54. Tuan Putri

114 15 0
                                    

Kedua tungkai mengambil langkah panjang untuk menjangkau lebih jauh, buru-buru bergerak guna menghindari rintik hujan yang lama-lama semakin deras. Langkahnya terhenti begitu sampai di teras bangunan balai desa, berteduh.

Kepalanya menengadah ke arah langit. Sesuai prediksinya, memang benar terjadi badai, hujan baru turun sebentar volumenya sudah sederas ini.

Kembali dari memperbaiki kapal bersama Seungcheol, Soonyoung dan Mingyu, Wonwoo terlebih dahulu mampir ke gudang desa untuk membantu meletakkan semua barang-barang yang mereka pinjam. Sekaligus mencoba mengakrabkan diri dengan penduduk desa sedangkan anggota lain pulang ke rumah untuk menyiapkan makanan.

Kalau Wonwoo tidak mampir, rasanya dia sudah sampai di rumah dan aman, tidak terjebak hujan seperti ini. Mengambil tempat duduk tepat di sebelah pintu balai, Wonwoo lalu menatap ke arah telapak tangannya yang basah terkena hujan, memperkirakan seberapa besar kekuatan yang harus ia keluarkan kalau hendak mengubah situasi. Namun, pikiran itu dienyahkan karena bagaimana pun badai ini adalah kehendak alam sehingga Wonwoo tak bisa menyetel cuaca sesuai kehendaknya.

Srrttt

Wonwoo terkesiap, spontan memeluk kedua lututnya dan bergeser dari pintu begitu mendengar suara. Orang yang baru keluar dari balai desa juga terkejut dengan kehadiran Wonwoo yang tanpa diduga ada di depan balai desa. Sontak ia membungkuk kecil sembari menyeka setitik air yang menggumpal di sudut mata.

"Maaf," katanya.

Cepat-cepat Wonwoo berdiri, balik membungkuk, "aku yang seharusnya minta maaf, kau pasti terkejut."

Gyuri mengangguk karena benar ia terkejut. Ia lantas mengalihkan pandangan untuk memastikan keadaannya tidak seburuk tadi, begitu dirasa aman barulah ia menoleh lagi ke arah Wonwoo.

"Kau sedang apa di sini?" tanya Gyuri.

"Berteduh. Hujan tiba-tiba saja turun," balas Wonwoo.

Lantas Gyuri memandangi Wonwoo dari bawah hingga atas, benar ada jejak air di sekujur pakaiannya pun beberapa bagian tubuhnya juga basah.

"Oh, maaf karena aku tidak bisa menawarkanmu untuk masuk ke balai desa, aku sendirian di sini dan rasanya tidak sopan kalau hanya ada kita berdua di tempat ini."

Wonwoo paham dengan maksud Gyuri, ia juga tak merasa keberatan hanya berada di luar ruangan. Tujuannya pun berteduh, kalau dirasa telah reda ia akan langsung pulang.

Tangan Gyuri terangkat, terasa getaran dari tanah yang mereka injak. Dalam sekejap muncul gundukan besar di dekat mereka berbentuk balok.

"Duduklah," kata Gyuri, ia yang duluan melakukannya disusul oleh Wonwoo.

Pria itu mengangguk dan duduk seperti apa yang Gyuri katakan. Rasanya agak canggung berhadapan langsung dengan Gyuri, ia juga sungkan karena Gyuri adalah orang penting di desa ini yang rasanya tak semua orang bisa berurusan dengannya.

"Kau dari mana memangnya?" tanya Gyuri membuka obrolan.

"Eh–" Wonwoo tergagap, "kami tadi memperbaiki kapal kami, dibantu oleh beberapa warga juga."

Sang kepala desa mengangguk paham, "oh, Pak Hangyu juga ada bilang padaku kalau akan membantu kalian memperbaiki kapal. Sudah selesai?"

"Belum. Hampir siap sebenarnya, tetapi karena suku cadang kapal itu tidak ada di tempat ini jadinya kami sedang berusaha mencari alternatifnya."

Seolah paham, Gyuri mengangguk.

"Kapal kalian itu memang bagus, kapal lain jika terkena getaran dari pulau terra ini bisa langsung hancur."

"Kudengar kalau kalian juga punya kapal."

Gyuri mengangguk lagi, pandangannya lurus ke depan pada rintik hujan yang turun semakin deras.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang