Bab 60

5K 616 305
                                    

Sejak Sabtu malam, semuanya kian berbeda.

Ais bagai menjelang dunia lain, saat Selasa pagi menemukan sekotak cokelat di atas mejanya. Cokelat yang sepertinya tidak murah. Ia melihat pintu ruangan Ares yang terbuka lebar.

Dia udah dateng?

Ais melongok dan melihat ruangan yang kosong. Sepertinya Ares belum datang. Apa cokelat di mejanya diletakkan kemarin sore? Ais melangkah masuk dan berniat mengecek rekaman CCTV, tapi sedikit terkejut saat pintu toilet tiba-tiba terbuka.

"Eh maaf Pak, saya kira nggak ada di ruangan..." Ais menatap kikuk sebelum hidungnya menangkap aroma wangi parfum. Dengan tergesa ia menggeser langkahnya, demi menberi jalan pada Ares yang hendak keluar dari toilet.

"Kenapa Ais?" tanya Ares sambil berlalu dan merapikan sejenak dasinya, kemudian berdiri di balik meja demi meraih ponsel.

"I.... itu cokelat di atas meja. Saya cuma mau nanya apa dari Bapak?" Ais memutuskan langsung pada intinya.

"Bukan." Ares menggeleng.

"Oh, maaf Pak." Ais jadi serba salah sendiri. "Saya kira dari Bapak." Senyuman salah tingkahnya mengembang.

"Kenapa kamu mikir itu dari aku?"

Bibir Ais tertahan tanpa kata.

"Apa karena.... selalu aku orangnya?" Senyuman Ares mengembang sedikit, membuat Ais mengerjap salah tingkah.

"Ya... ya saya kirain dari Bapak. Soalnya biasanya Bapak yang naruh-naruh di meja saya," jawab Ais dengan perasaan malu.

"Emang aku," sahut Ares dengan senyuman jahil.

He? Gimana? Ais menatap bingung. "Ja...jadi dari Bapak?"

"Iya." Senyuman Ares menjadi lebih jelas.

Ih! Gimana sih? Ais jadi gemas sendiri. Apa maksud ini orang?

"Makasih Pak. Kenapa tadi Bapak bilang bukan dari Bapak?"

Ngetes, jawab Ares dalam hati. "Nggak pa-pa," jawabnya kemudian dan menemukan raut heran Ais. "Oh ya, aku meeting sama Pak Nirvan.

"Iya Pak...."

"Paling sampe jam setengah sebelas." Ares melirik jam tangannya. "Kamu suka makan bebek?"

"Suka Pak....."

"Nanti siang makan bebek yuk.... jam sebelas berangkat ya." Ares memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Sama siapa Pak?" tanya Ais was-was.

"Kita aja," jawab Ares dengan senyuman samar dan melewati Ais yang masih terbengong-bengong.

"Pak... Pak... tunggu Pak!" Ais menatap panik Ares yang segera menghentikan langkah. "S... saya bingung bilang apa ke Pak Sodiq.... kalau ditanya itu lho Pak, saya bingung."

"Bilang aja keluar sama aku. Beres kan?"

HAAAA? Ais menatap bingung. Mana bisa gitu Pak?

Memang, Ares adalah pucuk pimpinan di departemen ini. Tapi tentu alasan sesederhana itu tidak bisa ditelan mentah-mentah oleh Sodiq. Lagi pula, selama ini ia selalu istirahat di kantor. Ais takut alasan tersebut malah akan mengundang pertanyaan heran Sodiq.

"Jam sebelas aku tunggu di parkiran lantai ini," ucap Ares sambil berlalu dari ruangannya.

Aduh....aduh. Ais menghela napas panjang demi menenangkan cemas yang mendadak muncul. Harus gimana ini? Aku harus gimana supaya nggak di-notice Pak Sodiq? Duh Bapak bikin susah ajaaaa!


POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang