tahan liat bibir dia yang pecah-pecah itu kan?" Kirana mengangguk maklum sambil memperhatikan Ares yang menggulung ujung lengan kemejanya dan kembali menangkap lengan berurat Ares.

"Iya.... kayak, kenapa sih nggak dikasih apa kek gitu bibirnya? Minum vitamin C kek... aku tadi sempet beliin vitamin C buat dia, besok aku taruh mejanya."

"WHAT?" Kirana menatap tak percaya sambil menahan senyuman yang nyaris lepas.

"Ya aku nggak telaten liat hal-hal kayak gitu dibiarin aja. Tahu kan? Kalo fokus mataku itu gampang keganggu sama hal-hal kayak gitu? Kayak tiap dia ngomong, mau nggak mau makin banyak hal-hal nggak beres yang aku liat mulai pinggiran jilbab yang nggak rapi, terus sekarang bibir pecah-pecah...."

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang