65. Hidden Side

70 8 0
                                    

Sebut saja Joshua nekat karena selepas menghadapi orang-orang yang bersikap layaknya zombie tadi ia langsung mendaki ke atas gunung untuk membuktikan dugaannya. Awan kelabu yang bergerak mendekat menjadikan suasana sekitar gelap, benar-benar menyeramkan.

Baru sampai pertengahan jalan ia merasa hawa yang tak enak, begitu berbalik ia langsung dihadapkan dengan burung bangkai besar yang kepalanya tersisa tengkorak terbang cepat ke arahnya. Sontak Joshua mengepalkan tangan, membentuk gumpalan air besar di atas kepala dan dalam sekejap berubah menjadi bola es dengan permukaan tajam yang langsung ia lemparkan pada burung yang hendak menyerangnya.

Merasa familiar dengan wujud burung itu Joshua terkesiap ketika sadar siapa yang mungkin menjadi dalang utama dari seluruh keanehan ini. Tepat sekali sepersekian detik kemudian sebuah kilat menyambar di sebelahnya, nyaris mengenai dirinya.

Joshua menggeram, matanya menatap tajam pada sosok yang berdiri dengan tawa sinis.

"Wah tampaknya aku tidak perlu repot-repot membawamu naik, kau sudah menyerahkan diri."

Meski tidak paham dengan maksud perkataan orang itu, Joshua tetap saja merasa tidak senang apalagi jika mengingat kejadian yang terjadi di antara mereka.

"Cih, menyerahkan diri katamu? Mimpi saja."

Steven bersedakap, mentertawai Joshua yang berlagak. Tawanya semakin menggelegar begitu menyadari kalau Joshua datang ke sini seorang diri, konyol sekali pria ini pikirnya karena berani mengorbankan diri di kandang musuh.

"Seharusnya aku yang bilang begitu, selamat bermimpi!"

Setelahnya Steven melajukan serangan pada Joshua, pria itu menghindar ke samping. Tatapannya tajam semakin murka dengan orang di hadapannya ini. Tangan Joshua terkepal, gumpalan air muncul lalu berubah menjadi bongkahan es tajam, langsung ia lemparkan bertubi-tubi pada Steven yang tampaknya terkejut dengan perubahan kekuatan Joshua.

Ia tergelak, pertempuran semakin seru jika begini. Kilat kuning di jemari Steven menyambar satu sama lain sampai membentuk bulatan besar, ditujukannya pada Joshua yang langsung melakukan posisi pertahanan dengan membangun perisai es di depan tubuh.

Tak tinggal diam Joshua kembali mengumpulkan molekul air di atas kepala, dibentukknya menjadi bongkahan besar dengan permukaan berduri. Dilemparkannya benda itu ke atas hingga melambung tinggi, begitu hendak jatuh tangannya bergerak seolah menahan benda itu yang kemudian ia buat pecah sehingga serpihannya terbang cepat ke arah Steven.

Steven yang tak menduga serangan semacam itu susah payah melindungi diri, tangannya tergores serpihan es tajam hingga menimbulkan luka sayatan.

Tidak memberi jeda, Joshua melancarkan serangan lainnya dengan menghantamkan bongkahan besar ke arah Steven. Bersamaan dengan itu Steven juga mengeluarkan kekuatan petir dari sela jari ke arah Joshua. Tangan Joshua yang terkepal kemudian dibuka menjadikan bongkahan es yang tadi melesat ke arah Steven berubah menjadi gumpalan air dalam jumlah banyak.

Sekujur Steven basah dengan serangan itu, ia tersengat dengan kekuatannya sendiri sedangkan Joshua terkena serangan Steven di bagian lengan yang kemudian menjalar ke seluruh tubuh karena kekuatan airnya.

Posisinya satu sama.

Tak bisa membiarkan adanya jeda, Joshua lekas mengangkat tangannya ke udara menarik gumpalan air dalam jumlah besar yang kemudian ia jadikan peluru es dengan serangan bertubi-tubi. Tak mau kalah, Steven menjadikan kilat di tangannya sebagai busur lalu menyerang Joshua dari berbagai sisi.

Joshua berlari, mencoba menghindari serangan sekaligus menjauhi jejak air. Kilat itu bisa merembet jika terkena air.

Membidik kemana Joshua akan melangkah, Steven menarik panah petirnya menuju tempat di hadapan Joshua. Tepat saat serangan itu terarah sekeping papan melintas di hadapan Joshua, terkena serangan panah Steven yang membuatnya hancur terbakar.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang