39. Bantuan

151 19 0
                                    

Satu hari terlewati pasca penyerangan dari monster air 'kraken' berlangsung. Keadaan kapal menjadi lebih rusak sekarang, nyaris semua fungsinya tidak dapat digunakan. Bahkan mereka tidak bisa berlayar dengan normal karena ada bagian badan kapal yang masih berlubang. Untuk itu sampai sekarang mereka masih mengandalkan bantuan dari sepasang paus yang sejak awal menempel pada badan kapal.

Mereka tidak tahu bagaimana nasib kraken itu, tetapi yang jelas terkadang Jihoon dan Jun mendengar suara lengkingan dari bawah laut yang frekuensinya mirip kemudian disahuti oleh paus yang membantu mereka ini.

Jarak mereka dari pulau kelima tersisa satu hari perjalanan, dari perkiraan mereka akan sampai pada dini hari jika bergerak dengan kecepatan konstan seperti ini.

"Kau tidak bisa mendeteksi keberadaan Hansol?"

Jihoon yang diberi pertanyaan menggeleng, rasanya jarak Hansol terlalu jauh sampai tak bisa ia periksa. Mendapat balasan gelengan, Seungcheol menjadi khawatir. Lagi-lagi orang itu terpisah dari mereka.

Ya kalau Hansol berpikir kalau orang-orang ini selamat dan tengah menuju ke pulau kelima, jika dia berpikir negatif bagaimana? Pun rasanya mereka baru bisa bebas dari serangan kraken dan keluar dari air waktunya cukup lama. Ditambah kapal mereka sudah jauh dari titik awal penyerangan.

"Tampaknya aku tidak bisa berkomunikasi dengan paus ini karena mereka bukanlah hewan," jelas Jun.

Ia dan Soonyoung berdiri di bagian pinggir kapal dengan tubuh bersandar pada tiang penyangga. Seungcheol sudah meminta mereka untuk beristirahat, namun mereka masih terjaga. Ada rasa trauma dalam diri yang membuat mereka tidak tenang dan terus was-was sejak peristiwa penyerangan kemarin.

"Mereka ini mutan ya?" tanya Soonyoung pula, karena dilihat bagaimana pun tubuh paus itu mengkilap dan memiliki tekstur keras yang lebih mirip dengan tekstur besi atau beton.

Jun mengangguk saja, apa yang Soonyoung katakan bisa jadi benar.

Myungho menambah kain untuk menyelimuti tubuh Seungkwan yang menggigil mulai dari mereka keluar dari permukaan. Selain karena ketakutan atas peristiwa yang membuat mereka semua berada di ambang kematian itu, Seungkwan juga merasa tubuhnya lebih sensitif sebab ada di bawah air dalam waktu yang cukup lama. Ditambah, semakin dekat mereka dengan pulau tujuan angin yang berhembus pun suhunya semakin rendah.

"Minumlah," Joshua duduk bersimpuh di hadapan Seungkwan sembari menyodorkan bejana yang berisi seduhan air dan daun herbal untuk menyegarkan tubuh.

Diagnosa dari Jeonghan bilang kalau Seungkwan menjadi lebih rentan karena kekuatan apinya lemah begitu bertemu dengan udara sejuk dan juga air. Untuk itu, kedepannya sebisa mungkin mereka akan berupaya menjauhkan Seungkwan dari air dan juga suhu rendah.

Keadaan sekitar berangsur-angsur berbeda, tampak jejak bongkahan es mengapung di sepanjang jalan yang mereka lewati. Begitu bongkahan es semakin banyak, gerakan kapal melambat sampai pada sepasang paus itu mulai menjauhi badan kapal lalu mengeluarkan suara nyaring seolah memberikan tanda jika mereka hanya bisa mengantar sampai sini saja.

Angin dingin berhembus. Cepat-cepat Wonwoo dan Chan menyalakan mesin kapal, seluruh layar dibentangkan. Mereka harus bergerak menembus lapisan es ini hingga sampai pada lapisan es yang lebih tebal agar mereka semua bisa mendarat.

Persis seperti apa yang dibayangkan sebelumnya. Pulau ini benar-benar terdiri dari salju, bongkahan es besar di mana-mana dengan gunung salju menjulang seolah menjadi tanda penyambutan bagi mereka yang datang.

Sekarang sudah lewat dini hari, waktu yang tepat dari perkiraan sebelumnya. Ketika telah sampai pada bagian es yang kokoh, jangkar segera diturunkan. Seungcheol dan Chan turun, berusaha memindahkan kapal naik ke atas lapisan es lalu memasang pasak guna menjaga keseimbangan kapal.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang