Sebetulnya Jeonghan sama sekali tidak rela jika ada orang lain yang ikut mengurusi pasiennya. Apalagi soal pria misterius yang sudah bertingkah aneh sejak sadar. Tetapi, ia tak bisa berbuat banyak ketika Wonwoo menyatakan diri sebagai wali pria itu dan membayar tagihan rumah sakit lunas. Keadaan pria misterius itu sudah lebih baik sekarang, selama beberapa hari Wonwoo yang tampak bolak-balik mengurusinya.
Meski ada banyak pasien lain yang juga menjadi tanggungjawabnya, Jeonghan menerapkan penjagaan esktra pada pria misterius itu yang berkali-kali membuatnya mempertanyakan soal keajaiban yang bisa pria itu lakukan. Karena itu Jeonghan akan selalu berusaha ada jika Wonwoo melakukan kunjungan.
"Apa tujuanmu sebenarnya?" tanya Jeonghan dengan nada sinis, siapa yang tidak akan curiga kalau ada orang yang bertindak seenaknya seperti Wonwoo.
Padahal Wonwoo hanya penasaran soal pria itu saja, sejak awal bertemu sampai sekarang ia belum pernah melihat apa yang Soonyoung katakan padanya tempo hari. Pria itu juga tak banyak bicara, ia mulai mempertanyakan cerita Soonyoung.
"Tidak ada," jawab Wonwoo.
Tentu Jeonghan tak mudah percaya, "siapa temanmu itu? Polisi bernama Soonyoung itu?"
Wonwoo mengangguk. Sudah Jeonghan duga, padahal Soonyoung itu seorang polisi mengapa dengan mudahnya ia membeberkan kasus yang ia tangani pada orang asing yang tidak ada sangkut pautnya dengan pihak kepolisian atau pihak rumah sakit. Bisa gawat jika terjadi hal seperti ini terus.
"Apa yang sudah kau tahu tentang orang itu?"
Jeonghan bertanya lagi tepat ketika mereka sampai di depan ruang rawat, Jeonghan sudah memegang knop pintu.
"Semuanya," jawab Wonwoo, "tapi selama aku melihat kondisinya tidak pernah terjadi seperti apa yang Soonyoung katakan."
Jeonghan tersenyum sinis, tentu saja tidak ada. Jeonghan berkata pada pria itu untuk tidak mengeluarkan bola cahaya ataupun perisai ungu dan hal lainnya juga guna melindungi pria itu sendiri. Akan celaka jika ada banyak orang yang tahu akan kemampuan pria itu.
Langsung saja Jeonghan membuka pintu kamar, ia masuk duluan disusul dengan Wonwoo. Tampak pria yang mereka maksud duduk di atas brankar sembari melihat ke arah jendela luar. Ia bertelanjang dada sehingga dapat dilihat langsung bekas luka yang ada termasuk jejak besar lebam di area dada.
Menyadari ada orang yang masuk, pria itu menoleh pada Jeonghan dan Wonwoo. Selama beberapa hari di sini ada banyak sekali hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Tentang apa yang terjadi pada dirinya, tentang siapa dirinya dan bagaimana kondisi orang-orang yang ia yakini juga terluka sama seperti dirinya. Ia juga bertanya-tanya mengapa ia bisa sampai ke negeri antah berantah yang jauh berbeda dari tempat asalnya.
"Selamat siang, kau merasakan sesuatu hari ini?" tanya Jeonghan, ia mengecek kondisi infus yang hampir habis. Sore ini mungkin pria itu tak perlu lagi mengenakannya.
Pria itu menggeleng lalu berbaring. Wonwoo berdiri tak jauh, ia merasakan nyilu saat melihat luka-luka yang ada di tubuh pria itu. Ia merinding seolah merasakan jika semua luka itu terjadi pada dirinya, mungkin dia sudah mati. Lalu Wonwoo mengambil tempat duduk, bergeser dekat dengan pria itu. Selama ini orang itu tak banyak bicara seperti ada banyak sekali hal yang sedang dipikirkan.
"Kau datang lagi ya."
Menyadari perkataan itu ditujukan padanya, Wonwoo mendongak. Jeonghan melirik ke arah Wonwoo, ia lalu berdiri di sebelah Wonwoo.
"Ya, tidak salah kan?"
"Tidak, aku hanya heran mengapa aku bisa sampai di tempat ini."
Jeonghan pusing, padahal ia sudah bicara pada pria itu agak tak membahas hal-hal soal dirinya dulu jika ada orang lain selain dirinya. Apa maksudnya bicara seperti itu?
"Kau darimana? Apa yang terjadi padamu?"
"Aku... aku dari Cadassi. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku."
Melihat pria itu merespon pertanyaannya, ini menjadi jalan bagi Wonwoo, ia melontarkan pertanyaan lagi, "apa yang kau ingat soal dirimu?"
