Bukan tanpa alasan Artanti selalu menjelma menjadi tempat ternyaman untuk pulang. Selama ini Ares memaknai ibunya adalah wanita paling welas asih yang selalu menyediakan banyak maklum untuknya.
Ares masih ingat bagaimana sikap lembut ibunya ketika suatu hari, ia pulang dengan membawa air mata. Saat itu ia yang masih SMP, bercerita telah menjadi bahan tertawaan karena ketakutan hingga mengompol ketika melihat hantu jadi-jadian sewaktu jerit malam di sekolah. Sungguh peristiwa yang satu itu sangat traumatis sekaligus memalukan baginya. Ares masih ingat bagaimana saat para panitia yang juga para kakak kelas itu mengolok-ngolok dirinya.
Ketika tenggelam dalam pelukan ibunya, ia melepaskan semua perasaan melelahkan itu. Dalam sekejap hatinya menjadi lebih tenang.
"Nggak pa-pa. Namanya juga kaget."
"Tapi aku sampai pipis di celana Ma. Aku malu." Saat itu ia tidak dapat berhenti menyesali diri.
"Nggak pa-pa, itu reaksi ketakutan yang wajar. Reaksi takut orang itu beda-beda." Ibunya bertutur lembut sambil mengusap sayang kepalanya.
"Ma jangan bilang Papa ya? Nanti Papa marah kalo tahu Ares takut hantu sampai pipis di celana."
"Tenang. Ini jadi rahasia kita ya."
Ibunya benar-benar menepati janji. Sampai ayahnya meninggal, ayahnya tidak pernah tahu jika ia pernah mengompol saat jerit malam di sekolah. Ibunya juga tidak pernah lagi membahas hal itu. Kini Ares ingin percaya, jika ibunya juga berkenan memaklumi dan memahami hatinya yang sudah jatuh kepada Ais.
"Kamu bercanda kan Res?"
"Ais memang janda Ma. Aku nggak bercanda."
"Areeeees......" Artanti rasanya sudah pusing. Ia tak pernah mengira, jika hati Ares akan tertambat pada seorang janda. Maksud Artanti, dengan semua yang ada pada diri Ares, kenapa harus janda? Artanti kian yakin jika Ares ini tidak pernah becus mencari perempuan. Setelah mengejar-ngejar perempuan tidak jelas seperti Kirana, hati Ares malah menyasar pada janda. "Kenapa harus sama janda Res? Banyak cewek single, kenapa harus janda?"
"Memangnya kenapa sama janda?"
"Mama yakin kamu bisa dapetin yang single daripada yang janda."
"Tapi kenyataannya Ais yang bisa bikin aku jatuh cinta."
Artanti menopang keningnya dengan sebelah tangan. "Yang buatin kamu teh di kantor siapa?"
"Mas Agus," jawab Ares dengan tampang heran. Ia tidak mengerti kenapa ibunya mengganti topik dengan cepat.
Artanti sungguh tahu bagaimana Ares. Rasanya ia sulit percaya Ares jatuh cinta dengan janda. Artanti sungguh tidak bisa berpikiran positif untuk saat ini.
Bagaimana jika Ares diguna-guna? Putranya ini susah sekali jatuh cinta, bahkan dengan perempuan yang lebih cantik daripada Ais. Artanti jadi ingat satu kota di Jawa Timur yang kata orang sarangnya dukun. Rasanya sungguh aneh, janda dua anak bisa mendapatkan hati Ares yang selama ini susah ditembus perempuan mana pun selain Kirana.
"Mama nggak setuju!" Artanti langsung menyatakan penolakan. Ia sudah tidak ingin tahu lebih banyak lagi tentang Ais. Kepalanya sudah dipenuhi pikiran buruk. Janda dua anak dengan status sosial jauh di bawah, tiba-tiba membuat Ares jatuh cinta. "Cari yang lain!"
Ares tertegun di tempatnya saat menatap wajah ibunya yang mengeras. "Nggak mau!"
Artanti melotot terkejut.
"Aku nggak mau sama yang lain!" Ares menjejakkan sebelah kakinya ke lantai kuat-kuat. "Ares maunya Ais! Mama juga janda! Sesama janda nggak boleh gitu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
POINT OF VIEW [End]
RomanceAres Rasendriya Darajat, definisi diem aja ganteng. Regional Head of Risk Department bank pelat merah itu masih lajang di usia 37 tahun. [SEBAGIAN PART HANYA BISA DIBACA DI KARYAKARSA] Padahal dengan gaya rambut kekinian dan segala yang ada pada di...