BAB 69

5.4K 800 348
                                    

"Bapak..... dateng?"

Ais masih menyesali pertanyaannya tadi. Kenapa ia harus melontarkan pertanyaan yang jelas-jelas tidak perlu? Ia sama sekali tidak menyangka, jika Ares akan datang. Yang lebih membuat heran, bagaimana Ares bisa tahu jika ia membawa serta Kenan dan Shakila, hingga sudah membawakan pizza dua kotak besar?

"Iya, pingin liat aja gimana lemburnya. Aman?"

Ais masih mengingat bagaimana Ares menjawab dengan senyuman yang amat sangat membuat lumer itu. Setelah itu bagai di alam mimpi, kata demi kata tidak begitu jelas saat ia tenggelam menatap bagaimana sikap Ares terhadap Kenan dan Shakila. Rasanya ada kabut tipis, lalu banyak kupu-kupu. Ais menunggu-nunggu alarm-nya berbunyi tapi ia segera menyadari hari ini adalah kenyataan.

Eh pizza itu memang buat anak-anak kan? Mengingat sikap Ares akhir-akhir ini, ia jadi bingung sendiri. Sedikit linglung, Ais memutuskan segera menyusul Agus mengambil piring bersih di pantry. Sebenarnya ia tidak perlu menyusul Agus. Tapi Ais hanya ingin kabur dari situasi yang membuat salah tingkah saat melihat Ares duduk di meja Sodiq sambil memangku Shakila. Kenan sekarang juga ikut-ikutan menempel terus dengan Ares.

Kenapa sikap Ares tiba-tiba berubah? Setelah dua minggu Ares dingin seperti musim salju, tadi ia kembali melihat tatapan lembut dan senyuman hangat yang sempat hilang itu. Sialnya, malah semakin membuat salah tingkah. Debaran di dadanya muncul lagi. Ais benci hatinya yang bereaksi berlebihan terhadap sikap Ares.

Ais jadi ingat ucapan Kenan sebelum tidur beberapa hari yang lalu.

"Kenan kalo udah besar mau kerja di bank. Mau jadi debehed kayak Pak Ares  terus bawa mobil keren. Kalo jadi debehed itu ganteng ya Ma?"

Saat itu ia merasa luar biasa geli. Kenan bahkan ingin menjadi seperti Ares yang bukan siapa-siapa mereka. Sebenarnya motivasi itu bagus meski ia tidak pernah menyangka justru Ares yang akhirnya muncul sebagai idola anak-anaknya. Padahal Kenan baru naik mobil Ares sekali.

Ais curiga ini gara-gara ibunya yang sepertinya sempat memuji-muji Ares sehingga Kenan jadi ikut-ikutan memuja Ares. Ais sudah bisa membayangkan, saat ia tidak berada di rumah, pasti ibunya dan Dita membicarakan Ares di depan Kenan dan Shakila. Siapa lagi yang suka menyanjung-nyanjung Ares? Tapi sejak ia mengatakan keburukan Ares, ibunya sudah tidak pernah lagi membahas Ares selain hanya bertanya soal situasi di kantor.

"Mas Agus....." Ais  melihat Agus yang sedang mengelap piring. "Sini aku bawain piringnya."

"Lho Bunda mau bawa piringnya sendiri?" Agus menatap heran.

"Nggak pa-pa. Eh kok Pak Ares tiba-tiba dateng ya?"

"Tadi Bapak WA, nanya ke aku ada siapa aja di kantor."

Eeeee pantes. Ais merasa sedikit tertipu.

"Tapi Bapak nggak bilang kalo mau ke kantor," sambung Agus, "sebenernya aku juga bingung buat apa lembur."

Lah? Ais menatap heran.

"Aku udah lima tahun Mbak di sini. Nggak pernah ada lembur-lembur ngarsip. Ngarsip ini kan sebenernya tugas aku. Kan file-nya udah ada di masing-masing ordner, tinggal aku bendel. Kalo ada yang nggak ngerti, bisa aku tanyain di hari kerja. Yang ordner 2019 itu cuma judulnya aja, isinya itu dari 2019 sampai sekarang. Nggak dibendel juga nggak masalah, kan di-ordner? Kecuali kalo ordnernya udah penuh, baru aku bendel. Tapi karena bapaknya nyuruh lembur, ya udah...."

Senyuman Agus membuat Ais jadi curiga jika ini hanya akal-akalan Ares saja. Pasti Ares tahu, jika akhir pekan adalah waktunya bersama anak-anak. Mungkin Ares bertaruh jika ia turut serta membawa Kenan dan Shakila. Dan ketika benar-benar terjadi, Ares memilih muncul di kantor.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang