Ares Rasendriya Darajat, dulu memikat tetapi kini sudah tidak lagi. Bagaimana Kirana harus menjelaskannya? Sebenarnya perasaan itu sudah semakin hambar. Tepatnya kapan, Kirana lupa. Akan tetapi, tidak ada laki-laki yang memujanya seperti Ares.
Kirana sadar, wajahnya yang kelewat cantik membuat banyak lelaki tergila-gila kepadanya. Tidak sulit menemukan lelaki yang bersedia memanjakannya. Ia hampir selalu bisa memikat lelaki mana pun, tak terkecuali Ares. Meski saat ini Ares sudah tidak menimbulkan getaran di hatinya, tetapi Kirana masih ingat betul saat sepuluh tahun yang lalu menjelang penasaran ketika menatap lelaki bermata tajam yang terlanjur mencuri perhatiannya.
Pagi itu ia melihat Ares berjalan di lobi dengan tas punggung. Satu tangan tersimpan di sebelah kantong. Cara berjalan, postur menawan, juga hidung mancung menarik atensinya dengan cepat. Raut tegas membuat Kirana melebarkan mata. Kirana ingat hatinya bertanya-tanya saat mereka berpapasan, siapa nama lelaki tampan yang melewatinya dan berjalan memasuki lift? Baru kali itu lelaki yang tidak berwajah oriental menyeret perhatiannya dengan cepat.
Apa karena Ares waktu itu tidak menatap ke arahnya? Padahal, hampir setiap tatapan laki-laki tertahan ketika menatap wajahnya. Tapi yang baru saja melewatinya, melirik pun tidak. Yang barusan itu, berjalan tanpa melihat ke arah lain seolah tujuan sudah ditetapkan. Saat itu Kirana merasa agak sedikit terganggu, ketika gagal mendapatkan perhatian lelaki tampan.
Saat itu ia baru saja memulai karirnya sebagai agen asuransi yang bekerja sama dengan sebuah bank BUMN. Setelah enam bulan bekerja, Kirana membiasakan diri menggunakan toilet di lobi agar bisa bertemu dengan lebih banyak orang. Tujuannya tidak lain untuk mencari-mencari pria selain Wildan, kekasihnya saat itu.
Setiap pagi ia berjalan melintasi lobi yang ramai oleh para pegawai. Tentu para pegawai di gedung perkantoran itu mengenali seragamnya yang tampak berbeda. Jika mereka tertarik, mereka bisa mendatangi banking hall agar dapat berkenalan dengannya.
Keesokan harinya, Kirana melakukan hal yang sama dan kembali melihat Ares. Cara berjalan yang sama, dengan sebelah tangan tenggelam di saku celana. Mereka kembali berpapasan, tapi seperti hari kemarin, Ares hanya menatap lurus ke arah lift.
Cara berjalan Ares saat itu, seperti manusia yang tidak membutuhkan penduduk Bumi lainnya. Wajah terkesan dingin dengan tatapan terlihat tajam, ngeri-ngeri sedap. Semakin tidak terlihat, Kirana semakin penasaran. Terlebih, Ares tampan. Meski bukan tipenya, sungguh sayang jika dilewatkan begitu saja.
Lusa, ia kembali mengulangi pola yang sama. Ia menunggu Ares melewati pintu lobi dan bersiap menjelang tatapan mata yang membuat nyalinya sedikit ciut. Entah kenapa, ada sesuatu dalam diri Ares yang membuatnya tertantang. Masa sih, Ares tidak menyadari keberadaan wanita secantik dirinya?
Kali ini, ia mencoba tersenyum sebelum mereka berpapasan lagi. Dari jarak sepuluh meter ia sudah terang-terangan menatap raut dingin Ares. Sesuatu di dalam dadanya siap meledak saat tatapan mereka akhirnya bertemu. Sepersekian detik, sebelum tatapan Ares meninggalkannya.
Hanya begitu saja, tanpa balik tersenyum. Kirana menoleh dan menatap Ares yang berjibaku dengan antrean panjang di depan lift. Sepertinya ia salah strategi. Sepertinya, Ares terburu-buru di pagi hari sehingga tidak menyadari eksistensi dirinya. Ia sengaja menunggu Ares menoleh, tetapi Ares tidak menoleh. Kirana melihat Ares menatap jam tangannya.
Siapa namanya? Staf dari lantai berapa? Saat itu Kirana tidak pernah bisa tahu karena ia tidak punya akses untuk naik ke lantai atas. Hari keempat, ia tidak menjumpai Ares. Hari kelima, sama saja. Setelah itu, ia tidak melihat Ares lagi di lobi. Selama seminggu Kirana menunggu, ia tidak melihat Ares. Sampai akhirnya, ia lupa.
Pada suatu sore, ia sudah bersiap-siap pulang ketika seseorang tiba-tiba masuk ke dalam banking hall dan mendatangi petugas security yang sedang menata form di writing desk.
KAMU SEDANG MEMBACA
POINT OF VIEW [End]
Roman d'amourAres Rasendriya Darajat, definisi diem aja ganteng. Regional Head of Risk Department bank pelat merah itu masih lajang di usia 37 tahun. [SEBAGIAN PART HANYA BISA DIBACA DI KARYAKARSA] Padahal dengan gaya rambut kekinian dan segala yang ada pada di...