Pria itu memejamkan matanya. Ingatan terakhirnya hanya terpaku pada duel dengan musuh yang tidak bisa ia lihat siapa, kenangan buruk soal awak kapalnya yang jatuh satu demi satu, kerusakan kapal lalu dirinya yang dihantam sampai jatuh ke dalam air. Semua itu bagaikan mimpi buruk.
"Aku ingat aku punya kapal, aku juga punya peta, aku melakukan perjalanan bersama teman-temanku menyusuri samudra dan langit. Tapi mereka hilang, aku tidak tahu lagi."
Selepas pembicaraan singkat itu, Jeonghan buru-buru meminta Wonwoo untuk keluar dari ruangan. Ia memiliki jadwal untuk memeriksa pasien lain, ia tak bisa kalau meninggalkan Wonwoo dan pria itu saja. Tidak tahu ada pikiran licik apa yang bisa saja Wonwoo lakukan jika ia tak ada.
"Waktu kunjungan sudah habis, lebih baik kau keluar sebelum kuusir."
"Aku masih ingin berada di tempat ini," tolak Wonwoo
"Aku dokternya, pasien tidak boleh bertemu siapapun tanpa seizinku," telak Jeonghan pula.
"Aku masih ingin bicara dengan Seungcheol."
"Seungcheol?"
Jeonghan menatap heran, Wonwoo memberi isyarat kalau nama Seungcheol yang ia maksud adalah pria misterius itu. "Ya, Seungcheol."
"Kau ini seenaknya saja." Jeonghan geram.
Wonwoo mencebik, "kenapa? Katanya dia punya kapal dan terlihat seperti kapten, nama Seungcheol cocok untuknya."
"Tidak apa-apa dokter, aku akan baik-baik saja di sini," ucap pria itu, ia kembali duduk, "aku tidak ada teman cerita kalau kau pergi."
"Nah," Wonwoo tersenyum senang, seolah memenangkan sesuatu yang berharga, "kau kan ada tanggungjawab lain, pergi saja."
Ingin rasanya Jeonghan memukul kepala Wonwoo dengan stetoskop yang berada di dala saku jasnya, namun ia berusaha untuk sabar. Mungkin untuk saat ini ia harus mengalah dulu. Ia mengikuti apa yang Seungcheol bilang, anggap saja nama yang Wonwoo berikan menjadi nama pria misterius itu sekarang, ia tak perlu pusing-pusing dengan apa memanggilnya nanti.
Begitu Jeonghan pergi, ada banyak hal yang Wonwoo tanyakan pada Seungcheol. Tak semuanya bisa Seungcheol jawab karena ingatannya yang masih abstrak. Dari apa yang Seungcheol katakan, kini Wonwoo tahu jika dulunya Seungcheol berlaku sebagai kapten dalam ekspedisi pelayaran dengan misi mencari harta terpendam dan juga menjelajahi tempat-tempat baru.
Seungcheol juga bercerita soal duel maut yang mengakibatkannya sampai seperti ini. Pria itu tengah mencari petanya yang hilang dari tas yang diberikan polisi. Wonwoo melihat benda-benda yang Seungcheol bawa. Cukup unik karena bentuknya yang tak umum namun fungsinya tak jauh berbeda dengan benda sehari-sehari yang ia kenal.
Ada sebuah benda bulat seukuran telapak tangan dengan jarum yang fungsinya mirip dengan kompas, ada juga benda persegi dengan warna transparan yang kata Seungcheol bisa menampilkan hologram bahkan menjadi antarmuka untuk berkomunikasi. Menurut Wonwoo itu adalah hal yang menakjubkan.
"Kudengar kau bisa mengeluarkan bola cahaya dari tanganmu, dan juga membuat perisai yang melindungi sekitarmu. Apa itu benar?"
Seungcheol mengangguk, ia memperhatikan tangannya sendiri, "namun sayangnya kekuatanku terus melemah padahal kondisiku sudah lebih baik."
Tampak Wonwoo lihat kilat-kilat cahaya berwarna ungu terang muncul dari telapak tangan Seungcheol yang seperti saling menyambar di antara ruas jari. Ia benar-benar takjub. Melihat keajaiban yang pria itu miliki, Wonwoo memikirkan suatu hal yang sepertinya akan disetujui oleh pria itu.
"Seungcheol, setelah kau sembuh ikutlah denganku. Aku bisa memberikanmu kapal baru, aku akan mencari petamu yang hilang. Mungkin kita bisa melakukan ekspedisi lagi untuk mencari tahu asal usulmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai
Fanfiction"Bahkan jika seluruh dunia berakhir malam ini. Aku ingin kita memutar kembali waktunya sekarang!" Start: 29 Januari 2024 190224 #1 in "ekspedisi" 110724 #1 in "myungho" 240724 #1 in "air" 011124 #1 in "joshua"