Bab 44

4.8K 541 161
                                    

Sebenarnya apa maksud Ares?

Pertanyaan itu masih awet tertinggal di kepalanya, apalagi sejak akhir-akhir ini sikap Ares semakin aneh saja. Malam itu sambil menyantap makan malamnya, Ais memikirkan sikap Ares.

Tentu saja Ais sudah tahu, siapa yang meletakkan pelindung tumit anti lecet di atas mejanya. Jumat sore sebelum pulang, ia menemukan benda itu di dekat komputernya. Senin pagi saat Ares sedang cuti, Ais berinisiatif mengecek melalui rekaman CCTV. Siapa yang meletakkan benda itu di mejanya? Ais sudah tidak bisa terkejut lagi saat melihat di Jumat sore, Ares yang meletakkan benda itu di mejanya.

Kenapa Ares harus sepeduli itu kepadanya? Kenapa Ares bisa tahu jika tumitnya sakit? Ais terlambat menyadari jika Ares bisa saja memperhatikannya melalui kamera CCTV. Ia nyaris melupakan hal tersebut dan melihat bahwa dari layar CCTV Ares bisa memantau pergerakan para staf. Dan yang paling jelas terlihat dari layar di meja Ares, adalah mejanya yang berada di depan ruangan Ares.

Pertanyaan lain menyusul. Lantas mengapa Ares menaruh perhatian kepadanya?

"Dia itu selalu berantakan. Nggak rapi, terus jilbabnya menceng-menceng, sama sering kusut. Pokoknya nggak enak dilihat. Pernah bibirnya pecah-pecah, itu dibiarin aja. Gue tuh kan nggak bisa liat yang kayak gitu, ya udah gue beliin vitamin C sama lip balm. Terus jilbab dia selalu kusut, nggak tahu itu bahannya atau dia yang kurang rapi pas setrika, nggak tahu deh. Ya udah gue beliin lah jilbab yang bagusan. Maksud gue, gue tuh mau ngasih tahu secara halus kalau penampilan dia itu nggak rapi. Eh lo tahu? Jilbab dari gue malah disimpen terus dia tetep nongol aja pake jilbab yang biasanya."

Ais masih mengingat dengan jelas, pembicaraan Ares yang tanpa sengaja ia dengar. Sampai sekarang, ia masih malu sekaligus sakit hati jika mengingatnya. Suara Ares di hari itu selalu menggema lantang di telinganya.

"Mungkin ada laki yang lagi dia suka..."

"Dandanan dia tuh failed..."

"Nggak enak banget diliat..."

"Mata gue sakit liat mukanya...."

Kalimat demi kalimat menyakitkan itu muncul silih berganti di telinganya.

"Mata gue sakit liat mukanya.... mata gue sakit liat mukanya.... mata gue sakit liat mukanya.... mata gue sakit liat mukanya.... mata gue sakit liat mukanya.... mata gue sakit liat mukanya.... "

Kalimat itu bagai ujung pisau, yang menambah-nambahi luka baru di hatinya. Seumur hidup, baru kali ini ia mendengar penghinaan sekeras itu dari laki-laki. Selama ini ia sudah pernah mendapatkan hinaan keras melalui status-status Yuni. Ais kembali mengingat status-status Instagram Yuni, yang seolah memang ditujukan kepadanya.

'Makanya badan dijaga, senam dulu yuk buat nyenengin mata suami.'

'Hempas lemak biar suami royal.'

'Enaknya dinafkahin. Situ nggak bisa kan?'

'Makanya jadi istri harus cantik. Mata laki nggak bisa bohong, jangan lupa jaga badan biar suami setia... jangan malah nyalahin cewek lain yang effort tampil menarik. NGACA! Suami nggak setia? Introspeksi!'

Saat pertama kali memergoki mereka, ia memang marah dan sempat mengatai Yuni seperti, "Mbak tega kamu jalan sama suami orang! Murahan kamu! Pelacur!"

Ais rasa wajar karena ia sangat berhak marah. Tapi setelahnya ia tidak pernah merasa perlu berurusan dengan Yuni dan hanya berkonfrontasi dengan Galih. Tapi entah mengapa Yuni tidak selesai-selesai menyindir dirinya, bahkan setelah berhasil mendapatkan Galih.

Padahal, ia sudah merelakan Galih yang selama menikah dengannya tidak pernah memberi masukan pada penampilannya. Boro-boro memberi masukan, ia membeli lipstik baru saja Galih sudah menginvestigasi berapa harganya dan mengingatkan agar ia tidak boros menggunakan gajinya karena keperluan mereka masih banyak. Ia sampai harus mengejar harga diskon lipstik yang sudah murah demi menghindari perasaan bersalah karena menggunakan gajinya untuk kepentingannya sendiri.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang