Bab 85

6K 708 244
                                    

"Jangan lama-lama Res. Kalau Ais nggak juga yakin sama kamu, mending kamu nikah sama cewek yang mau sama kamu. Jangan kamu ulangi buang banyak waktu, terus ujungnya sia-sia."

Pesan ibunya masih menancap di kepala, muncul berulang-ulang bagai pengingat jika waktunya tidak banyak. Tapi apa bisa buru-buru menghadapi Ais yang sudah kapok dengan laki-laki?

"Mama mau lihat kamu menikah, punya anak. Coba kamu pikir, kamu pertimbangkan Hasna demi kebaikan masa depan kamu. Anak Mama sudah mau 40. Kadang apa yang kita inginkan, belum tentu yang kita butuhkan Res. Lagian, Hasna itu cantik, karir juga oke. Kalau masalah masak, bisa diomongin lagi. Nggak akan sulit Res jatuh cinta sama orang yang kayak Hasna. Tinggal kamu mau buka hati apa nggak."

Tapi aku cinta Ais. Ares kembali menyanggah nasihat yang tidak pernah ingin ia dengar. Aku cuma mau nikah sama perempuan yang aku cinta. Aku mau nikah sama Ais.

Lagian, Hasna mirip Dona. Kayak..... aneh. Ares hanya bisa menyimpan pendapatnya sendiri.

Tadi sebelum ia kembali ke Surabaya, ibunya mengirimkan nomor Hasna. Seperti sebelum-sebelumnya, ia harus menghubungi Hasna. Ares rasanya sudah tidak ingin lagi melakukan hal seperti itu dan hanya ingin fokus meyakinkan Ais.

Ares pikir, ibunya bisa mengerti. Nyatanya, ia berharap terlalu tinggi. Ibunya tetap memaksanya menghubungi perempuan yang tidak pernah menyeret minatnya. Tapi jika Ais yakin, ibunya akan berhenti. Jika Ais yakin, ibunya akan menurunkan restu.

Iya kan? Ares masih ingin percaya jika ia bisa mewujudkan keinginannya untuk menikah dengan perempuan yang ia cintai. Ares tahu, perjuangannya meyakinkan Ais tidak mudah. Entah bagaimana ujungnya, entah bagaimana akhirnya, yang jelas Ares tidak ingin berhenti.

Jalanan sudah teramat sepi ketika Ares hampir sampai di rumah dinasnya. Ia mengarahkan mobilnya berbelok memasuki area hunian yang di saat pagi, siang, atau malam pun juga sepi. Terdengar gonggongan anjing tetangga. Ares luar biasa kaget dan langsung menginjak rem saat sosok perempuan berambut panjang tersorot lampu mobilnya.

"Astaghfirullah!"

Perempuan yang berdiri di depan pagar itu tersenyum dan mengetuk kaca mobilnya.

"Jam berapa ini...." Ares menggerutu sambil menurunkan kaca mobil.

"Hi hi hi hi....." Kirana memulai sapaannya dengan tawa khas kuntilanak.

"Nggak lucu!" tukas Ares sambil melirik gusar. "Jangan gitu.... ini udah malem! Mau ngapain kamu ke sini?" tanya Ares sambil menuruni mobil demi membuka pagar.

"Aku dari tadi nungguin kamu. Kok malah gitu sambutan kamu?"

Ares tidak menyahut dan membuka pagar. Kemudian kembali ke dalam mobil dan memasukkan mobil dinasnya ke dalam halaman.

"Ares...." Kirana mendekati Ares yang tampak sibuk mengeluarkan tas-nya berikut tas karton bermotif batik di jok belakang.

"Aku baru sampe, aku capek. Kamu mau ngapain?"

"Kangen," jawab Kirana dengan rengekan kecil.

Ares menutup pintu mobil dan menuju teras, kemudian membuka pintu ruang tamu.

"Pagernya nggak ditutup?" Kirana melirik ke arah pintu pagar yang masih terbuka lebar.

"Nunggu kamu pulang." Ares melirik Kirana. "Pulang Kirana, besok aku kerja."

"Aku mau di sini!" Kirana berinisiatif menutup pintu pagar.

Ya Allah. Ares membatin sambil menatap frustasi. Begitu pintu rumah terbuka, ia segera menjatukan bawaannya ke atas sofa dan menyalakan rokok. Baru juga sampe.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang