Bab 32

4.2K 480 57
                                    

Ratih - AMLO
Bund, sampe mana?

'Ini baru  mau berangkat, masih di rumah dinas Pak Ares. Kenapa?'

'Lho belum berangkat? Ngapain di rumah dinas bapaknya?'

'Mampir, dia ngambil baju. Kenapa?'

'Ini lho, si Dona kan satu mobil sama aku. Dia nanyain Bunda terus, udah sampe mana 😌'

'Tumben-tumbenan nanyain aku?🤔'

'Isssh! 🤫 Maksudnya ya nanyain Pak Ares lah! Kayak nggak tahu aja Bund. Dia kayaknya kecewa soalnya bukannya dia yang diajak bareng...'

'Lha aku kan emang sekretarisnya, gimana?'

'Lha iya itu, wkwkwk..."

'Padahal udah aku siapin camilan lho di tas. Nggak tahunya aku disuruh bareng Bapak.'

'Nggak pa-pa Bund buat di kamar hotel aja. Kan kita satu kamar. Aku, Bunda, Brili, sama Dona.'

'Iya kayaknya aku telat nyampe sana...'

'Yah padahal pingin nggosip... ya udah Bund see you😘'

Ais tersenyum saat di tengah perjalanan kembali membaca chat dari Ratih. Saat ini di mobil, ia duduk tepat di belakang Ares. Sesekali Ais menatap pemandangan malam di luar jendela.

Topik tentang gelagat Dona ini selalu menarik untuk dibahas. Orang-orang di kantor rajin menaruh atensi pada gelagat Dona yang terbaca mengagumi Ares. Ais sendiri sampai heran, kok bisa ya orang-orang sejeli itu? Ia yang awalnya cuek, jadi ikut-ikutan mengamati.

Tapi sayangnya, sikap Dona tidak berbanding lurus dengan sikap Ares. Malah sebaliknya, Ares terlihat biasa-biasa saja meski Dona merupakan yang paling cantik di departemen mereka.

"Aku juga pingin punya istri."

Kalimat Ares tadi masih menancap di kepala Ais meski sudah dua jam perjalanan.

Jadi Ares nggak homo? Atau buat kedok aja? Pertanyaan itu kembali muncul di kepalanya. Masalahnya, tidak diketahui dengan jelas Ares ini punya pacar atau tidak, dan apakah pacarnya itu laki-laki atau perempuan. Atau jangan-jangan dia bi? Doyan cowok sama doyan cewek? Pertanyaan dalam kepala Ais menggelinding semakin jauh.

Akan tetapi, selama ini Ares baru terlihat dengan seorang lelaki kekar. Di kantor, Ares sama sekali tidak terlihat pernah menunjukkan ketertarikan baik kepada laki-laki maupun perempuan. Di kantor, Ares juga tidak terlihat menaruh perhatian kepada siapa pun, kecuali kepada dirinya.

Eeeeee, Ais jadi malu sendiri saat senyuman Ares tadi kembali terbayang-bayang di pelupuk matanya. Apa semua perhatian yang diberikan Ares benar-benar tanpa makna?

Ais kembali mengingat saat tadi Ares mempersilahkannya duduk di seat belakang seperti bos, sedangkan Ares berinisiatif duduk di seat depan di sebelah Januar.

"Nggak pa-pa Pak saya di belakang?" tanyanya kikuk setelah sempat menolak. Ais merasa kurang pantas duduk di belakang, di tempat Ares biasa duduk.

"Nggak pa-pa. Udah masuk." Ares membukakan pintu untuknya dengan senyuman jenaka. "Malem ini kamu dept head," canda Ares kemudian yang membuatnya tersipu.

Mbooook. Diam-diam Ais tersenyum sendirian sambil menatap pemandangan sepi di luar jendela. Apa boleh seorang department head seperti Ares membukakan pintu untuk anak buah sepertinya?

Ah Bapak!

Ais mengulum senyum ketika mengingat bagaimana tadi tampang plonga-plongo Januar saat melihat sikap Ares. Seumur hidup, baru kali ini seorang laki-laki membuatnya merasa teramat spesial meski hanya bermaksud bercanda. Tapi rasa-rasanya tidak ada atasan yang bercanda seperti itu kecuali Ares.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang