Bab 86

5.7K 780 302
                                    

Pagi itu seperti biasa, Ais sudah datang sebelum yang lain datang. Ais baru saja selesai memulaskan lipstik ketika mendengar derap langkah kaki. Sekilas Ais melirik jam tangannya. Masih jam tujuh kurang dan dia udah dateng?

"Pagi Ais." Suara berat menyapa seperti biasanya.

"Pagi Pak." Ais membalas dengan senyuman ramah seperti biasanya. Ia melihat Ares menenteng tas batik di tangan, lalu menarik kursi dan duduk di hadapannya.

"Ais... ini tolong diterima yaaaa...." Ares mendorong tas ke hadapan Ais.

"Ini apa Pak?"

"Oleh-oleh buat kamu." Ares berkata terus terang.

"Buat saya aja?"

"Ada brownies buat anak-anak sekantor, tapi ketinggalan di rumah. Ini Mas Januar otw ke rumah aku buat ngambil. Kalo itu kain batik, khusus buat kamu. Coba liat aja."

Ais tergesa membuka tas karton di atas meja dan melihat dua gulungan kain batik. Ais mengeluarkan kedua-duanya. Satu berwarna cerah dengan motif floral dan satu lagi berwarna biru gelap dan terdapat gambar orang-orangan.

"Ini batik Betawi Ais, dari toko mama aku. Ini motif bunga..." Ares menuding kain yang berwarna krem. "Kalo yang ini motif si Pitung." Ares mengingat penjelasan Mbak Penjaga Toko saat kemarin menyempatkan mampir ke toko ibunya dan mengambil kain batik untuk dibawa ke Surabaya.

Ooooh. Ais manggut-manggut.

"Di toko Mamaku nggak cuma jual pakaian jadi, tapi juga kainnya. Group head sama direksi, juga dewan komisaris sering belanja di toko Mama."

Ais menatap takjub gulungan batik di atas meja sambil membatin, pasti mahal.

"Tolong kamu terima ya? Ini aku bawain khusus buat kamu." Ares belum lupa jika Ais sudah tidak ingin diberi-beri hadiah. Tapi ia tidak bisa. Jika ada yang bertanya apa love langued-nya, Ares akan menjawab semuanya. Ia suka melakukan semuanya. Ada kebahagiaan yang memancar di hatinya ketika melihat orang yang disayangi tersenyum karena sikap, perhatian, juga pemberiannya. Kalau bisa semuanya kenapa harus memilih? Ares ingin melakukan semuanya.

"Ini yang terakhir ya Pak." Ais menatap segan.

Ares segera mengangguk dengan senyuman lebar yang menampakkan barisan gigi-giginya.

"Makasih banyak Pak Ares."

"Sama-sama Ais. Jadwal aku apa?" Ares duduk nyaman sambil menyangga sebelah pipi. Ia belum ingin pergi dari hadapan Ais. Kemarin ia sudah absen malam mingguan, rindunya sudah menumpuk. Sejenak Ares ingin melupakan kegundahannya akibat restu ibunya yang masih belum turun. Tapi untuk sekarang, ia hanya ingin menikmati saat-saat bersama Ais sebelum kembali menghadapi kenyataan. Saat ini ia hanya ingin tinggal lebih lama di hadapan Ais.

Apa bisa selamanya? Pertanyaan itu menyusul di benaknya.

"Sebentar Pak." Ais segera mengecek jadwal Ares di komputernya. "Jam delapan pagi meeting online sama Pak Rafly Hutagalung, yang sementara menggantikan Pak Marlo yang lagi sakit. Ini untuk membahas laporan review..."

Ares mengangguk.

"Jam sepuluh pagi, meeting online sama Pak Nirvan beserta area manager untuk membahas hasil review audit. Pak Ares otomatis ikut. Nanti Pak Ares didampingi sama Bu Maria, sama Mas Faizal, dan Mas Nyoman."

Ares kembali mengangguk.

"Jam tiga sore, meeting sama tim AMLO."

"Oke." Ares kembali mengangguk.

"Oh iya Pak, kemarin diingetin sama Felly....." Ais menyampaikan pesan dari Felly kemarin. "Pak Nirvan katanya ngadain arisan khusus buat dept head aja. Katanya ada iurannya tiap bulan 250.000 dan wajib ikut. Besok perdana kocok arisan."

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang